Begitulah gerangan rasa penasaran itu membuncah di dalam kepala. Kalau dibolehkan, saya ingin menyebut pelatihan menulis ini dengan istilah nyeleneh. Nyeleneh di sini, maksudnya dapat diartikan keluar dari keumuman yang ada. Bukan bertujuan suudzon atau apa, yang jelas kata nyeleneh ini yang menurut saya pas untuk merepresentasikan perhelatan acara yang tidak biasa.
Mungkin, ini bisa dibilang satu hal nyeleneh lain daripada ke-nyelenehan yang dibuat Mas Isa Alamsyah (suaminya mbak Asma Nadia) tatkala menyampaikan materi kepenulisan di kolam renang dengan telanjang setengah dada. Terkait seperti apa materi yang disampaikan oleh Mas Isya Alamsyah, sudah saya paparkan dalam satu artikel dengan judul; Antara Kolam Renang, Isa Alamsyah dan 4 Level Malu dalam Menulis.Â
Justru karena ke-nyelenehan itu pula materi yang disampaikannya menjadi lebih renyah dan mengena bagi para pendengarnya. Enak didengar mudah dicerna, dan ngeh di hati serta merasuk pemahaman di dalam kepala.
Terlebih lagi, cara penyampaian materi dari Kang Tendi berbentuk telling stroy bercampur motivasi yang disempurnakan dengan interaktif diskusi. Konsep itu awalnya dibuka dengan video perkenalkan profile dari Kang Tendi dan pengelola Komunitas Menulis Online (KMO) Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan segerombolan chat bak standing speech di podium, di mana ruang dan waktu hanyalah milik pemateri, sementara peserta pelatihan diwajibkan menyimak dengan membaca cepat saja.Â
Sesekali beliau mengumbar tanya dan tawa yang lumayan sedikit garing tapi lama-kelamaan lumer juga. Lumayanlah, banyak memancing gelak tawa tumpah ruah ke muka. Tak lupa pula deretan alasan kenapa kita harus menulis disodorkannya. Disebutkan, tokoh-tokoh yang sukses di jagat raya pun mereka gila akan membaca, bahkan sampai ada yang meluangkan waktu 10 jam dalam sehari khusus untuk membaca.Â
Tidak hanya itu, kegemaran atas membaca dan menggeluti dunia literasi itu pun menjadi satu persoalan yang benar-benar serius dan dibutuhkan, karena mencecap hidup tanpa wawasan pengetahuan yang memadai jatuhnya justru kita selalu diposisikan sebagai korban atas ketidaktahuan. Korban ketidaktahuan yang akan mudah hilang dalam hening kuburan zaman. Lantas tidak heran jika ada orang yang membuat ruang rahasia khusus hanya untuk menaruh jendela peradaban, perpustakaan.Â
Dalam pungkasan materi, pemateri pun membuka ruang perdiskusian, di mana setiap orang punya hak suara untuk bertanya yang leluasa melalui fitur mini podcast yang ada pada telegram. Ajib! Pokoknya keren deh. Dan saking kudetnya saya, saya baru tahu kala itu kalau dalam telegram juga memiliki fitur live podcast layaknya dalam aplikasi Google Meet. Shit men.Â
Konsep penyampaian materi yang demikian, memberikan gambaran seakan-akan tidak ada sekat di antara Coach Tendi dengan para peserta yang masih awam tentang kepenulisan seperti saya ini. Terlebih di penghujung acara, ada ruang khusus untuk menjalin interaksi tanpa segan. Yang terpenting, saya sekarang menjadi lebih tahu, kalau perhelatan pelatihan melalui kanal telegram lebih mengasyikkan.Â
Selain memiliki kewajiban mengaplikasikan materi yang telah disampaikan, masing-masing peserta juga harus memopa geliat menulis itu untuk terus terjaga setiap waktu dalam selang setiap pertemuan. Tak lupa pula, sebagai penutup dari sesi pertmuan pertama beliau pun memberikan bingkisan tugas yang harus terselesaikan tepat waktu.
Tugas pertama yang harus dikerjakan, yakni membuat ikrar, menuliskan kesan-kesan di Instagram dan mengajak lima teman untuk bergabung di batch selanjutnya. "Barangkali saja melalui perantara ajakan kalian, nantinya akan melahirkan penulis beken lain pada masa", begitu tukasnya.Â
Ah, akhinya tak ada keraguan sedikitpun tatkala saya menuliskan rangkain kata dalam ikrar ini. Setiap orang berhak mengejar dan mewujudkan mimpinya. Yang terpenting adalah jangan hanya sekadar menyimpan mimpi itu dalam angan dan memposisikannya dalam bunga tidur belaka, kita perlu mengupayakan sekuat tenaga untuk meraih dan mewujudkannya.Â