Diana menulis sendiri buku bahan pelajaran yang dibagikan kepada anak-anak, buku pelajaran dari kota tidak bisa diterapkan untuk anak-anak pedalaman. Dari sinilah Diana menemukan sendiri metode belajar untuk anak-anak.
"Terkadang bermain di rawa-rawa sambil berhitung. Memetik mangga sambil belajar perkalian. Menggunakan bahasa inggris saat berdoa sebelum makan," kata Diana.
Kesulitan satu persatu bisa juga diatasi. Kuncinya adalah kesabaran dan ikhlas pengabdian. Sebagai pendidik, ketabahan harus juga lebih luas dari belantara hutan, tekadnya panjang seperti aliran sungai dan rawa-rawa.Â
Perjuangan akan terasa manis ketika memanen hasilnya. Anak-anak sudah menyadari pentingnya belajar di sekolah. Kini sudah bisa membaca dan menghitung.Â
"Nasionalisme bagian negara Indonesia sudah ada dalam diri anak-anak saat ini," kata Diana dengan senyum manisnya.
Capaian terbaik sebagai guru ketika di tahun 2022, sebanyak 24 anak lulusan SD Negeri Atti berhasil masuk SMP. Perjuangan Diana bersama dua rekannya berhasil mengubah situasi pendidikan di pedalaman.Â
"Hidup memang harus berani dipertaruhkan dan diperjuangkan, inilah berkat luar biasa," ungkap Diana.
Anak-anak Papua berhak mendapatkan akses belajar yang lebih baik. Mereka putra daerah asli Papua yang kelak akan mereka pemimpin. Mereka penjaga hutan Papua dan tanah Papua. Di atas pundaknya lah, kelak jadi tanggung jawab melestarikan kehidupan di Papua.
Diana telah menjadi inspirasi bagi para guru di dunia ini. Mampu melakukan perubahan besar terhadap hak pendidikan anak pedalaman Papua Selatan.
Dedikasi pengabdian Diana dalam pendidikan membuktikan, bahwa perjuangannya tidak hanya untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H