Kembali pada sejarah amukan dahsyat gelombang tsunami Selat Sunda Gunung Krakatau yang berada di antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra meletus.
Letusan yang tidak kalah dahsyatnya usai ribuan tahun lalu ledekan Krakatau Purba mampu menenggelamkan sebagain dataran Pulau Jawa, kemudian menjadi Pulau Sumatra.
27 Agustus 1883, empat kali ledakan besar Gunung Krakatau menimbulkan empat gelombang tsunami di Selat Sunda, seketika daratan pesisir Pulau Jawa dan Sumatra diamuk oleh gulungan ombak besar.
Dalam buku Empat Bencana Geologi yang Paling Mematikan ditulis Kartono Tjandra (2018) gelombang besar itu menelan sekitar 120.000 nyawa.
Dampak letusan juga mengubah iklim bumi yang mengubah cuaca ekstrim di bumi bagian Eropa dan Afrika.
Pasca ledakan itu, tubuh Gunung Krakatau sebagian besar hancur. Namun rupanya tidak mati, perlahan muncul gunung baru dari bawah laut yang kemudian dikenal dengan Gunung Anak Krakatau.
Satu abad berlalu, Gunung Anak Krakatau terus bergeliat dengan aktivitas vulkaniknya. Semakin hari pertumbuhannya bertambah tinggi. Bahkan keindahan alamnya menjadi tujuan wisata favorit.
Sayangnya, Gunung Anak Krakatau kembali bergeliat aktif. 22 Desember 2018 tsunami menghantam daratan secara diam-diam akibat longsoran material.
Gelombang Tsunami yang menyapu pesisir Banten dan Lampung itu pun merenggut 426 nyawa.
Perairan Selat Sunda yang terlihat tenang dan menjadi jalur pelayaran internasional itu bisa jadi ancaman setiap waktu.
Prediksi akan terjadi gempa dan cuaca ekstrim akhir-akhir ini memang sangat mengganggu mental. Apalagi informasi hoax pun berseliweran di media masa.