"Apa-apa-an nih! Dasar cewek murahan!" hina Alexa sambil manampar Viona. Teman-teman Alexa ikut mengeroyok Viona, terjadilah keributan di lorong sekolah. Melihat hal itu, Bram langsung memegang tangan Viona, mandampingi dan berusaha melindunginya.
"Jangan main keroyok gitu dong, emang salah apa Viona?" teriak Bram melerai pertikaian. "Bukan Dia yang murahan, tapi kalian!" Bram menunjuk semua cewek di depannya. Alexa terkejut melihat Bram yang marah demi membela Viona.
"Kenapa kamu membela anak pelacur itu!" teriak Alexa.
"Dengar! Yang jelas Dia bukan pelacur!, tahu apa Kamu tentang keluarganya?, apa kalau Ibunya pelacur, anaknya mesti jadi pelacur? Jangan se enaknya Kamu ngatain orang!" kata Bram tegas. Kali ini Ia benar-benar marah. Alexa tak percaya melihat Bram jadi kalap seperti itu, hanya demi anak pelacur seperti Viona.
"Kamu tahu, Aku lebih tertarik pada Viona dari pada Elu!" telunjuk kanan Bram menunjuk ke wajah Alexa. Emosi Alexa memuncak, Ia memukul dada Bram dengan tas ranselnya berkali-kali.
"Kamu jahat!, Kamu jahat!" teriak Alexa. Suasana makin riuh, siswa SMAN 5 yang berdatangan berkerumun menyaksikan pertikaian yang seru.
"Cukup!, Ya, Aku memang anak pelacur, titisan pelacur, lalu, apa salahku kalau aku anak pelacur?" teriak Viona sambil menangis. Ia sudah terlalu lelah dengan hinaan yang Ia terima. Selama ini, Ia selalu mengalah dan memilih untuk diam, tapi kali ini, sudah keterlaluan, Ia tidak bisa lagi diam, Ia berusaha meluruskan semuanya. "Andai Aku bisa memilih, AKu tak pernah mau dilahirkan oleh pelacur, Aku tak pernah ingin sebutan titisan pelacur, tapi kalian keterlaluan!, kalian jahat kepadaku!, huhuhu" Viona tak kuasa menahan air matanya. Air matanya mengalir deras membasahi pipi mulusnya. Bram merasa iba dengan Viona, Ia memeluk tubuh Viona. Saat suasana makin ramai, Pak Budi menghampiri mereka, melerainya dan menyuruh mereka ke ruang BK.
      Viona masih sesenggukan, Ia benar-benar berada dalam keputus asaan. Setiap hari Ia selalu menjadi pelampiasaan hinaan teman-temannya. Namun sejauh itu, guru BK tak pernah mengetahui hal itu. Semua karena Viona tak pernah melaporkan kepada guru BK kalau dia sering di bully teman-temannya. Bram menatap tajam Viona yang masih terisak, Ia menyodorkan tisu kepada Viona, kemudian menepuk bahu Viona pelan, memberikan support kepada Viona. Support seorang cowok yang benar-benar tulus menyayanginya.
*****
Viona menghampiri nenek Ijah di kamarnya, nenek Ijah sedang kurang enak badan, mungkin karena usianya sudah 65 Tahun, jadi akhir-akhir ini sering mengalami sakit. Viona memijit kaki neneknya.Â
"Nek, apa perlu dipanggilkan dokter?" Tanya Viona. Nenek tidak menjawab, Ia hanya menggelengkan kepalanya, tanda Ia tidak setuju jika dipanggilkan dokter.