Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Hibriditas Pergerakan Nasionalisme Boedi Oetomo di Hari Dua Puluh Puasa Ramadan

2 Mei 2021   23:37 Diperbarui: 3 Mei 2021   00:02 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada masa-masa awal pendirian dan berkembang, organisasi Boedi Oetomo sempat mengadakan ekspansi partisipan-simpatisan dan menghelat dua kali Kongres. Upaya membesarkan organisasi dengan jalan ekspansi persahabatan itu berhasil menggandeng sekolah OSVIA Magelang, sekolah pendidikan guru (Normaalschool) Yogyakarta dan sekolah Menengah Petang (Hogere Burgerschool) Surabaya, (Winahyu dkk., 2017: 90-91).

Melalui ekspansi persahabatan ini pula jumlah anggota Boedi Oetomo berlipat ganda dari jumlah sebelumnya. Dikatakan, sebelum kongres perdana tercatat jumlah anggota sebanyak 650 orang. Jumlah itu tersebar di STOVIA dan sekolah cabang-cabangnya. Itu berarti semua anggotanya adalah mahasiswa.

Selain berhasil membagun ikatan emosional di antara sesama anggota terus beranak-pinak jumlahnya, para pendiri Boedi Oetomo juga berusaha menjalin hubungan kekeluargaan dan mengambil hati para priyayi guna mendapatkan dukungan dan izin dari kompeni Belanda. Dikatakan, sikap sosial dan integritas personal yang dimiliki oleh para pengurus sangatlah baik sehingga mempermudah segala macam proses berkembangnya pergerakan organisasi tersebut.

Winahyu dkk. (2017: 93-94) menyebutkan di antara sikap kesalehan sosial yang dimiliki secara personal oleh anggota Boedi Oetomo khususnya yang melekat pada diri para pendiri organisasi pergerakan nasional ini ialah; jujur, disiplin, tanggung jawab, gotong royong, emansipasi, percaya diri, patuh nilai dan norma, serta sopan santun.

Jika saya meminjam istilah yang digunakan oleh Cak Nur (Nurcholish Madjid), kesalehan sosial yang dimiliki oleh setiap anggota Boedi Oetomo ini tidak lain karena mereka memahami tatanan kehidupan sosial masyarakat Hindia-Belanda sangatlah beragam dan penuh harmoni. Maka selaiknya mereka mengindahkan persamaan di antara sesama manusia (al-Musawah), persaudaraan berdasarkan iman (ukhuwah islamiah) dan sesungguhnya sesama manusia adalah saudara berdasarkan sisi kemanusiaan (ukhuwah insaniyyah).

Keberhasilan dalam menjalin hubungan sosial yang mengena mengakibatkan bertambahnya jumlah anggota. Sementara di sisi lain, pada kenyataannya hal itu juga mengantarkan terjadinya rapat kedua di STOVIA pada 8 Agustus 1908 dengan menghasilkan empat keputusan mengenai kongres perdana yang akan segera dihelat dalam waktu dekat.

Pertama, menjadikan Yogyakarta sebagai tempat perhelatan kongres. Kedua, kongres terbuka untuk umum. Ketiga, setiap cabang wajib mengirimkan utusan, minimal 1 perwakilan. Sedangkan yang terakhir, yakni menjadikan Dr. Wahidin Sudirohoesodo sebagai ketua Kongres, (Robert Van Neil, 1984).

Atas dasar itu, maka kongres perdana pun akhirnya dihelat pada 3-5 Oktober 1908. Kongres yang dihelat di sekolah pendidikan guru dihadiri oleh 300 peserta dari berbagai kalangan dan mengahasilkan tiga keputusan; 1) pembentukan pengurus resmi organisasi Boedi Oetomo; 2) penetapan R. A. A. Tirtokoesoemo sebagai ketua organisasi dan ; 3) Perjuangan memperjuangkan nasib masyarakat Indonesia, khususnya dalam bidang sosial dan pendidikan. 

Menurut Gamal Komandoko (2008: 66), uniknya dalam formatur pengurus resmi organisasi pergerakan Boedi Oetomo tersebut tidak menyertakan satu pun para pendiri organisasi tersebut. Alasannya, karena mereka masih sibuk dengan tugasnya sebagai mahasiswa, sehingga kalangan priyayi tua yang telah memiliki pengalaman adalah pilihan yang tepat.

Namun sayang, ambisi untuk memperjuangkan nasib masyarakat Indonesia dalam bidang sosial dan pendidikan itu pada akhirnya melempem juga. Hal itu dibuktikan dengan ketidakhadiran para pendiri untuk mempertahankan argumentasi dan pendiriannnya dalam kongres kedua, yang dihelat pada 10-11 Oktober 1909 di gedung Mataran Yogyakarta. 

Alhasil, pada jalan perhelatan kongres yang kedua ini hanya banyak menyampaikan laporan keuangan dari kegiatan Boedi Oetomo dan selebihnya mengikuti dekrit dari kolonial Belanda. Bahkan peserta yang hadir pun sangat jauh dari angka sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun