Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beragam tarian bahkan beberapa sudah terkenal hingga ke mancanegara. Semua tarian tersebut tentu memiliki ciri khas dan filosofi masing-masing, salah satunya yaitu tari Angguk. Tari angguk adalah tarian tradisional yang menjadi ciri khas dari Kulon Progo, salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tari angguk berasal dari pengembangan tari dolalak asal Purworejo sekitar tahun 1950 sehingga tarian ini pertama kali muncul di Kokap, Kulon Progo, D.I.Y. yang berbatasan langsung dengan Purworejo, Jawa Tengah.Â
Tarian ini berawal dari dari nyanyian dan tarian muda-mudi yang dikombinasi dengang mengangguk-anggukan kepala sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan setelah panen padi.Â
Kemudian tari angguk berkembang di kecamatan Kokap, Temon, dan Girimulyo sebagai hiburan warga pada malam hari di halaman ataupun pendopo rumah salah seorang warga yang sedang menggelar hajatan, sehingga biaya dari tari angguk ini ditanggung oleh pemilik hajatan.
Mulanya tarian ini dipentaskan oleh laki laki namun seiring perkembangan zaman tarian ini malah dipopulerkan oleh perempuan dengan sebab penonton lebih tertarik melihat tarian perempuan. Perubahan ini terjadi pada tahun 1991 di dusun Pripih, Hargomulyo, Kokap.
Tari angguk berdasarkan cerita dari Serat Ambiyo Kisah Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono dengan diselipkan aspek kehidupan manusia seperti pergaulan, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan juga terdapat kalimat-kalimat dalam kitab Tlodo (bertuliskan Arab). Pementasan tari angguk biasanya dilakukan dengan durasi 4-7 jam dimulai pukul 19.00 dan berakhir pukul 12.00 atau 20.30 hingga 01.00.
Dasar gerakan tari angguk terdiri atas dua jenis yaitu Jejeran (Ombyokan) dan Pasangan. Tari jejeran yang terdiri dari  Pembuka, Ndadi, Barat Gunung, dan Ambil Kain dilakukan bersama-sama oleh semua penari. Namun, ada juga yang hanya terdiri dari Bakti, Srokal, dan Penutup.
Berbeda dengan tari jejeran, tari pasangan dilakukan secara berpasangan antara dua, empat, hingga enam orang. Tari pasangan ini terdiri dari E Asola, Ikan Cucut, Sekar Kuning, Kapal Layar, Makan Sirih, Turi Putih, Cikalo Ado, Layung, dan masih banyak lagi.
Kostum ini dilengkapi dengan ikat pinggang berwarna merah ataupun hitam, selendang kuning atau putih juga ada yang merah, ditambah topi atau ikat kepala, kaos kaki selutut merah , dan kacamata hitam.
Tari Angguk dibawakan oleh 12 hingga 16 orang dengan didampingi oleh seorang sesepuh sebagai juru ndadi. Ndadi atau kesurupan menjadi hal yang paling menarik dan ditunggu-tunggu oleh penonton.Â
Pada proses ndadi, penari akan dipakaikan kacamata hitam lalu diputar-putar beriringan dengan musik yang semakin cepat. Penari akan merasa pusing hingga tubuh mulai bergerak tanpa sadar.Â
Sebelum dimulai biasanya terdapat ritual doa memohon keselamatan dan kelancaran menggunakan sesaji yang terdiri dari jenang merah, jenang putih, nasi tumpeng, pisang raja, lawe, golong, kinang, bunga mawar, bunga melati, air kendi, minyak wangi, daun dadap srep, janur kuning kelapa muda, klowoan berisi air dan telur.
Perubahan teknologi juga mempengaruhi perkembangan dari tari angguk, misalnya saja terkait musik. Dahulu musik dilakukan secara langsung dengan 2 penembang atau penyanyi dan 13 wiyaga atau pemain musik, kini sudah bisa melalui audio speker atau rekaman yang dihubungkan dengan peralatan sound.Â
Alat musik yang digunakan dalam mengiringi tarian ini terdiri dari bedug, kendang biasa, kendang jaipong, saron, kecrek, rebana. Kini dimodifikasi dengan penambahan orgen tunggal dan drum. Beberapa lagu yang digunakan berjudul ukir-ukir, sekar mawar, klonosewandono, jarum-jarum, sarine nambani dan lain-lain. Selain itu, kini tari angguk dikembangkan menjadi senam yang terdiri dari dua versi.
Ayu (19) dan Ariyanto (17), penari angguk yang hingga kini masih aktif. Tujuan keduanya menari angguk tidak lain yaitu untuk melestarikan budaya dan menyalurkan hobi.
Ayu sudah menari angguk sejak duduk di bangku sekolah dasar usia 11 tahun. Ketertarikannya berawal dari pengalaman melihat pentas tari angguk dalam rangka kenaikan kelas yang rutin diadakan oleh Sanggar Sripanglaras, Pripih, Hargomulyo, Kokap.Â
Sejak saat itu, Ayu ikut latihan tari angguk di Sanggar Sripanglaras yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu. Sanggar Sripanglaras sendiri ialah sanggar tari milik Sri Wuryanti yang berdiri pada 2001.Â
Sri Wuryanti pernah mendapatkan penghargaan Anugerah Kebudayaan Gubernur D.I.Y. 2019 katagori Pelestari Seni karena keseriusan dalam mewariskan tari angguk kepada murid-muridnya hingga difabel SLB Negeri 1 Kulonprogo. Seiring waktu dan kenaikan kelas, Ayu menjadi salah satu murid kepercayaan dan kebanggaan Sri Wuryanti.
Banyak pentas di berbagai daerah hingga luar kota yang sudah ditaklukan oleh Ayu. Dari pentas-pentas tersebut, Ayu mendapatkan banyak pengalaman dan menambah uang saku. Kesulitan yang dihadapi Ayu sebagai penari angguk ialah ketika harus latihan mendadak dengan variasi baru karena kejar tayang atau acara segera diselenggarakan.
"Tari angguk ini membuat saya senang karena menyehatkan tubuh, membentuk postur, dan yang tidak kalah penting yaitu menghibur masyarakat," Ayu berpendapat.
Ayu lebih lama menekuni tari angguk daripada Ariyanto. Ayu sudah 8 tahun sedangkan Ariyanto 5 tahunn dimulai dari 2019. Akan tetapi, awal mula Ariyanto tertarik dengan tari angguk mirip dengan yang terjadi pada Ayu. Ariyanto mulai tertarik pada tarian ini setelah melihat paguyuban tari angguk yang sedang berlatih.
"Ketika aku menyaksikan pertama kali, tarian ini tuh rasanya memiliki gerakan yang enak dilihat dan musik yang nyaman di dengar," tutur Ariyanto.
Ariyanto mulai mengikuti latihan rutin yang diadakan oleh Sanggar Manunggal Laras Depok XI setiap hari Sabtu. Ariyanto juga mengikuti beragam pentas untuk meningkatkan skill-nya tersebut. Terutama pentas yang diselenggarakan oleh dinas karena memberikan sertifikat yang bisa ditambahkan pada CV miliknya.Â
Ariyanto juga menambahkan bahwa keuntungan yang paling utama dirasakan dari mengikuti pentas yakni melatih mental dan kepercayaan diri. Bagi Ariyanto, tidak ada kesulitan berarti yang dihadapi karena merasa enjoy. Meskipun demikian ternyata Ariyanto pernah mendapatkan respon buruk dari orang lain dengan menghina gender.
"Mereka biasanya nanya aku masih normal gak, kok cowok suka nari? Ada juga yang ngatain aku bencong. Tapi, aku sudah biasa dan apa yang aku lakukan terpenting tidak merugikan orang lain. Malah, aku merasa bangga karena  ini upaya untuk melestarikan budaya, terkhusus untuk angguk putra, dan kontribusi untuk negara.  Kalau teman-teman cowok aku ajakin sebetulnya mereka menolak bukan karena malu tetapi lebih merasa tidak luwes. Tetap ada kok temen cowok yang ikut angguk putra," jelas Ariyanto.
Tidak hanya sebagai penari, Ariyanto juga menjadi pelatih atau guru extrakurikuler tari Angguk yang berpenghasilan kurang lebih Rp 500.000, 00 - RP 800.000,00 per-bulan.Â
Ariyanto mengajar di hari libur, muridnya terdiri dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari TK hingga SMA. Salah satu tempat mengajarnya yang juga merupakan sekolah menengah tempat dirinya menempuh pendidikan yaitu MAN 2 Kulon Progo.
"Untuk melestarikan budaya, kita tidak boleh malu, kita juga harus mau membagi ilmu ataupun keterampilan budaya tersebut ke orang lain, jadi tidak akan terputus dan terbatas hanya di diri sendiri. Lagi pula menari angguk atau sekedar menonton bisa menghilangkan rasa bosan dan pikiran yang lagi suntuk," pesan Ariyanto.
Sumber:
Tari Angguk: Asal-usul, Cerita, Makna Filosofi, dan Kostum (kompas.com)
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=1679
https://disbud.kulonprogokab.go.id/detil/356/tari-angguk-kesenian-tradisional-kulon-progo
Arsip wawancara pribadi 18 Juni 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI