Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berkemah di Alam Bebas Bersama Anak, Berikut Manfaatnya

15 Januari 2020   06:06 Diperbarui: 15 Januari 2020   23:38 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kemah di Bukit Waruwangi (dokpri)

"Cha, gak mau keluar?" tanya saya kepada Chava yang sejak magrib berdiam diri nonton tv.

Biasanya anak 5 tahun itu selalu pergi ke luar rumah untuk bermain bersama teman sebayanya. Pergi untuk jajan di warung tetangga. Atau pergi ke rumah tantenya di ujung jalan.

"Gak, takut ada momok (sebutan lain setan)" jawabnya. Ada ketakutan di raut wajahnya.

"Kata siapa?"

"Kata Nenek."

Saya dan Istri saling pandang. Sejak Chava kecil kami sudah sepakat untuk tidak mengeluarkan kata-kata larangan dan menakut-nakuti dengan hal apa pun. Kami paham dengan banyak larangan akan membuat anak tidak bisa ekplorasi kemampuannya. Justru akan menghambat tumbuh kembangnya untuk bisa percaya diri dan mandiri.

Istri pernah bercerita, sejak Ibu mertua sering menginap di rumah, sering mengeluarkan kata-kata larangan kepada Chava agar tidak bermain ke luar rumah.

Pernah suatu saat Nenek mengatakan dalam kegelapan ada setan yang siap membawa kabur anak yang berkeliaran di malam hari. 

Ibu mertu bermaksud melarang Chava untuk tidak main setelah ngaji. Membiarkan anak bermain di luar rumah pada malam hari itu bahaya.

Namun rupanya setelah menakut-nakuti itu, tiba-tiba ada pemadaman listrik. Chava di halaman rumah menjerit-jerit dengan kencangnya. Bahkan ketika lilin menerangi rumah, Chava masi ketakutan.

Dari kejadian itu Chava tidak pernah lagi main ke luar rumah saat malam hari. Namun lama-lama kami jadi khawatir, Chava tidak mau diajak pergi pada malam hari. Tidak mau ikut ke masjid untuk solat magrib dan isa. Hingga ke kamar mandi saja harus ditemani.

"Takut gelap ada momok," katanya.

Saya dan istri mulai khawatir. Anak memang lebih nurut tidak main ke luar rumah pada malam hari. Tapi ini jika dibiarkan akan menjadi tidak baik untuk masa perkembangannya.

Dampaknya mengkhawatirkan, Chava tidak mau mendengarkan nasehat atau pun penjelasan kami. Baginya keluar pada malam hari adalah ketakutan.

Setelah berdiskusi panjang dengan istri bagaimana cara mengembalikan kepercayaan diri terhadap anak, kami mulai dengan melakukan kegiatan di halaman rumah.

Di depan rumah kami cukup luas dan sejuk dengan pohon mangga dan jambu air yang bersandingan. Di bawah pohon jambu saya mendirikan tenda untuk menarik perhatian anak ikut berkemah.

Berkemah menjadi pilihan karena Chava paling suka jika diceritakan tentang petualangan.

Mulanya Chava masi enggan keluar. Saya duduk-duduk di depan tenda. Sesekali masuk untuk tiduran. Namun Chava hanya melihat dari jendela saja.

Sampai akhirnya Chava keluar ketika anak-anak tetangga tertrik ingin bermain di tenda. Chava keluar dengan berlari sekencangnya. Masi ada raut ketakutan di wajahnya. Chava enggan bermain dan selalu duduk di pangkuan saya. Mulutnya selalu berkata ada momok.

Malam-malam selanjutnya, saya alihkan belajar mengaji di tenda. Makan malam di depan tenda. Chava mulai bisa menikmati permainan kemping. Bahkan sebelum magrib sudah sibuk mendirikan tenda.

Satu minggu berhasil dijalankan. Sampai kemudian Chava mengatakan, "Di cerita petualang itu kan bisa lihat bintang dan bulan dari atas gunung."

Ide gila muncul, saya mengajak istri untuk berkemah di alam sebenarnya. Karena sejak remaja kami suka mendaki gunung, istri pun menyetujui.

Pilihan tempat berkemah tentu yang tidak membahayakan. Maka dipilihlah tempat wisata di Farm Bukit Waruwangi. Perjalanan mudah ditempuh dengan kendaraan tanpa ada pendakian.

Farm Bukit Waruwangi adalah sebuah peternakan yang juga dijadikan tujuan wisata baru di Banten. Lokasinya di sebuah puncak gunung dan di kelilingi gunung lainnya. Pada malam hari  diperbolehkan untuk berkemah.

Ketika diajak berkemah Chava tidak menunjukan ketakutan apa pun. Ia hanya senang bisa jalan-jalan. Begitu juga ketika sampai di lokasi. Chava bahagia ketika melihat sejumlah sapi sedang merumput. Chava juga sangat antusias ketika mengunjungi tempat penangkaran rusa.

Hingga menjalang senja, kami mulai mendirikan tenda. Chava sangat antusias membantu (bikin lebih repot) saat mendirikan tenda.

"Kita pulang kapan, Yah?" tanya Chava.

"Kita kan sedang berkemah. Jadi besok pulangnya," saya cukup berhati-hati mengatakannya.

"Pulang yuk. Nanti ada momok," Chava merajuk ketika memasuki waktu magrib.

Istri mengajak Chava masuk ke dalam tenda. Mencoba mengalihkan perhatian dengan banyak cara. Bercerita, memberi makanan, susu, dan  lainnya.

Hingga pukul 19.30 WIB kami hanya di dalam tenda saja. Sampai kemudian Chava bosan. Nah saat bosan ini kami punya rencana akan menyalakan api unggun. Kami juga membawa jagung dan sosis yang bisa dipanggang.

Pada momen ke luar dari tenda, Chava masi bertanya-tanya dengan adanya momok. Apalagi di atas gunung dan di antara hutan terlihat gelap dan sepi. Sejumlah pengunjung yang berkemah dengan jarak yang saling berjauhan.

Setelah api menyala, jagung dan sosis mulai dipanggang. Chava mau ke luar. Rupanya dia sangat suka sekali bermain api unggun. Biasanya makanan yang disantap saat kemah di depan rumah sudah siap makan dari dapur.

Langit agak mendung malam itu. Keberadaan bulan yang samar-samar cahayanya itu cukup membuat Chava senang. Apalagi banyak kunang-kunang. Chava juga mulai penasaran dengan bunyi berbagai serangga. Chava mulai mengulas cerita petualangan yang sering dibacakan oleh Ibunya.

Hingga pukul 21.00 WIB, Chava mulai ngantuk. Di dalam tenda Chava tidak rewel dan cepat tidur. Chava tertidur dengan pulasnya hingga pagi hari.

Saya paham betul berkemah di tengah hutan beresiko adanya bahaya. Namun perlu diperhatikan adalah kebutuhan perlengkapan yang harus disiapkan, seperti pakaian tebal dan jaket untuk menangkal dinginnya malam. Lotion anti serangan serangga. Membawa sejumlah mainan dan makanan untuk memberikan kenyamanan.

Namun dari itu semua yang paling penting adalah peran orang tua yang harus memberi perlindungan dan membuat anak nyaman. Memberikan kesempatan anak untuk melakukan berbagai pekerjaan bersama juga melatih kemandiriannya.

Saat perjalanan pulang, Chava mengungkapkan pengalaman pertama berkemah membuatnya senang. Chava juga sudah percaya di kegelapan tidak ada momok.

"Di hutan aja tidak ada momok, ya kan, yah?" katanya.

Senang rasanya ketika memberikan pendidikan kepada anak tidak hanya dengan kata-kata. Mengajak anak berkemah untuk merasakan langsung di alam bebas. Apalagi dapat meningkatkan kepercayaan diri sekaligus melatih kemandirian.

Keinginan Chava untuk berkemah lagi menandakan ada kepercayaan diri yang dibangun, serta menghilangkan rasa takut dengan sesuatu yang tidak ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun