Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Peran Leshutama dalam Upaya Melestarikan Alam Kita

19 Februari 2021   22:40 Diperbarui: 19 Februari 2021   22:58 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bencana banjir juga dipicu karena tidak adanya upaya reboisasi yang gencar dan masif. Upaya reboisasi atau penanaman pohon di lahan-lahan yang tandus dan gundul memang sangat jarang ditemui pada akhir-akhir ini. Terlebih lagi, sudah hampir genap setahun khalayak manusia mengerjakan seabrek tugas hanya dengan menatap layar. 

Hampir-hampir tidak ada kesempatan yang benar-benar ideal untuk melakukan kegiatan melestarikan alam dalam skala besar yang melibatkan banyak orang. Lagi-lagi di sini secara sadar manusia akan menjadikan pandemi Covid-19 sebagai kambing hitam sang biang kerok.

Upaya reboisasi di Tulungagung atau yang dikenal dengan istilah gerakan tandur pohon sebenarnya hampir telah menjadi tradisi yang diagendakan. Tradisi reboisasi ini salah satunya diinisiasi oleh organisasi LESHUTAMA (Lestarikan Hutan dan Penyelamatan Sumber Mata Air) yang terletak di Desa Joho Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung. LESHUTAMA sendiri merupakan salah satu cabang organisasi dari Yayasan Cendekia Nusantara yang didirikan oleh Abdul Muhkosis. 

Dilansir dari website resmi Leshutama.blogspot.com, sosok Abdul Muhkosis dikenal sebagai pemuda inspiratif, influencer dan aktivis lingkungan yang giat menggali potensi alam -utamanya yang ada di sekitar Kalidawir- untuk dikelola, dilestarikan dan dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Tercetusnya LESHUTAMA tidak semata-mata tanpa alasan dan latarbelakang yang mengambang melainkan bermula dari mitos stereotip yang memandang desa Kalidawir sebagai desa primitif dan sering terjadi kekeringan. 

Pada kenyataannya hal itu tidaklah benar, dari hasil penelitian yang intens, mendalam dan  dilakukan dalam rentang waktu yang dapat dipertanggungjawabkan Abdul Muhkosis menyebutkan bahwa di daerah Kalidawir terdapat banyak sumber mata air yang tersebar di beberapa titik. 

Salah satu sumber mata air yang memiliki potensi untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar ialah Ngumbul Banyak Bang. Namun sayang, tatkala itu keadaannya sangat kumuh dan memprihatinkan. Banyaknya sampah yang tercecer di sekitar sumber mata air menyebabkan air sangat tidak layak untuk dikonsumsi warga.

Melihat peluang tersebut Abdul Mukhosis berinisiatif sekaligus bertekad untuk membersihkan tumpukan sampah yang ada di sekitar sumber mata air Ngumbul Banyak Bang supaya nantinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. 

Diwartakan Kompas.com (31/05/2013) langkah pertama yang dilakukan ialah membabat alas di sekitar sumber mata air Ngumbul Banyak Bang. Proses pembabatan alas ini dilakukan secara gotong royong oleh para pemuda setempat. Namun tingkat keberhasilannya sangat bergantung pada semangat pengelolaan dan pelestarian yang dilakukan oleh generasi selanjutnya. 

Setelah empat bulan melakukan penelitian, akhirnya sumber mata air Ngumbul Banyak Bang dapat digunakan secara massal. Dari sekian banyak pemanfaatan, salah satunya, air tersebut disalurkan ke daerah Winong. Salah satu Desa tetangga yang memang selama ini kesulitan mendapatkan sumber mata air bersih, sehingga sering mengalami kekeringan. 

Akhirnya, setelah masyarakat memberikan respon yang positif dan merasakan manfaat dari kehadiran sumber mata air Ngumbul Banyak Bang, Yayasan Cendekia Nusantara sontak langsung meresmikan LESHUTAMA sebagai salah satu cabang organisasi yang dalam sepak terjangnya dikelola bersama dengan masyarakat setempat. 

Ditegaskan pula, tujuan utama dari pembentukan LESHUTAMA bukan semata-mata mengakomodir atas peran penting gerakan penyelamatan sumber mata air, melainkan terdapat tujuan yang lebih greget dan mengena, yakni membentuk sekaligus mewujudkan generasi penerus yang peduli dan peka terhadap kelestarian lingkungan, inspiratif dan menjadi motivasi serta tauladan tersendiri bagi kalangan pemuda untuk memanfaatkan potensi lokal demi kesejahteraan masyarakat. 

Bagaimanapun blue print dalam konteks ini ialah kaderisasi penggiat kelestarian alam sangat penting, terlebih lagi bila kita mengingat ruang gerak dan cara pandang generasi melenial saat ini telah lama terkungkung oleh pragmatisme dan tradisi konsumtif.

Selain fokus menyelamatkan sumber mata air, LESHUTAMA juga bersemangat melestarikan lingkungan hutan dengan mengutamakan kearifan lokal, hal itu dapat dilihat dari rekam jejak upaya reboisasi yang dilakukan di kawasan wisata edukasi Argo Pathuk dari tahun ke tahun. Upaya reboisi yang dilakukan LESHUTAMA tersebut kerap kali kerjasama dengan banyak komunitas yang beragam latarbelakang. 

