"Jangan! " Teriaknya sambil memutar tubuh.Â
 Aku menghela napas pelan, "Jadi? "Â
Wanita itu menunduk, telunjuk kanannya Mengetuk-ngetuk teralis cepat. Dia cemas.
"Saya takut,"
"Takut apa?"
"Hari esok."
Secara tidak sengaja aku terkekeh, jawaban singkatnya membuatku tergelitik. Sebagai seorang yang pernah mengalami hal yang sama, aku tahu bagaimana rasanya takut menghadapi hari esok. Takut akan masalah yang mungkin terjadi dan aku yang mungkin tidak bisa menyelesaikannya. Bahkan aku terkadang merasa takut untuk bertemu orang lain.
"Mau dengar ceritaku?"
Perempuan itu mengusap wajah ayunya kemudian menghela napas panjang. Dia terlihat berpikir sebentar dan akhirnya mengangguk dan berbalik melewati pagar. Sekarang kami duduk berdampingan di pinggiran trotoar.
Angin sore bergerak semakin kencang dan dingin. Gerombolan anasir ghaib itu pun mulai berdesakan di beberapa titik. Mereka yang nakal berdiri mengelilingi kami. Beberapa berdiri cukup dekat dengan perempuan itu. Bisikan mereka membuatnya beberapa kali mengusap telinga dan tengkuknya.
"Sebelas tahun lalu Ibuku berdiri disini dengan posisi yang sama dengan Anda. Sementara aku dipaksa untuk mengikuti pilihan egoisnya. Bisa tebak kenapa akhirnya aku selamat dari insiden itu?"