Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berdaya dengan Buku, Refleksi Belajar Menulis bersama Gola Gong Duta Baca Indonesia

17 Mei 2021   18:38 Diperbarui: 17 Mei 2021   18:48 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Mas Gola Gong saat peluncuran Buku Rehat Sejanak karya penulis FLP Banten (Dokpri) 

"Sudah banyak buku antologi, kapan bikin novel? " kata Mas Gola Gong di akhir acara peluncuran dan diskusi Buku Rehat Sejenak di pertengahan Ramadan kemarin.

Ini perkataan yang bukan main-main dari seorang guru. Merujuk ke Kitab Ta'lm al-Muta'allim Tharq at-Ta'allum, omongan guru wajib didengar dan dilaksanakan.

Gola Gong, selanjutnya saya sebut Mas Gong adalah orang terpenting dalam hudup saya. Menjadi guru yang mendidik dengan literasi dan menasehati  layaknya sahabat.

Awal tahun 2004 menjadi momen pertemua  pertama saya ketika datang ke Rumah Dunia, di Kota Serang. Hujan yang baru berhenti sore itu, perjumpaan pertama dengan penulis buku fenomenal Balada si Roy .

Mas Gong, saat itu masih muda dan gagah. Berambut gondrong yang lagi disibukan sebagai penulis Skenario dan masih bekerja di RCTI.

Sementara saya hanya anak kampung dari pinggiran Kota Cilegon. Usia 16 tahun dan datang ke Rumah Dunia terkadang masih berseragam Madrasah Aliyah.

Kelas menulis Rumah Dunia angkatan ke-5 menjadi kegiatan rutin di akhir pekan. Setahun dua tahun di Rumah Dunia, tidak ada karya satu pun lolos ke media. Tapi di masa itu juga banyak belajar banyak tentang organisasi, kerelawanan, dan kemampun berdiskusi.

Sebab keterlambatan saya menulis adalah banyak typoo, apalagi penggunaan huruf G, A, dan H yang sering tertinggal tanpa di sadari. Ini pun menjadi pertanyaan besar, kenapa bisa terjadi? Bahkan hingga saat ini pun masih saja terjadi.

Napak Tilas Menjadi Penulis

Lalu, pecah telur ketika mengikuti sayembara penulisan cerpen nasional di tahun 2007. Cerpen berjudul "Boneka Gajah yang Bisa Bertelur" mendapatkan penghargaan juara ketiga, mengalahkan ribuan cerpen lainnya dari penulis seluruh Indonesia.

Dahulu, ketika teknologi dan media sosial tidak secanggih sekarang, menjadi penulis itu tidak bisa instan. Warnet hanya ada di kota. Perjuangan berat untuk bisa layak muat di sejumlah media cetak nasional.

Proses menulis selanjutnya harus belajar teknik kepenulisan dari para penulis terkenal. Membaca buku lebih banyak. Mempelajari kriteria media yang memuat karya cerpen.

Saat itu, ada tiga penulis yang kemudian menjadi kiblat dalam proses kreatif yang saya alami. Menceritakan detail karakter, seting tempat dan waktu, bisa belajar dari buku-buku karya Mas Gola Gong.

Sedangkan memberi bumbu rasa dalam tulisan bisa belajar dari karya Asma Nadia. Serta membuat alur cerita yang simpel dan kalimat penuh makna dari karya Gus Tf Sakai.

Memasuki tahun 2009, keberadaan halaman sastra di Koran Radar Banten menjadi nafas segar bagi para penulis muda. Koran terbesar di Banten inilah, banyak cerpen dan puisi kemudian dimuat. Penulisan esai dirambah ketika ada halaman Gagasan di Koran Banten Raya. Ini menjadi titik dimana perjuangan panjang selama ini telah menuai hasilnya.

Proses panjang mengasah kemampuan menulis. Dari Mas Gong banyak kesempatan emas telah diberikan. Tahun 2010 pertama kali terlibat menjadi co-writer  Mas Gong dalam penulisan Skenario FTV di SinemaArt. Menjadi titik awal karier dalam penulisan skenario film.

Masih penasaran dengan tantangan, 2013 kemudian menjadi wartawan di Koran Banten Pos. Karier terpanjang hingga saat ini setelah menjejaki berbagai perusahaan media dan kini menghantarkan menjadi Humas dan Media di Kampus Al-Khairiyah Cilegon.

Saat menjadi wartawan, sejujurnya sempat membunuh kreatifitas menulis sastra. Kesibukan menjadi wartawan yang ditargetkan mendapatkan sejumlah berita dan menjalankan proyeksi liputan, membuat tidak bisa lagi berpikir menulis novel.

Tantangan Menulis Novel

Kembali pada cerita di awal, ketika diminta Mas Gong untuk menulis Novel, kilas balik belasan tahun terasa jadi nafas panjang yang berubah pendek dan dalam

"Ya, Insya Allah, " jawab saya.

"Sudah waktunya harus ada buku sendiri," kata Mas Gong memberi keyakinan.

Saya sendiri sudah lupa jika harus menyebutkan buku apa saja yang tergabung dalam antologi kepenulisan selama ini. Meski belum ada novel, sebenarnya ada dua buku yang saya tulis tapi bukan karya komersil.

Tahun 2016 mendapat kesempatan belajar menulis ke Singapura. Buku "Tiga Cinta, Aku dan Ibu" menjadi buku pertama yang ditulis sendiri dan diterbitkan Gong Publishing bekerjasama Kemendikbud RI. 

Lalu, tahun 2019 memenangkan lomba penulisan Buku Cerita Rakyat Banten dan penerbitan dibawah tanggungjawab Kantor Bahasa Banten.

Salut dengan para penulis yang mampu menulis novel. Perjuangan dan konsisten membutuhkan energi yang besar.

Sudah saatnya, menjawab tangangan Mas Gong, beliau tidak hanya sebagai guru, namun juga didapuk sebagai Duta Buku Indonesia, meneruskan perjuangan Najwa Sihab dan Andy F Noya.

"Berdaya dengan Buku" menjadi program yang akan dikerjakan sebagai Duta Baca Indonesia.

Saya adalah murid yang belajar banyak dengan Mas Gong, yakin jika program yang dibuat Mas Gong hasil dari renungan, akumulasi dari pengalaman, diskusi bersama penggiat literasi, dan perjuangan menebarkan semangat literasi ke penjuru  daerah di Indonesia.

Tak hanya menjawab tantangan menulis novel, juga harus mendukung perjuangan Duta Baca Indonesia.

Program "Berdaya dengan Buku" Duta Baca Indonesia, seperti kilas balik proses belajar menulis bersama Mas Gong. Kemampuan menulis ternyata mampu memberdayakan saya dan menjawab bahwa menjadi penulis pun bisa jadi profesi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun