Sosok gadis humble itu antusias bercerita tentang kondisi alam, sosial dan budaya masyarakat tempat penugasan  mengajar tidaklah gampang beradaptasi.Â
Namun kegigihan tanggung jawab sebagai pendidik, Diana menguatkan hati untuk perlahan melakukan penyesuaian dan pendekatan.
"Setiap hari anak-anak ikut orang tua ke hutan, atau rawa-rawa. Mereka tidak peduli dengan sekolah, karena alam telah menyediakan banyak bahan makanan dengan mudah untuk tetap menjalani hidup," kata Diana yang menyadari bahwa penting untuk membangkitkan kesadaran orang tua akan pendidikan anak-anaknya.
Diana memulai mencari cara bagaimana melakukan pendekatan. Perlahan mengajari anak-anak sambil bermain dengan menyisakan pembelajaran seperti berhitung dan membaca. Bahkan, bahan ajar dan buku dibuat Diana untuk bisa masuk cara belajar sesuai kehidupan anak-anak.
Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Nusa Cendana Kupang, NTT itu memiliki tekad membangun jiwa nasionalisme anak pedalaman untuk mencintai Indonesia.
Diana ingat betul ketika pertama kali bertemu anak-anak yang tidak bisa menyebutkan identitas negara Indonesia. "Saya menangis, saya sedih, tapi tidak bisa menyalahkan mereka," ungkap Diana.
Kondisi sekolah minim fasilitas dengan tiga ruang kelas. Di daerah terpencil dengan kondisi yang tidak baik-baik saja harus diubah dengan memulai belajar-mengajar mengikuti aktivitas keseharian anak-anak.
Paling penting mampu membangun komunikasi dengan orang tua yang cukup alot prosesnya. Namun pendekatan dengan ketulusan dan kejujuran itulah, anak-anak sudah mulai mau belajar di sekolah.
Keberhasilan anak-anak menurut orang tua tidak hanya mahir berburu, bisa pangkur sagu, bisa menggunakan tombak, atau sekedar memelihara babi. Pemahaman sekolah utama adalah membantu orang tua itu tidak benar, tetap harus bersekolah.
Diana ingin memanfaatkan peluang apapun sebagai bahan belajar. Keterbatasan berbagai fasilitas tidak mengurangi tekad Diana untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada anak-anak.
"Untuk kebutuhan makan sehari-hari memang tidak butuh sekolah, karena semua tersedia di hutan. Tapi anak-anak harus mengejar mimpi dengan pendidikan, agar kelak bisa menjadi pejabat, presiden atau apapun yang lebih baik untuk bekal hidup masa depan," kata Diana.