Mohon tunggu...
Tuty Yosenda
Tuty Yosenda Mohon Tunggu... profesional -

hanya perempuan kebanyakan dengan cita-cita 'kebanyakan' ;-) , yaitu jadi penonton, pemain, penutur, wasit, sekaligus ... penghibur. (^_^) \r\n\r\nblog personal saya adalah yosendascope.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Highlanders yang Ini Tak Mungkin Saling Membunuh!

7 Agustus 2011   04:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:01 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah 'badai' di klinik itu mereda, Mardiah memandangiku dengan tatapan yang mengandung pesan : "Thank you. I knew what you did."

Akupun membalas tatapannya, juga dengan sebuah pesan tersembunyi : "You are welcome. But I really don't know what was happening. The mantra took over me, then it took over you, too" *).

***

BANDUNG.

Beberapa minggu kemudian kami dipertemukan lagi, dan aku senang karena ada kesempatan untuk menuntaskan rasa penasaran itu :

"Boleh aku tahu mengapa Allahu Akbar, Mardiah ?"

Penting bagiku untuk mengetahuinya, karena setahuku Mardiah bukan muslim.  At least theoritically.

Dan ini yang Mardiah katakan :

"Waktu itu aku berdua dengan temanku jalan-jalan di sebuah hutan di Kalimantan. Menjelang senja tiba-tiba hujan turun amat deras, ditambah badai dan petir pula ... Kami tak bisa bergerak, karena jalan di sekeliling kami begitu mustahil dilewati. Gelap, tapi kami tidak membawa lampu. Juga tak bisa minta pertolongan ke basecamp, karena henpon kami basah. Dalam keadaan basah kuyup, kami terpaksa memutuskan untuk berteduh. Kami duduk begitu saja di tempat yang menyedihkan, dalam kegelapan yang amat mencekam pula".

"Dalam ketakutan dan kedinginan, aku mencoba bermeditasi dan menghadirkan Tuhan. Mungkin karena tak ada siapa-siapa lagi yang bisa kuharapkan, maka aku menggantungkan harapan hanya kepadaNya, seolah sebentar lagi aku akan mati. Tiba-tiba ruang di dadaku serasa membesar dan membesar, seberkas sinar di dalamnya menyala makin terang dan terang, diiringi suara sejumlah besar orang -entah dari mana- yang menggemakan mantra : "Allaahu Akbar... Allahu Akbar".

"Aku ingat Bapak**) sering mengucapkannya, tapi tak kukira aku akan mendengarnya di tengah hutan rimba. Permukaan tubuhku dingin, tapi di dalam rasanya hangat. Sekelilingku masih hutan yang gelap, tapi rasanya lapang, terang, aman dan terlindungi. Sejak itu, meski tidak selalu berhasil, aku selalu mengucapkan Allaahu Akbar untuk menghadirkan perasaan aman yang sama seperti waktu itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun