Aku pernah mengangkut penumpang hantu (kuntilanak), tapi rasa takut yang sekarang aku rasakan berbeda. Sepanjang perjalanan, aku berusaha fokus dengan jalan sembari menjaga jarak dengan penumpangku. Satu sisi aku harus menghargai penumpang, tapi di sisi lain aku juga takut kalau-kalau orang ini sebagai carrier virus.
Rasanya ini perjalanan paling panjang yang pernah aku rasakan dalam hidup ini. Meskipun sebelumnya saya pernah mengangkut penumpang sampai Ciwidey, tapi Pasir Kaliki-kopo ini terasa lebih jauh.
Kecepatan motor pun aku tambah mengingat jalanan kosong. Namun, justru jalanan kosong ini yang membuat suasana tambah mencekam. Aku seperti mengangkut salah satu zombie dalam film “Train to Busan” yang terkenal itu. Bisa saja dia mengigitku kapan saja .
Begitu dia turun, bersyukur dia membayar non tunai menggunakan aplikasi Ovo, jadi aku tidak perlu menerima uang tunai. Aku langsung balik kanan, lalu menyemprotkan anti septik dan farfum helm yang memang biasa kubawa karena satu-satunga barang saya yang disentuhnya adalah helm.
Setelah itu aku lekas kembali ke sekitar IP dan stasiun ke tempat biasa aku mangkal dan mematikan aplikasi penumpangku. Hanya aplikasi food yang dinyalakan. Aku berpikir jangan sampai ada penumpang lain yang menggunakan helmku sebelum aku pulang dan mencucinya.
Sampai tiba saatnya pulang, tepatnya di Jalan Pajajaran, lokasinya persis sebelum pertigaan arah Bandara Husen Sastranegara, aku mencoba memberi kabar gembira kepada istriku melalui chat WhatsApp (WA) anakku. Aku menghubungi anakku dan mengatakan bahwa aku bisa pulang cepat.
Tidak cukup dengan chat WA, aku coba untuk VC (video call) melalui WA. Saat hendak melakukan VC, kulihat foto DP (Diplay Picture) anakku yang sedang tersenyum ceria. Langsung saja semua darahku seperti naik ke atas kepala. Spontan aku rem secara mendadak motorku.
Tidak bisa kubayangkan jika ada sesuatu yang menyangkut di jaket, celana atau helmku dari penumpang tadi siang dan terbawa ke rumah. Lalu tersentuh istri dan anak-anakku yang lucu-lucu. Nauzubillah min dzalik jika mereka sampai terpapar. Terus terang, aku enggak berani pulang.
Aku turun dari motor dan berusaha menenangkan diri dengan menyalakan sebatang rokok. Agak payah korekku menyala karena memang cuaca sedang hujan agak deras sehingga korekku basah. Kebetulan ada seseorang yang lewat di sampingku sambil merokok.
Aku menghampirinya, lalu meminjam koreknya. Tanpa berpikir, aku menyalakan rokok dan mengembalikan korek tadi. Saat aku hendak mengucapkan terima kasih, kutatap wajah orang itu, jelas sekali terlihat wajahnya agak merah di bagian hidung dan sesekali batuk.
Saat orang itu berlalu, aku dengan lemas menyandarkan badan ke dinding pagar salah satu ruko di Jalan Pajajaran yang malam itu sangat sepi.