Sebagai contoh, seperti halnya yang dipaparkan GenPi.co (06/01/2019), dengan mengusung tema Nandur Bareng Upaya Menyelamatkan Ekosistem Argo Pathuk, LESHUTAMA bekerjasama dengan Lembaga penerbitan Mahasiswa Dimensi IAIN Tulungagung, Komunitas Kerukunan Umat Beragama sampai dengan beberapa komunitas motor larut dalam agenda tandur pohon di kawasan Argo Pathuk.

Abdul Mukhosis selaku ketua panitia pelaksana menegaskan bahwa kegiatan tandur pohon di Argo Pathuk sendiri adalah agenda rutin yang dihelat setiap tahun. Lebih tepatnya dilakukan setiap awal tahun. Meski demikian, kegiatan tanam pohon ini tidak hanya dilakukan sekali dalam setahun. Sementara alasan tanam pohon dilakukan di Argo Pathuk tak lain adalah upaya proses branding dan marketing kawasan wisata edukasi Argo Pathuk. 

Selaku penggagas dan pengelola Argo Pathuk, Abdul Mukhosis mempertegas bahwa area wisata edukasi itu tidak lain adalah kawasan observasi hutan sekaligus akses utama menuju komplek wisata Candi Dadi. Salah satu prasasti yang masih kokoh berdiri di bukit Kedungjalin, Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung.

Selain itu, kawasan Argo Pathuk juga dikelilingi oleh prasasti lain, di antaranya; Candi Bubra, Candi Urug, Lumpang Naga dan Sumber Urip yang di sekitarnya terdapat situs goa katak.

Terpusatnya kegiatan reboisasi di Argo Pathuk ini sengaja fokus mengangkat isu-isu lingkungan dengan tujuan melestarikan alam sehingga berdampak pada upaya menjaga keberlangsungan dan kealamian sumber mata air yang ada di daerah setempat.

Padahal dahulu jauh sebelum dikelola, kawasan Argo Pathuk pernah mengalami pembalakan liar dalam skala yang besar. Sebagai dampaknya, ekosistem flora terganggu dan mengurangi populasi fauna, lebih tepatnya kera turun ke pemukiman sekaligus menjadi hama untuk setiap jengkal tanaman pertanian warga.

Pada 5 Januari 2020, LESHUTAMA kembali melakukan reboisasi dengan melibatkan ratusan masyarakat, Kapolres Tulungagung dan puluhan Komunitas di Tulungagung. Puluhan Komunitas tersebut berasal dari berbagai unsur; Komunitas pemuda, pelajar, mahasiswa sampai dengan komunitas lintas agama. Semua elemen yang ada bersatu padu fokus menanam pohon yang mereka bawa masing-masing. 

Kapolres Tulungagung, AKBP Evan Guna Pandia sangat bangga sekaligus mengapresiasi kegiatan tandur bareng lima yang melibatkan berbagai macam elemen masyarakat termasuk puluhan Komunitas pemuda di dalamnya. 

Bagaimanapun menurut AKBP Evan, upaya reboisasi tersebut manfaatnya tidak semata-mata kita rasakan dengan saat melainkan akan dirasakan pula oleh anak-cucu kita kelak, 10-15 tahun mendatang. Selain itu, reboisasi juga merupakan titik awal untuk menghindari segala bentuk bencana alam; banjir, longsor dan menjadi cadangan sumber mata air dikala musim kemarau melanda.

Reboisasi di kawasan Argo Pathuk ini disebutkan oleh Abdul Mukhosis selaku ketua pelaksana tandur bareng lima telah berlangsung semenjak 5 tahun yang lalu. 

Pohon yang ditanam terdiri dari berbagai jenis, ada pohon yang produktif dan tidak produktif, khususnya pohon yang berusia panjang. Meski demikian, pohon yang banyak ditanam pada tahun ini adalah pohon produktif atau pohon buah-buahan yang memang secara usia mampu bertahan lebih lama. 

Pada reboisasi awal tahun 2020 kemarin, kurang lebih menanam 1500 pohon. Satuan jumlah pohon yang dikalkulasi dari banyaknya Komunitas yang membawa pohon masing-masing. Dalam prakteknya, setiap satu orang diberikan tiga sampai empat pohon untuk ditanam.

Sayang seribu sayang, aturan ketat pada masa pandemi Covid-19 yang harus sesuai dengan protokoler mengakibatkan kegiatan reboisasi yang dilakukan LESHUTAMA pada tahun ini (2021) hanya melibatkan anggota internal saja.

Dalam pandangan penulis, tradisi reboisasi dan penyelematan sumber mata air yang dilanggengkan oleh LESHUTAMA tersebut tidak semata-mata melestarikan alam melainkan juga menyatukan realitas pluralitas yang ada; mulai dari perbedaan budaya, latarbelakang, status sosial sampai dengan perbedaan agama. 

Semangat manusia dalam melestarikan hubungan dengan alam semesta tidak lain adalah naluriah bawah sadar yang menunjukkan penghormatan tulus terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan. 

Tugas kita selanjutnya adalah jangan sampai kita menjadi toxic baru untuk alam semesta yang dibangun di atas tradisi kemutakhiran zaman teknologi informasi 5.0 saat ini yang kian lanyah. 

Tulungagung, 19 Februari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun