Selain berkewajiban menunaikan ibadah salat fardu yang terbagi menjadi lima waktu; Dzuhur, Asar, Magrib, Isya' dan Subuh, dalam agama Islam juga terdapat kategori waktu yang berlaku khusus untuk menunaikan salat.
Pertama, afdhalul waqtu atau waktu yang paling utama. Waktu yang paling utama dalam menunaikan salat ialah di awal waktu. Lebih tepatnya, mendirikan salat berjamaah di masjid beberapa saat setelah adzan dikumandangkan oleh mu'azin.Â
Dalam konteks ini dapat dikatakan, mungkin hanya segelintir orang saja yang secara konsisten mampu menunaikan salat di awal waktu. Terlebih-lebih jika kita melihat bagaimana hiruk-pikuk manusia modern yang terbelenggu dengan setiap rutinitasnya yang super padat. Waktu luangnya bahkan dapat terhitung jemari. Waktunya telah terlumat habis tergadaikan untuk mengeruk materi.Â
Meskipun demikian, kesempatan untuk menunaikan salat fardhu berjamaah di awal waktu ini masih terbuka lebar-lebar selama kita mau mengupayakannya dan raga masih mengandung jiwa.Â
Menata kembali manajemen waktu dan mendahulukan kebutuhan pokok utama dalam menjalani kehidupan ini supaya lebih baik adalah kunci tolak ukurnya.
Kedua, waktu ikhtiar. Waktu ikhtiar di sini bermakna rentan waktu yang dapat diusahakan oleh setiap orang untuk menunaikan salat. Kesempatan waktu yang sangat bergantung pada kehendak, niat dan tekad setiap masing-masing individu. Hendak pukul berapa ia mendirikan salat, tergantung pada keputusannya.
Waktu ikhtiar ini dapat dikatakan sebagai kesempatan yang bersifat suka-suka. Mereka-mereka yang kerapkali tergolong sebagai penganut waktu ini lebih cenderung mengutamakan kepentingan yang sedang digelutinya sembari diam-diam menomorduakan salat. Ada celah yang mendeskripsikan, bahwa mereka yang termasuk ke dalam golongan waktu ikhtiar ini lebih suka menunda-nunda.
Meski demikian, berbeda halnya tatkala seseorang melakukan satu kegiatan yang memang dalam Islam juga memiliki hukum yang sama-sama wajib.Â
Misalnya saja menuntut ilmu. Seseorang yang sedang sibuk menuntut ilmu, termasuk belajar di dalamnya dikatakan boleh mengazam salat untuk dikerjakan pada waktunya. Dikerjakan pada waktunya di sini dalam artian tidak dikerjakan pada awal waktu.Â
Pengecualian ini hanya berlaku tatkala ada dua urusan yang sama-sama harus dikerjakan dan hukumnya wajib akan tetapi berbenturan. Ini berarti tidak dapat dipukul rata.
Ketiga, waktu jawaz atau beberapa saat sebelum waktu salat fardu itu berakhir. Kurun waktu ini umumnya digunakan oleh mereka yang memiliki kebiasaan menunda-nunda yang telah akut bercampur rasa malas untuk mendirikan salat.