/
Apa yang telah benar-benar meyakinkanmu begitu patut?
Kau hisap segala jelmaan puji tanpa surut
Kau gelandang peleton permata mamak desa sampai bangkrut
Dan dalam decak tawa itu kau hanya termangut-mangut
Sesekali berlagak pilon dengan merengut
Padahal sibuk menyelipkan perihal berjengkal barut hingga kebacut
//
Lajangmu kau habiskan menggasak latah dan petantang-petenteng
Menjual paras dan segudang atributÂ
Kau janjikan gunungan surga bermandikan rayuan maut
Kau terobos genggalang trauma bahasa keibubapakaan dengan enteng
"KUA pelabuhan kami", soraknya di atas benteng
///
Tak segan merajut namun rapuh pula dalam sengkarut
Menabuh genderang beralas takut
Menuang bulir-bulir asmara menepis buntut
Pun karenanya sampailah engkau di pulau cinta
Di negeri orang-orang yang tak mengenal tuna soal rasa
Pesisir yang menampung jiwa-jiwa pemabuk asa
Hingga sekejap saja ia lupa mimpinya berlabuh di kota aksara
IV
Meringis dalam bayang-bayang
Sandaran hatinya lenyap diganyang orang
Yang tersisa hanya terbungkus kenangan
Selebihnya bersusah hati terbalut kepedihan
Harapnya terlalu naif teruntuk terpatahkan
Dan itu kejadian.
Lantas, mau apa gerangan?
Hendak ke pulau mana lagi engkau mencari harta rampasan
Hendak mendayung sampan ke samudera rasa mana lagi engkau hempaskan
Ah, telah habis pikir arah tujuan
Tak ada lagi dermaga yang rela mengasihani jongos tanpa imbalan
Jikapun ada biar kutebus seutuhnya dengan pengabdian.
V
Tak apa,
Sungguh tak apa-apa
Bahkan kenyataannya rasaku sebatangkara
Tapi bukan berarti aku kalangan Shofis yang akan bertutur banyak pada Milea
Jujur, aku takan menggugat Dewi Fortuna
Cukup sudah
Biarlah takdir tak mau memihak
Toh pundakku telah purna sesak akan onak beranak-pinak
Gerutuku meletup-letup kian masak
Pun sepi penjarah handal nian satru persetiap babak
Tulungagung, 08 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H