Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prof. Ngainun Naim: Sosok Teladan yang Murah Ilmu

22 Maret 2022   14:31 Diperbarui: 22 Maret 2022   14:43 1814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua pembahasan sebelumnya: Kecakapan Intelektual dan konsistensi dalam berkarya-yang ada di dalam diri Prof. Naim, secara haqqul yakin saya meyakini bahwa hal itu banyak dipengaruhi spirit literasi yang begitu besar terbenam di dalam diri beliau. Berkaitan dengan hal itu, di beberapa pertemuan beliau sesekali menceritakan latarbelakang dan proses terjalnya menyelami dunia literasi. 

Spirit literasi yang terbenam di dalam diri beliau secara tegas dinyatakan bahwa hal itu ditenggarai kekagumannya terhadap sosok sang Bapak yang berprofesi sebagai guru. Almarhum Bapak Kalip Surjadi setiap pagi kerapkali menenteng banyak buku tatkala hendak berangkat kerja (Allah Yarham). Semoga saja ingatan saya tidak salah. Dan itu menurut Prof. Naim kecil sangatlah keren dan elegan. Di samping itu, beliau juga banyak termotivasi untuk getol menggeluti dunia literasi setelah melihat keaktifan menulis beberapa dosennya tatkala beliau duduk di masa kuliah. Bahkan, di masa-masa duduk di bangku kuliah strata satu (S-1) itu pula beliau banyak bergelut dengan buku-buku yang meningkatkan gairah literasi beliau. 

Pernah pula satu waktu beliau menceritakan bagaimana perjuangannya mengirimkan naskah ke koran lokal dan Kompas. Penolakan demi penolakan terhadap naskah yang beliau buat lantas tidak menyebabkannya putus asa, karena beliau sendiri menyadari, bahwa dimuatnya tulisan di koran bergengsi tidak lepas dari proses kompetisi yang ketat. Sehingga hanya naskah terbaik, bersanad dan berbobotlah yang akan dimuat di kolom opini. Sedang dimuatnya tulisan di koran Kompas adalah salah satu kebanggaan tersendiri di zaman itu. Ada persepsi yang berlaku pada zaman itu, bahwa kapasitas dan kualitas keilmuan seseorang dapat diukur dengan dimuat-tidaknya tulisan miliknya di koran bergengsi. 

Persepsi kompetisi dalam berliterasi yang ketat di ruang publik itu pula yang banyak menstimulus lahirnya geliat literasi yang kian membara dan tak ada habisnya dalam diri Prof. Naim. Bahkan, spirit literasi yang membara itu beliau tularkan secara cuma-cuma kepada setiap orang yang mau mengikuti jejaknya. Sebagai bukti konkretnya, beliau tidak pernah menolak jika seusai seminar atau pelatihan kepenulisan beliau didaulat sebagai pembina grup WhatsApp berbasis literasi. Dalam grup itu, beliau tidak semata-mata bernaung tanpa kontribusi melainkan justru beliau langsung mencontohkan, memberikan kritik dan saran. 

Di lain waktu beliau juga begitu murah ilmu tentang kepenulisan. Tentu murah di sini bukan berarti murahan, melainkan gemar berbagi dan mengayomi penulis pemula. Tak jarang beliau mengajak khalayak ramai untuk membuat buku antologi, mengompori secara personal untuk sesegera mungkin membuat buku solo dan beliau juga tidak segan mengajak mahasiswanya untuk berkolaborasi dalam membuat artikel jurnal. Utamanya beliau akan sangat merasa senang, manakala ada anak ideologis-nya yang tiba-tiba meminta kata pengantar untuk buku solo-nya. Bahkan, beliau sempat menegaskan sendiri bahwa setiap anggota grup WhatsApp berbasis literasi secara pasti akan dengan senang hati dibuatkan kata pengantar tanpa terkecuali. Dan itu pasti.

Bagi saya pribadi, ketiga poin yang telah dipaparkan di atas: Perihal kecakapan intelektual, konsistensi dalam berkarya dan geliat literasi yang membara sudah sangat eksplisit menegaskan kiprah intelektualitas Prof. Naim. Meskipun secara sadar, apa yang saya sampai di atas mungkin hanya alakadarnya dan jauh dari kata sempurna. Tentu hal itu bersifat subjektif dan argumentatif. 

Selain itu beliau memang sosok teladan dan tangguh dalam hal menyelami dunia literasi. Beliau secara istikamah berusaha menanamkan kesadaran kepada khalayak, bahwa memiliki dan menggeluti dunia literasi itu bukanlah hal yang sia-sia. Sebab, membaca adalah jalan kita untuk banyak mengaca, menganalisa dan memperkaya diri. Sedang menulis adalah cara kita mengada melampaui bentangan zaman. 

Tulungagung, 22 Maret 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun