Mohon tunggu...
Manaf Rumodar
Manaf Rumodar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aktivis di organisasi nasional HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Revolusi sebagai Manifesto perubahan sosial yang paling Spektakuler

26 Januari 2025   02:48 Diperbarui: 26 Januari 2025   02:58 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Penulis di tempat nongkrong Kader HMI di Sorong Kampus Unamin

Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau semua masyarakat.

Kemiskinan kultural, persoalan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, misalnya malas, pemboros, tidak kreatif.

Kemiskinan struktural, situasi miskin karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial dan kerap menyuburkan kemiskinan.

 Dari keempat kategori yang sudah dijelaskan di atas menggambarkan situasi masyarakat dalam kemiskinan. Kemiskinan yang paling utama adalah kemiskinan absolut. Kebutuhan dasar ini sangat mempengaruhi budaya masyarakat. Budaya mereka tidak bisa berkembang karena situasi dan kondisi mereka yang hidup dalam kemiskinan. Perubahan ekonomi dan perubahan budaya dapat berkembang atau berubah tentu saja banyak mengalami konflik dalam struktur masyarakat. Maka, pendekatan konflik lebih cocok untuk melihat suatu perubahan dalam segi ekonomi dan budaya. Pendekatan konflik ini dilihat dari teori pendekatan konflik klasik dan teori pendekatan modern.

 Max dalam teori perubahan sosialnya sering digolongkan ke dalam pendekatan konflik karena menekankan aspek struktur atau klasifikasi dalam perubahan ekonomi. Hal ini yang mendorong Karl Max menggolongkan masyarakat ke dalam dua golongan atau kelas, yakni golongan utama yaitu kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja (proletar). Kedua kelas ini senantiasa berada dalam posisi berhadapan sesuai dengan kepentingan ekonominya masing-masing. Kepentingan ekonomi kelompok pemilik modal (borjuis) yaitu pengusaha, pemilik tanah, pemilik bangunan dan lain sebagainya, yang tentu saja memiliki tujuan atau orientasi pada keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga pengusaha akan berusaha bagaimanapun caranya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

 Menurut pengusaha, keuntungan (profit) didapat dengan menekan kaum proletar atau pekerja untuk memproduksi barang sebanyak-banyaknya dan biaya kerja atau upah kerja yang diberikan kepada kaum proletar ini sangat kecil atu kecil. Sementara pihak pekerja (proletar) menekankan kepentingan ekonominya untuk meningkatlan kesejahteraan mereka sebagai imbalan dari tenaga dan waktu yang telah diberikan dalam proses menghasilkan produksi. Dengan demikian terjadilah pertentangan atau konflik yang berkepanjangan dan dari konflik itu yang selalu menjadi korban adalah kelompok proletar karena tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan tidak mendapat hak atas tanah, bangunan dan hidup yang layak.

 Teori pendekatan konflik modern yang diuraikan di sini adalah teori konflik menurut Ralf Dahrendorf, sekitar tahun 1960. Arisandi menguraikan pendapat Dahrendorf mengenai proses konflik sosial yang mendorong terjadinya perubahan sosial, adalah pada setiap masyarakat, terdapat dua kelompok yang masing-masing menampilkan peran positif dan peran negatif (Arisandi 2015b, 175). Kelompok yang berkepentingan untuk mempertahankan keadaan yang sekarang disebut status quo, dianggap menampilkan peranan positif, sedangkan kelompok yang berkepentingan untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat secara progresif, dianggap menampilkan peranan negatif. Kedua kelompok ini mendapatkan peranan yaitu demi kepentingannya masing-masing yang saling bertentangan. Kelompok yang satu tetap pada keadaan yang sekarang, sedangkan kelompok yang lain ingin maju dan berubah. Konflik yang terus menerus terjadi diantara kedua kelompok ini akan membawa masyarakat ke dalam perubahan sosial. Cepat atau lambat, besar atau kecil ukuran atau skala perubahan sosial yang terjadi, tergantung pada faktor-faktor sosial, ekonomi, budaya dan politik.

 Dengan demikian kelompok yang menang atau berhasil dalam konflik menurut teori ini adalah kelompok yang mendapat otoritas atau kewenangan untuk menguasai atau menekan orang lain sehingga stabilitas masyarakat dapat berjalan. Otoritas menurut pandangan Dahrendorf bukan terletak pada individu, melainkan terletak pada posisi, sehingga tidak bersifat statis. Orang yang berkuasa pada lingkungan tertentu belum tentu memiliki kuasa di lingkungan lain. Perubahan sosial dapat terjadi dalam teori ini melalui konsensus. Konsensus adalah pendapat atau gagasan yang kemudian diadopsi oleh sebuah kelompok kepada kelompok yang lebih besar karena berdasarkan kepentingan (seringkali dengan melalui sebuah fasilitasi) hingga dapat mencapai pada tingkat keputusan yang dikembangkan. Konsensus yang dimaksudkan di sini adalah secara tidak langsung, masyarakat akan tunduk pada proses perubahan yang kebijakannya ditetapkan otoritas saat itu. Masyarakat akan tumbuh dan tunduk di dalam sistem sosial yang dibentuk oleh otoritas yang berwenang atau yang berkuasa. Manfaat otoritas yang dibuat oleh otoritas belum tentu diperuntukkan bagi masyarakat yang miskin, sehingga akibat dari kebijakan itu malah membuat masyarakat miskin menjadi semakin miskin.

 Problem yang muncul dari perubahan ekonomi dan sosio budaya ini adalah siapa yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini? Masyarakat membutuhkan makanan, pakaian, tempat tinggal (kebutuhan pokok) dan pemberdayaan sumber daya manusia. Abraham Maslow menuliskan tingkat kebutuhan manusia, kebutuhan yang paling dasar yang harus dipenuhi adalah kebutuhan fisiologis. Agar tetap hidup, manusia membutuhkan makan setiap hari, pakaian yang layak dan memiliki tempat tinggal yang pantas. Soetomo menulis bahwa semua warga masyarakat tentu mempunyai cita-cita yang sama yaitu hidup sejahtera (Soetomo 2016, 340). Hidup sejahtera yang dimaksud adalah sejahtera secara jasmani dan spiritual termasuk dari segi ekonomi.2 Masyarakat tidak takut menghadapi hari esok, masyarakat merasa nyaman dan tenteram menjalani hidup ini, kebutuhan dasar terpenuhi sehingga perubahan sosial dalam bidang lain akan terpenuhi juga.

 Jika ekonomi belum terpenuhi, maka hal ini juga menyebabkan sumber daya manusia yang meliputi; cara berpikir, bertindak, bertutur kata atau gaya hidup, budaya, cara bersosialisasi sangat berbeda dengan masyarakat pada umumnya yang hidup layak dari segi ekonomi. sumber daya menjadi problem, karena jalan keluar yang ditawarkan oleh pihak lain, belum tentu diterima oleh masyarakat yang sudah terbiasa dengan gaya hidup lama.

 Menurut Weber problem ekonomi dan sumber daya manusia ini bisa dipecahkan dengan menggunakan sistem otoritas legal atau kepemimpinana legal. Ritzer berpendapat bahwa kekuasaan atau kepemimpinan adalah probabilitas (peluang bahwa sesuatu akan terjadi) suatu perintah tertentu yang akan dipenuhi oleh sekelompok orang (Ritzer 2008, 140). Pemikiran Marx Weber hampir sama dengan pemikiran Dahrendorf tetapi Weber lebih melihat otoritas kepemimpinan, lebih dalam pengertian kemampuan untuk mempengaruhi tindakan dan pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun