“Iya kang. Mau pulang, tapi Masih bingung dan ragu,” jawabnya lirih.
Aku enggak peduli lirih suaranya, tapi rasanya kalau dicerna dari jawabannya, sepertinya perjalanan ini tidak akan membosankan. Soalnya dia membuka peluang baru untuk percakapan dan aku sambung dengan pertanyaan lain yang sepertinya dia harapkan.
“Kenapa ragu Teh?”
Sepertinya dia pun sudah menunggu pertanyaan itu dan sudah siap menjawabnya,“Saya libur dua minggu dan ingin pulang ke Jakarta, tapi di sana virus Corona sudah merajalela. Banyak jatuh korban dan salah satunya ada juga yang tinggalnya didekat rumah saya. Jadi, saya mau pulang, tapi takut Kang”.
Perjalanan terasa cukup singkat karena jalanan kota Bandung sangat kosong, jauh dari hari biasanya. Posisi sudah berada didekat Rumah Sakit Cicendo saat saya menjawab pertanyaannya. Seperti biasa saya menjawab dengan gagahnya, “Hidup dan mati sudah ada ketentuannya. Tuhan sudah punya rencananya Teh. Gak usah takut. Lanjut saja pulang untuk jumpa keluarga.”
Tepat di depan stasiun, si gadis itu turun sambil mengucapkan terima kasih dan tersenyum. Aku pun merasa senang sudah bisa memberikan motivasi kepada seseorang.
Matahari sudah di atas kepala, sudah semakin susah mencari bayangan gedung atau pohon untuk berteduh. Saat itu aku sengaja mangkal di jalan dijalan Pasir Kaliki, dekat simpang Pasteur. Aku suka mangkal di situ, selain karena ada mall Istana Plaza (IP) dan berbagai kuliner di sekitarnya, juga karena di lokasi itu seakan menjadi tempat transit banyak orang dari arah tol menuju Selatan dan Timur Bandung, serta dari Selatan menuju Bandung Utara.
Hari itu sedikit berbeda. Jalanan empat jalur yang biasanya penuh sesak diisi mobil ̶ kebanyakan dengan tujuan wisata, apalagi di Minggu seperti ini, tapi saat itu jalanan kosong melompong. Hanya sesekali saja mobil lewat dan di antaranya mobil ambulan yang terlihat sibuk. Maklum saja sekitar 500 meter di Utara terdapat Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin (RSHS).
Sebetulnya lalu-lalang ambulan di lokasi itu sudah biasa. Satu hari bisa 20 sampai 30 ambulan keluar masuk RSHS. Namun, disaat sepi seperti itu suasana menjadi mencekam dan cukup tegang. Beberapa rekan pengemudi ojol ada yang sudah pulang berpamitan. Selain karena sepi penumpang, juga karena rasa takut yang mereka rasakan.
Seperti biasa dengan angkuhnya aku malah menertawakan mereka yang pulang, padahal aku sendiri sudah mulai merasa takut sejak ambulan ketiga lewat. Saat aku mencari tempat teduh, Handphone tiba-tiba menyala pertanda ada orderan masuk. Aku pun segera mengonfirmasimya.
Ada calon penumpang di Pasirkaliki menuju Kopo. Segera saja kuhidupkan motor matik kreditan keluaran 2018 milikku dan berangkat untuk menjemputnya.