Modernitas tentunya, tidak kita temukan di zaman Yunani kuno, mesir kuno, romawi maupun arab jahiliyah, karena secara konsep dan karakteristik, istilah modern ini baru menampakkan dirinya bersamaan dengan (perubahan) kondisi sosio-ekonomi dan sosio-kultural di barat. Olehnya itu modernitas sebagai sebuah istilah dan konsep lebih dirujuk pada perkembangan kebudayaan dan peradaban di barat yang dicirikan dengan terciptanya suatu kondisi baru yang berbeda secara signifikan daripada abad-abad sebelumnya, yang jika ditinjau dan direfleksikan secara spesifik (berdasarkan perpektif sosio-historis modernisme), factor atau unsur kemodernan pada awal kemunculannya cenderung diidentikkan pada factor budaya dan aktivitas produksi (ekonomi), yang didalamnya terjadi transisi dari aktivitas produksi yang manual ke aktivitas produksi yang berbasis industry atau mesin.
 Kiranya dari perpektif sosio-historis (sisi perbedaan karakteristik didalam aktivitas produksi dan ekenomi tersebut), sehingga menjadi alasan dan dalil bagi Max Weber membagi kapilatisme sebagai budaya ekonomi menjadi dua model yakni Kapitalisme Tradisional dan Kapitalisme Modern, yang kemudian Weber menderivasi keduanya lagi menjadi dua yakni; yang satu (tradisional) sebagai Kapitalisme Irasional dan yang satu lagi (Modern) sebagai Kapitalisme Rasional; (lebih lanjut dari penjelasan Max weber ini, silahkan rujuk pada buku Kapitalisme; Sosio-historis, karya Dede Mulyanto)
 Kita tidak ingin hanya membahas kemodernan dari perspketif sosio-ekonomi dan sosio-kultural sebagaimana nampak dihadapan kita sebagai sebuah fenomena budaya didalam kehidupan kita, walaupun secara subtansi kita melihat dan akan menilai bahwa kemodernan sendiri adalah sebuah budaya yang secara potensial merupakan sesuatu yang inheren dalam proses perkembangan kebudayaan dan kehidupan kemanusiaan kita. Yasraf Amir Piliang, seorang pemikir Indonesia kontemporer, (dalam Bukunya; Dunia Yang Berlari---Menacari Tuhan-tuhan Digital) mencirikan Modernitas atau Modernime lebih kepada aspek "Budaya" daripada ekonomi maupun aspek-aspek lainnya.
 Pencirian ini berdasarkan uraian dan pemetaanya mengenai apa yang disebutnya sebagai Dunia yang Berlari---yang menurutnya Dunia yang berlari adalah dunia diciptakan oleh manusia itu sendiri dengan hasrat yang berlebihan (Hyperhasrat), dan sebagai implikasinya dunia terus berlari tanpa tekendali. Menurutnya, Dunia yang berlari tersebut adalah diunia yang dibangun atas tiga kekuatan besar (yang ia menyebutnya sebagai dewa-dewa) yakni modernisme (budaya), kapitalisme (ekonomi), dan Cyberspace (dunia digital). Dia melihat ketiga unsur tersebut sebagai satu kesatuan yang saling menopang, yang secara ekplisit ia lahir dari Libido manusia yang ingin menguasai dan menggantikan posisi Tuhan di muka bumi.Â
E. Insan Profetik
 Insan adalah istilah yang pertama kali di sebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 65 kali dan tersebar dalam 43 surah, insan berasal dari kata Al-Ins yang mendapat tambahan Alif dan Nun. Sebagian para ulama menuturkan makna dari insan dalam Qur'an bertujuan untuk menguatkan karakter manusia sebagai mahluk sosial, atau dengan istilah lain manusia adalah mahluk yang tidak bisa menjalankan hidupnya tanpa manusia lain.
 Dalam Q.s Al-Imran ayat 110. Yang artinya : "Kamu adalah umat terbaik yang di lahirkan untuk manusia, menyeruh berbuat kebaikan, dan mencegah dari kejahatan, dan beriman kepada Allah". Kuntowijoyo mengaris bawahi, Menyuruh kebaikan, Mencegah kejahatan, dan beriman kepada Allah. Atau dengan bahasa yang lebih umum untuk telinga modern, Ketinganya di istilakan dengan istilah Humanisasi (Memanusiakan manusia), Liberasi (Pembebasan), dan Transendensi (Membawa manusia kepada tuhan). Makna profetik sendiri lebih bertumpuh pada pesan sejarah kenabian yaitu Hablun minallah dan Hablun minannas, segala urusan kemanusian sosial politik dan ekonomi harus di sandarkan pada suatu tujuan tertingi manusia yaitu tujuan Illahiayah (Transenden).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI