Akhirnya, alur percakapan pun harus terhenti tatkala lelaki paruh baya itu memanggil seorang anak muda (selanjutnya, red; mas montir) yang usut punya usut ia adalah pemilik bengkel itu. Ceritanya muda punya usaha, begitu kali tagline-nya. Sementara bapak yang belum sempat menyebutkan namanya tadi adalah salah seorang karyawan di sana.Â
Tidak hanya memanggil, bapak itu pun sempat mempertanyakan fungsi satu part tertentu kepada mas montir. Lantas bersamaan dengan keluarnya mas montir menuju arah motor saya yang bocor, sang bapak pun berpamit diri dengan menggondol beberapa perkakas montir yang entah ke mana tujuannya.Â
Tanpa basa-basi, mas montir langsung sat-sit-set membongkar ban motor yang ada di hadapannya, sementara saya malah larut dalam kilas balik rentetan tragedi ban bocor yang pernah menimpa sebelumnya.
Kilas Balik Tragedi Ban Motor
Tragedi ban bocor terhangat terjadi seminggu yang lalu. Tepatnya, Rabu, 7 April 2021. Kebocoran ban itu terjadi selepas saya menggenapkan dahaga di warung Mak Ana. Saya tidak tahu persis ban motor bagian belakang itu tertusuk paku di daerah mana, yang jelas kebocoran itu baru saya sadari sesampainya di depan kos.Â
Tak butuh waktu lama, motor pun langsung saja saya standar dua, terparkir di garasi untuk diperiksa. Untuk beberapa saat, saya dibuat sibuk mencari-cari bekas tusukan paku itu terletak di bagian sisi ban sebelah mana.Â
Tak lama berselang, benar saja bekas tusukan paku itu jelas terlihat di bagian sisi kanan ban. Sebagai solusi, keesokan harinya saya memilih untuk mengganti ban dalam di bengkel Honda resmi, Ahass Asri motor namanya.
Tragendi ban motor lain juga sempat terjadi di penghujung tahun 2020 yang lalu. Pertama, tragedi itu terjadi pada malam tanggal 25 Oktober 2020 dalam perjalanan dari Tulungagung menuju Gresik. Kejadiannya bermula dari laju motor yang lumayan kencang hingga akhirnya ban menerjang jalan berlubang berkali-kali, tak berselang lama, ban bagian belakang pun meletus seketika.Â
Bagi saya pribadi, kejadian malam itu bisa maklumi, sebab kami (rombongan) mengambil jalur pintas arah Kediri-Jombang melalui jalan yang sedang diperbaiki. Melalui cahaya lampu motor yang remang-remang, tampak sebelah sisi jalan belum tuntas dalam proses konstruksi dasar untuk beton, sementara sisi lainnya yang dipenuhi kejutan lubang digunakan untuk berlalulalang kendaraan. Ironis memang, terlebih lagi kami berkendara di gegap gempita malam.
Kurang lebih pukul sepuluh malam kejadian itu menimpa saya. Untungnya, saya tidak berangkat sendirian, alhasil teman-teman yang lain dengan sigap mengetuk-ngetuk pintu tukang tambal ban yang jaraknya kurang lebih 100 meter dari tempat kejadian. Sangatlah mungkin, beliau pemilik tambal ban telah terlelap dalam pangkuan malam, sebab tatkala ia keluar rumah matanya masih memerah sebam dan parau suaranya masih sangat sayup-sayup terdengar.Â
Cukup memakan waktu setengah jam, hanya untuk mengganti ban dalam. Itu pun harus diganjar dengan bayaran harga yang bukan kepalang. Orang Jawa bilang "larang temen". Namun sungguh tak apa, saya pikir harga itu setimpal dengan perjuangan dan ketidaksopanan yang telah kami perbuat kepadanya-menyita waktu istirahat beliau.Â