Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hikmah di Balik Ban Bocor

16 April 2021   00:49 Diperbarui: 16 April 2021   00:54 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Siapa sangka di balik kejadian kecil yang kita anggap sebagai musibah, ternyata bagi yang lain adalah berkah", Dewar Alhafiz.

Setengah perjalanan pulang dari bimbingan belajar privat di desa Ngebong, Kecamatan Pakel, secara mendadak laju motor yang saya kendarai terasa tidak enak. Rasa-rasanya tidak seperti keadaan semula, beberapa saat sebelumnya. 

Rasa tidak percaya bercampur waspada kala itu berkecamuk hebat di dalam dada, saya pun bergegas memastikannya. Kira-kira apa yang menjadi sebab permasalahannya. Dari mana muara perkara itu bermula.

Sembari mengurangi kecepatan laju motor menjadi pelan-pelan, satu sampai dua menit saya sibuk meraba-raba dengan penuh perasaan terkait permasalahannya. Pertama, saya berusaha merasakan sensasi berjalan di jalur yang lurus seperti apa. 

Kedua, saya berusaha melepaskan tangan kiri dari stang motor, keadaan stang pun agak sedikit kurang stabil. Ketiga, saya berusaha mengatur ritme jalannya motor dengan sedikit jig-jag (berkelok-kelok kecil). Dan benar saja, ban bagian depan ternyata bocor. 

Seketika, motor yang ditunggangi pun saya arahkan ke bibir jalan. Motor berdiri tertahan standar. Saya pun turun guna memastikan seberapa parah ban itu bocor. Untungnya masih ada sedikit angin yang tersisa di dalam ban, sehingga cukup untuk mencari bengkel atau tukang tambal ban terdekat di daerah sekitar. 

Bak disapa teman dari kejauhan, kala itu untuk beberapa saat saya membuang waktu dengan celingukan sana-sini. Membuang pandangan dari ujung Selatan ke Utara, dari sisi Timur ke sisi Barat. Celingukan saya kali ini bukan sedang sandiwara mencari jalan pulang maupun untuk menarik gelak tawa, melainkan mencari solusi permasalahan itu terletak di mana. 

Ohya, lokasi saya berhenti tidak jauh dari pertigaan menuju tempat Argo Wisata Blimbing Mulyono Desa Moyoketen, Kalituri, Waung, Kecamatan Boyolangu. Tepatnya, lebih dekat dengan jembatan gantung yang menghubungkan dua pinggir kali Ngrowo. Mungkin bagi penduduk asli Tulungagung, tempat itu tidaklah asing, sehingga tahu persis letak kordinat itu ada di mana. 

Tak lama kemudian, saya memutuskan untuk menyusuri jalan menuju arah timur hingga akhirnya menemukan satu bengkel yang letaknya persis pada bagian kiri jalan. Awalnya saya kebablasan, namun dengan segera saya langsung berbalik badan. 

Sesampainya di bengkel tersebut, saya disapa oleh lelaki paruh baya yang entah siapa namanya. Pertama, ia menanyakan apa permasalahan yang menimpa motor saya. Kedua, menanyakan asal dan tujuan saya hendak ke mana. Lalu tenggelamlah kita berdua dalam percakapan yang lebih intens terkait alamat tinggal, pekerjaan dan Lain sebagainya.

Akhirnya, alur percakapan pun harus terhenti tatkala lelaki paruh baya itu memanggil seorang anak muda (selanjutnya, red; mas montir) yang usut punya usut ia adalah pemilik bengkel itu. Ceritanya muda punya usaha, begitu kali tagline-nya. Sementara bapak yang belum sempat menyebutkan namanya tadi adalah salah seorang karyawan di sana. 

Tidak hanya memanggil, bapak itu pun sempat mempertanyakan fungsi satu part tertentu kepada mas montir. Lantas bersamaan dengan keluarnya mas montir menuju arah motor saya yang bocor, sang bapak pun berpamit diri dengan menggondol beberapa perkakas montir yang entah ke mana tujuannya. 

Tanpa basa-basi, mas montir langsung sat-sit-set membongkar ban motor yang ada di hadapannya, sementara saya malah larut dalam kilas balik rentetan tragedi ban bocor yang pernah menimpa sebelumnya.

Kilas Balik Tragedi Ban Motor

Tragedi ban bocor terhangat terjadi seminggu yang lalu. Tepatnya, Rabu, 7 April 2021. Kebocoran ban itu terjadi selepas saya menggenapkan dahaga di warung Mak Ana. Saya tidak tahu persis ban motor bagian belakang itu tertusuk paku di daerah mana, yang jelas kebocoran itu baru saya sadari sesampainya di depan kos. 

Tak butuh waktu lama, motor pun langsung saja saya standar dua, terparkir di garasi untuk diperiksa. Untuk beberapa saat, saya dibuat sibuk mencari-cari bekas tusukan paku itu terletak di bagian sisi ban sebelah mana. 

Tak lama berselang, benar saja bekas tusukan paku itu jelas terlihat di bagian sisi kanan ban. Sebagai solusi, keesokan harinya saya memilih untuk mengganti ban dalam di bengkel Honda resmi, Ahass Asri motor namanya.

