DI AIR DAN DI UDARA
Kawan, IKAN-IKAN itu bersatu dalam sebuah gumpalan raksasa yang amat solid.
Setiap satu gerakan kecil memicu 'tarian berantai' yang kompak dan gesit, sehingga gumpalan itu tampak seakan berdenyut. Tak ada yang saling bertabrakan, seolah jutaan ikan itu memiliki satu jiwa dan satu pikiran. Dalam ukuran yang demikian besar, mereka tak mudah dikalahkan.
Tarian senada juga ditampilkan oleh para BURUNG yang sedang melakukan perjalanan migrasi.
Formasi demi formasi diperagakan, bagaikan mengikuti sebuah rancangan koreografi. Dalam skuadron semacam ini, setiap individu tiba-tiba melupakan diri mereka. Makan, minum dan istirahat ada waktunya, bahkan rasa penat dan sakit pun tak dirasa."Kecerdasan individual mereka tidak tinggi", kata para ilmuwan yang segera akan berkumpul di Prancis untuk membahas lebih jauh tentang fenomena ini. "Tapi setelah menjadi satu tubuh organik yang besar, tiba-tiba muncul swarm intelligence (kecerdasan kolektif)yang luar biasa".
DI ANTARA DAPUR DAN HALAMAN
Lalu ada SEMUT, pejuang kecil yang tak kenal takut. Mereka sangat terorganisir, bermotivasi tinggi, fokus pada tujuan, team players, pekerja keras, serta sangat memahami waktu. Mereka berpikir sebagai individu ketika sedang terpojok sendirian di telapak tangan kita. Tapi ketika bersama-sama, mereka adalah 'anggota kerajaan' dengan satu jiwa. Bahkan perut mereka dua; satu untuk diri sendiri, satu lagi berisi makanan untuk dibagikan.
"Daya juang semut jauh lebih besar daripada yang dimiliki manusia", kata Bernard Werber, seorang Yahudi Prancis."Semut dapat hidup bersama dalam solidaritas yang amat tinggi, sekaligus melupakan diri mereka. Sementara itu, dalam masyarakat manusia yang kapitalis, setiap orang adalah egois dan nyaris terisolasi", katanya.
Werber lalu melanjutkan : "Tentu saja manusia sekarang sulit menjadi bagian dari komunitas, karena kita masih memelihara mental budak ala bangsa Israel di Mesir dulu, yaitu penuh rasa takut dan terlalu terkendali."
Kawan, jangan-jangan serangga mungil berikut ini adalah mahluk yang paling kosmosentris di dunia ini, mengalahkan mereka yang lebih berkuasa tapi masih antroposentris, etnosentris, bahkan egosentris.
LEBAH adalah satu-satunya serangga yang memproduksi makanan unggulan dan bahan obat-obatan bermutu tinggi bagi manusia; itupun mereka lakukan sambil menyerbuki bunga dan memperluas pertumbuhan berbagai tanaman. Tak heran jika Einstein saja berkata: "Jika lebah punah, punah jugalah kehidupan manusia dalam waktu 4 tahun !"
Mereka adalah pejuang dan pekerja keras yang luar biasa; seekor lebah rata-rata mengunjungi ratusan hingga lebih dari seribu bunga setiap harinya.
Tahukah engkau berapa bunga yang harus dikunjungi seekor lebah untuk menghasilkan setengah kilogram madu?
Sekitar 2 juta bunga.
Dan tahukah engkau berapa jarak yang mereka tempuh untuk mendapatkan madu sebanyak itu ?
Tak kurang dari 2 kali keliling Bumi.
Ya, segala hal tentang lebah adalah inspirasi yang tak habis-habis. Mereka adalah para arsitek yang menakjubkan kita dengan rumah heksagonalnya. Lebah liar bahkan sudah melakukan pemilu demokratis untuk menentukan lokasi rumah baru selama puluhan juta tahun. Mereka efisien, karena lebah -juga semut- sangat mengandalkan jaringan peran dan aktivitas (berbeda dengan laba-laba yang menggunakan jaringan dalam arti fisik).
(Sungguh sangat disayangkan bahwa kerusakan Alam membuat semua alat peraga Ilahiah dengan koreografi kosmiknya itu kini berada dalam bahaya besar.)
DI ANTARA SERENGETI (Tanzania) DAN MASAI MARA (Kenya)
Kini mari kita ke Afrika sejenak, kawan, ke tempat dimana ratusan ribu WILDEBEEST yangberbalut debu kemerahan itu terhenti sejenak di tebing pinggiran sungai.
Mereka sudah menempuh perjalanan panjang selama berminggu-minggu, dan semuanya sangat menyadari -kecuali para bayi tentunya- bahwa sungai itu akan menguji daya juang mereka sekali lagi.Mereka tahu, di seberang sungai ada tanah harapan. Tapi mereka juga tahu, melompati tebing setinggi itu mungkin akan mematahkan kaki, padahal kaki yang terluka sangat berbahaya di tengah sungai yang sudah dipenuhi oleh buaya-buaya lapar itu.
Namun seakan digerakkan oleh kekuatan yang lebih besar, selalu ada satu pemberani yang membuat langkah dan lompatan pertamanya, yang kemudian diikuti oleh kawanannya tanpa keraguan sedikitpun !
Korban berjatuhan; namun jeritan pilu, gelimang darah dan pertarungan yang tak sepadan itu tak menyurutkan langkah para pengembara yang masih tertinggal di garis belakang.Entah bagaimana mereka belajar, bahwa apa saja yang tak berhasil membunuh mereka, pasti berhasil memunculkan sumber kekuatan baru.
Sungguh sebuah perjalanan epik yang dipenuhi adegan pengorbanan yang amat mengharukan, kawan. Aku seperti menyaksikan kembali keberanian pasukan berpedang -yang dipimpin oleh Katsumoto dan kapten Algren- menyongsong muntahan peluru dalam film the Last Samurai. Melihat semua ini, aku selalu tercekat dalam pesona yang tak tergambarkan: Â "Wahai Tuhan, setiap tahun, ribuan dan beragam satwa Kau takdirkan mati dalam panggung peragaanMu. Tapi sampai hari ini, kami tak juga belajar..."
DI antara SATU DAN SEJUTA
Kini mari kita lanjutkan perjalanan kita ke dunia mikroskopik.
Mereka selalu saling bahu-membahu; tak ada satupun yang merasa lebih penting dari sejawatnya. Hampir semua di antara mereka boleh memilih peran apa saja, tapi menariknya keputusan mereka selalu berdasarkan kepentingan yang lebih besar.Bahkan di saat mereka mulai melemah dan tak lagi efisien, dengan rela mereka mengundurkan diri untuk memberi jalan kepada generasi berikutnya.
Tiap-tiap diri mereka merupakan unit yang mandiri, namun mampu bekerja sebagai bagian dari lingkungan yang lebih besar. Bukanlah otoritas tunggal yang memimpin mereka, melainkan koordinasi dan prinsip pembagian kerja. Itulah kisah tentang SEL-SEL HIDUP -yang di antaranya menjadi penyusun tubuh kita itu.
Ya, dalam tubuh kita ternyata ada potensi kecerdasan kolektif yang sama dengan swarm intelligence yang diperagakan dalam panggung kosmik di atas.
Sebuah unit mikroskopik selalu mencerminkan gambaran makroskopiknya.
Dan keajaiban sejuta selalu berasal dari inisiatif pertama dan tujuan yang satu ...
DI ANTARA KITA SEMUA
Kawan, di masa silam, berbagai kemegahan dan benih-benih kearifan itu telah ditanamkan.
Satu Borobudur mereka bangun dalam sekian generasi, dengan fokus dan keteguhan yang sama tingginya dengan para lebah. Satu Borobudur itu pernah didedikasikan untuk menyatukan Hindu dan Buddha, (tentunya) dengan pesan agar setiap pewarisnya -yaitu bangsa yang berada di antara dua benua dan dua samudera itu- melampaui berbagai kekerdilan dalam dirinya dengan cara mengikuti keteladanan yang sama.
"Setiap gambaran dengan sejuta makna selalu berawal dari sebuah titik", demikianlah -barangkali- makna pesan yang dititipkan melalui goresan batik, sebuah warisan lainnya yang nilai kearifannya sudah pasti melampaui wujud fisiknya. Atau barangkali juga maksudnya begini : "Janganlah kau menyerah ... Segala yang tampak kacau itu mirip batik setengah jadi. Kacau hanyalah terlihat di saat engkau belum mencapai gambaran utuhnya" ...;-)
Entahlah, kawan, aku juga tidak tahu pasti. Perjalananku sendiri masih jauh dari selesai.
Tapi aku tahu kita selalu bisa berbagi, sebagaimana para satwa yang menakjubkan itu, juga sel-sel tubuh kita, melakukannya.  Mereka bukanlah mahluk cerdas secara individual. Justru kecerdasanlah yang datang kepada mereka; yaitu ketika mereka bersatu, dan juga karena kesediaan mereka menyimakpesan kosmik dalam kode genetik yang sengaja disematkan oleh Sang Koreografer dalam sel-sel kita semua.
Barangkali kita -mahluk dengan trilyunan sel-sel otak ini- memang harus belajar dari mereka yang jauh lebih sederhana itu. Barangkali juga sudah waktunya bagi kita untuk berani menghadapi 'otak reptil' **) kita sendiri, sebagaimana wildebeest Afrika berani menerjang sungai yang dipenuhi para reptil yang kelaparan itu.
------------------------------------------------------------------------------
*) Judul diinspirasi oleh film Great Migration, National Geographic Channel
**) otak reptil adalah bagian otak kita yang paling primitif, yang mengatur fungsi syaraf otonom, rasa aman/rasa takut, kesiagaan dan berbagai fungsi primer lainnya.
"Dengan intensitas sejuta, bergeraklah kalian ke arah yang Satu",
demikianlah kira-kira yang kita lakukan ketika mencoba menciptakan 'arus' atau 'energi tinggi'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H