Namun penulis ingin membahas praktik farud keempat, indikasi kerugian Rp18 miliar atas pengembalian uang muka yang tak masuk ke rekening Indofarma Global Medika. Tidakan tersebut jika terbukti dilakukan dengan sadar dan disengaja bisa dikenakan Pasal 374 KUHP "Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Juga praktik fraud kelima, pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa didasari transaksi. Shadiq menyebut ini menimbulkan indikasi kerugian sebesar Rp24,35 miliar. Jika memang terbukti melakukan pembayaran karena jabatan tanpa didasari transaksi yang jelas hukuman bagi pelaku korupsi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 pasal 3 "Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan kouangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Kecerobohan dan kelalaian dalam menjalankan perusahaan khusus-nya BUMN sudah sangat banyak terjadi, praktik seperti diatas menjadi tindakan yang lumrah, terbukti begitu banyaknya perusahaan milik pemerintah baik yang sudah go public maupun yang belum akhirnya babak belur (Waskita Karya contohnya emiten tsb. saat ini lagi sakit, sementara dalam proses PKPU, sebagai informasi beberapa tahun lalu penulis menjadi pegawai di emiten ini). Bukannya memberikan benefit ke Republik malah menjadi beban bagi APBN, bisa dibayangkan ada berapa jumlah BUMN yang lagi sakit dan berharap dapat "pengobatan" dari APBN. Jika tidak segera dibenahi bisa dibayangkan 10 tahun kedepan bagaimna kondisi bisnis BUMN kita. Apakah kita masih bisa berdiri dikaki sendiri atau malah kita diatur karena BUMN itu mendapat "pengobatan" dari dana yang berasal dari luar Republik.Â
Rangkap jabatan sudah menjadi rahasia umum, walaupun sudah ada larangan terkait praktik rangkap jabatan seperti yang diatur dalam  Pasal 17 huruf a UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pasal 17 huruf a menyebutkan, "Pelaksana dilarang: a.merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;"Â
Juga telah diatur dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal 33 UU 19/2003 menyebutkan, "Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: (1) anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau (2) jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan"Â
Aturan tersebut sudah sangat jalas bahwa rangkap jabatan itu melanggar undang-undang dan sangat bepotensi besar menimbulkan benturan kepentingan dan dapat berdampak pada penyalahgunaan wewenang jabatan. Bahkan, melemahkan kepercayaan masyarakat pada institusi publik. Konflik kepentingan jika tidak dicegah bisa menjadi pintu masuk bagi praktik fraud yang bakal merugikan banyak pihak dalam jumlah yang besar.
Author : Manahan Sinaga SE, SH, Msi, Ak, CA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H