"Aku sedang mempertimbangkan nama Muhammad", jawab Max sambil tersenyum. "Aku fans berat Nabi kalian. Aku membaca banyak buku tentangnya."
"Jangan, ah. Nama ayahku, suamiku, juga anakku, semua mengandung Muhammad. Sepertinya hampir setiap jalan di Indonesia ini memiliki sedikitnya satu Muhammad", kataku sok tahu.
"Tapi baru kali ini aku punya teman bernama Maximilian. Dan kurasa aku menyukai nama itu, meski aku tidak terlalu menyukai orangnya", kali ini aku akhiri kata-kataku dengan seringai.
Melihat itu, bule separuh baya yang bersahaja itu hanya membalas dengan tarikan bibirnya yang angkuh dan menjengkelkan. Aku tahu dia sengaja begitu, agar aku berhenti mengorek-ngorek berbagai 'peran rahasianya' dalam menggerakkan kawan-kawannya untuk melakukan semacam 'misi kecil tapi mulia' bagi negeri ini.
***
ITULAH SEKELUMMIT KISAHKU tentang orang-orang bule yang tak biasa, baik ketakbiasaan karena perbuatannya maupun ketakbiasaan berkat nama udik...eh ...eksotiknya ;-)). Mereka melintas sejenak dalam hidupku, seperti meteor yang melintas di ujung malam. Tak jarang perjumpaan pertama di antara kami diawali dengan situasi terkesima yang terjadi selama beberapa detik, dimana akhirnya salah satu di antara kami akan menutup pembicaraan dengan kalimat berikut :
"Have we met before ? Your face is so familiar ..."
"You remind me of someone ..."
"I feel like I know you all my life ..."
"I don't know why, but I think I can trust you ..."
Ketika keanehan semacam ini kubahas bersama Max, ia berkata :
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!