Tragendi ban motor lain juga sempat terjadi di penghujung tahun 2020 yang lalu. Pertama, tragedi itu terjadi pada malam tanggal 25 Oktober 2020 dalam perjalanan dari Tulungagung menuju Gresik. Kejadiannya bermula dari laju motor yang lumayan kencang hingga akhirnya ban menerjang jalan berlubang berkali-kali, tak berselang lama, ban bagian belakang pun meletus seketika. 

Bagi saya pribadi, kejadian malam itu bisa maklumi, sebab kami (rombongan) mengambil jalur pintas arah Kediri-Jombang melalui  jalan yang sedang diperbaiki. Melalui cahaya lampu motor yang remang-remang, tampak sebelah sisi jalan belum tuntas dalam proses konstruksi dasar untuk beton, sementara sisi lainnya yang dipenuhi kejutan lubang digunakan untuk berlalulalang kendaraan. Ironis memang, terlebih lagi kami berkendara di gegap gempita malam.

Kurang lebih pukul sepuluh malam kejadian itu menimpa saya. Untungnya, saya tidak berangkat sendirian, alhasil teman-teman yang lain dengan sigap mengetuk-ngetuk pintu tukang tambal ban yang jaraknya kurang lebih 100 meter dari tempat kejadian. Sangatlah mungkin, beliau pemilik tambal ban telah terlelap dalam pangkuan malam, sebab tatkala ia keluar rumah matanya masih memerah sebam dan parau suaranya masih sangat sayup-sayup terdengar. 

Cukup memakan waktu setengah jam, hanya untuk mengganti ban dalam. Itu pun harus diganjar dengan bayaran harga yang bukan kepalang. Orang Jawa bilang "larang temen". Namun sungguh tak apa, saya pikir harga itu setimpal dengan perjuangan dan ketidaksopanan yang telah kami perbuat kepadanya-menyita waktu istirahat beliau. 

Kala itu, saya duduk di bangku yang telah tersedia, persisnya di samping sang bapak yang sibuk membongkar pasang baut. Dari pinggir jalan, tawa-tawa menggelitik rombongan saya masih saja tak mengenal waktu dan "kandang orang". Mereka terus bertingkah masa bodoh seperti halnya di rumah sendiri sembari cekikikan. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Sungguh gila memang.

Kedua, tragendi ban boncor tiga kali dalam satu perjalanan pun sempat saya rasakan. Kejadian itu bermula dari rencana survey ke kota Jember. Beberapa jam sebelum berangkat ke Jember ternyata ban belakang sudah bocor, lantas saya pun bergegas pergi ke tukang tambal ban yang keberadaannya tidak jauh dari kos. 

Sesampainya di sekitar Lumajang, ban belakang itu bocor lagi. Awalnya hendak ditambal, eh dengan terang-terangan bapaknya menemukan keganjilan, di mana ban dalam belakang yang sempat diganti pada saat ban meletus di jalur Tulungagung-Jombang itu ternyata bukanlah ukuran asli yang harus digunakan, melainkan ban dalam depan yang dipasang pada ban dalam bagian belakang. 

Alamak, bentuk kedzaliman apalagi ini Tuhan? Akhirnya, saya putuskan untuk menggantinya dengan ban dalam baru.

Ban baru telah terpasang, kami pun melanjutkan perjalanan menuju kota Jember. Eh, tidak lama sampai di desa tujuan, ban belakang itu bocor lagi. Teman saya yang meminjam motor pun mengeluhkan kejadian. Katanya; "ban dalam yang dipasang bukan ukuran aslinya. Lagian kok ya ada ban bermerek Swalow. Opo kuwi. Alamak. Macam mana pula ini. Lantas siapakah yang benar?

Di bengkel ketiga itulah teman saya mengganti kembali ban dalam belakang sesuai dengan standaritas, bahkan ia request agar dipasangkan ban dalam yang berkualitas sekalian. 

Dari deretan kasus tersebut, saya bersyukur karena masih diberikan keselamatan dalam perjalanan yang panjang. Meskipun tidak terasa, kami (red; saya dan teman saya) pun sempat menaruh curiga dengan seenaknya pada tukang tambal ban tersebut, bahwa ada permainan dalam profesi. 

Ah, tapi sudahlah. Jangan biarkan pikiran ini menerka persoalan yang tidak-tidak. Itu bukan urusan kami dan semoga kebenaran tidak demikian. Bagaimanapun masing-masing kita juga tahu; toh siapa yang berbuat ia yang akan menuai akibat.

Yang jelas, saya berusaha memahami bahwa rentetan panjang kebocoran ban itu tak lain adalah bagaimana proses perpindahan rezeki dari satu tangan ke tangan yang lain. Artinya, dalam persoalan rezeki itu ada subjek yang berstatus sebagai perantara-penjaga titipan dan ada pula tokoh yang menjadi tujuan.

Tak lama kemudian saya terperanjat dari lamunan, mas montir pun sempat berujar, "sampun mas". "Oh, enggeh mas. Pinten?", sahut saya. "Sepuluh ribu mas", mas montir menimpali. 

Sesampainya di kos, kejadian bocornya ban yang sempat saya abadikan di story WhatsApp pun dikomentari oleh salah seorang teman yang pernah sekos. "Cobaen isi gawe nitrogen mas.. awet insyaallah.. (dicoba isi menggunakan nitrogen mas, awet insyaallah)", isi pesannya kepada saya. 

Sekian dan terimakasih.

Tertanda bukan tukang tambal ban.

Tulungagung, 15-16 April 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun