Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rajin Bagi-bagi Kursi Roda, Kantor Wali Kota Cilegon Malah Langgar UU Penyandang Disabilitas

16 Juni 2021   07:00 Diperbarui: 16 Juni 2021   07:26 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wali Kota Cilegon Helldy Agustian di depan pintu masuk kantornya (Foto akun Facebook H. Helldy Agustian, SE, SH)

Bagi para pendukung Wali Kota Cilegon Helldy Agustian dan Sanuji, program bagi-bagi kursi roda adalah prestasi yang luar biasa. Ratusan kursi roda disalurkan sendiri oleh Pak Wali dan wakilnya ke warga penyandang disabilitas atau yang membutuhkan.

Kegiatan bagi-bagi kursi roda ini pun mendapatkan sambutan dari sejumlah perusahaan swasta untuk turut menyumbang. Para Kepala OPD yang tidak ada anggaran beli kursi roda juga  kompak turun langsung dorong-dorong kursi roda.

Patut diakui, Pak Wali memang punya kemampuan sebagai penggerak. Di 100 hari masa kerja Pak Wali pun, program bagi-bagi kursi roda ini menjadi nilai jual, meski pun realisasi janji politik masih sebatas simbolis.

Terlepas bagi-bagi kursi hanyalah bentuk pencitraan di media, atau hanya mencari kegiatan mengisi waktu 100 hari sambil berpikir keras membangun narasi yang baik tentang manfaat Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) simbolis itu.

Bagi-bagi kursi itu baik dan sangat membantu bagi warga Kota Cilegon yang membutuhkan. Melihat ke belakang, Pak Wali sebelumnya memang tidak pernah melakukannya.

Patut mendapatkan penghargaan, Pak wali sekarang satu-satunya Kepala Daerah terajin bagi-bagi kursi roda di periode awal kareirnya.

Menaruh perhatian terhadap penyandang disabilitas itu kegiatan yang sangat bermanfaat. Ratusan kursi roda pun sudah menyebar dan terus ditebarkan.

Sayangnya kepedulian terhadap warga penyandang disabilitas itu terdapat perbedaan yang sangat mencolok jika melihat sebagian gedung milik Pemerintah Kota Cilegon yang tidak ramah terhadap penyandang disabilitas.

Jika melihat semua gedung rasanya kebanyakan, kita kerucutkan saja pada gedung Pak Wali ngantor di Jalan Jendral Sudirman. Sangat terlihat jelas bahwa tidak ada akses jalan khusus penyandang  disabilitas yang menggunakan kursi roda.

Sebelum dibahas lebih lanjut, coba kita berpikir sejenak pada kegiatan Pak Wali yang sudah dilakukan. Bagi-bagi ratusan kursi roda ke warga yang membutuhkan.

Karakter masyarakat Kota Cilegon itu selalu ingin balas budi, minimal dengan sesanjan atau silaturahmi ke kantor Pak Wali. Ketika ingin ketemu Pak Wali malah tidak bisa masuk.

Pintu masuk gedung kantor Wali Kota Cilegon (Foto Rudi Sanjaya)
Pintu masuk gedung kantor Wali Kota Cilegon (Foto Rudi Sanjaya)

Bagaimana bisa pengguna kursi roda dapat memasuki gedung perkantoran Pak Wali yang tidak memiliki jalan khusus. Untuk masuk ke pintu loby saja harus melewati sejumlah anak tangga. Belum lagi, Ruang kantor Pak Wali di lantai dua harus melewati anak tangga yang cukup tinggi.

Terus masuk ke kantor Pak Wali bagaimana? Tidak ada akses jalan dengan menggunakan eskalator ataupun lift untuk mempermudah sampai ke ruang kantor Pak Wali di atas.

Saya kira, ketika sudah rajin bagi-bagi ratusan kursi roda itu, gedung perkantoran Pak Wali sudah ramah penyandang disabilitas. Sehingga semua warga Cilegon, khususnya penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda bisa berkunjung ke ruang kerja Pak Wali untuk menyampaikan aspirasinya.

Warga penyandang disabilitas juga memiliki hak mendapatkan kesetaraan pelayanan publik. Apalagi, sudah dilindungi oleh regulasi yang dikeluarkan Pak Presiden Jokowi dengan mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, disahkan pada 15 April 2016 lalu.

Pak Wali seharusnya menyadari akan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia yang bersifat universal, perlu juga dilindungi, dihormati, dan dipertahankan terhadap kelompok rentan, seperti penyandang Disabilitas.

Aturan gedung pemerintah menyediakan fasilitas penyandang disabilitas tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) UU Penyandang Disabilitas menyatakan Pemerintah Daerah wajib melakukan perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi tentang pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

Kemudian ditegaskan pula pada Pasal 5 ayat (1) huruf m UU Penyandang Disabilitas yakni hak atas aksesibilitas.  Salah satu akses yang harus terpenuhi adalah fasilitas dan jasa pelayanan publik yang sama dengan masyarakat pada umumnya.

Akses pada infrastruktur kemudian disebutkan dalam Pasal 97  yang harus dipenuhi meliputi bangunan gedung, jalan, permukiman, dan pertamanan dan permakaman.

Jika kantor Pak Wali saja tidak memenuhi fasilitas penyandang disabilitas, apakah sudah memiliki Perda Penyandang Disabilitas?

Sejauh mencari informasi di Internet, saya tidak menemukan apa-apa. Saya kemudian menemukan Pemerintah Daerah lainnya malah lebih ramah dengan penyandang disabilitas, seperti Kota Pekalongan.

Melalui Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 9 Tahun 2017 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas dengan aksesibilitas memenuhi prinsip kemudahan dan keamanan/keselamatan. Serta kenyamanan, kesehatan, dan kemandirian untuk menuju, memasuki dan memanfaatkan fasilitas umum.

Selain Kota Pekalongan, daerah lain yang sudah memiliki regulasi perlindungan penyandang disabilitas di antaranya adalah Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Bone, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Sleman,

Lalu, Pemkot Cilegon kapan?

Semoga saja, setelah bagi-bagi kursi roda beres, Pak Wali punya kebijakan membangun fasilitas penyandang disabilitas. Jika sudah ada Undang-undang Penyandang Disabilitas yang dikeluarkan Pak Presiden, maka Kepala Daerah harus menerapkan. 

Jika intruksi ngecet gedung berwarna orange dan hijau tosca saja cukup dengan lisan, masa bangun jalan khusus penyandang disabilitas saja tidak bisa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun