Suara gelak tawa dan ocehan anak-anak terdengar keras hingga ke dalam rumah. Saya melihat dari jendela. Anak-anak sedang bermain sepak bola di taman depan rumah.Â
Dasar anak-anak, diliburkan dari sekolah dan diminta belajar di rumah malah asik bermain bebas di luar rumah.
Saya kemudian tertarik untuk mendekati mereka. Dari bawah pohon saya hanya berdiri mengamati. Mereka adalah anak kampung belakang komplek yang biasa bermain di tanah fasum.Â
Sejenak saya berpikir, di tengah orang dewasa was-was dengan penyebaran covid-19, anak-anak malah asik dengan dunianya. Bahkan sejak Gubernur Banten mengumumkan Kejadian Luar Biasa (KLB) virus corona pada hari minggu lalu, warga komplek benar-benar mengikuti intruksi isolasi diri di dalam rumah.Â
"Sekolah libur ya, dek?" Saya bertanya ketika mereka sudah berkumpul istirahat.
"Libur Om. Asik liburnya lama gara-gara corona," kata salah satu anak disambut dengan gelak tawa anak lainnya.
Saya hanya tersenyum menanggapinya. Bebas sekali pikiran anak-anak.Â
"Kalian tidak belajar?"Â
"Kata Bu Guru, belajarnya online. Tapi gak ngerti gimana," katanya polos.
"Lho, terus tidak belajar?"
"Gak punya HP. Bapaknya juga lagi kerja," anak lainnya menanggapi.
Saya kemudian meninggalkan mereka. Kembali ke ruang kerja. Sejenak berfikir. Sekolah libur tanpa kesiapan orang tua mendampingi anak untuk belajar daring.
Meliburkan sekolah untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19 memang cukup efektif. Hanya saja pelaksanaan belajar daring di rumah masi belum efektif dilaksanakan. Orang tua belum menguasai cara belajar daring yang dianjurkan oleh Presiden RI. Meski pun setiap orang memiliki ponsel pintar, belum tentu bisa menguasai aplikasi di dalamnya.
"Banyak guru juga yang tidak paham dengan belajar daring," kata istriku. "Di grup whatsapp alumni Prodi Pendidikan SD saja, mereka kesulitan menghubungi wali murid."
Melihat situasi seperti ini, anak-anak mendapatkan kemerdekaan sesungguhnya. Selama 14 hari kedepan mereka bebas bermain sesuai dengan dunianya. Tidak ada beban belajar yang menjadi rutinitas.
Tidak bisa menyalahkan mereka, anak-anak hanya menjalankan intruksi libur selama dua pekan. Kebijakan yang dibuat tidak memperhatikan kondisi sosial rakyat kecil yang belum melek teknologi informasi.Â
Ingin rasanya seperti anak-anak. Meski pun virus covid-19 bisa mengancam siapa saja, mereka bebas tanpa terpengaruh isu yang membuat banyak orang panik dibuatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H