Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Terbunuhnya "Citizen Journalist"

29 November 2018   10:24 Diperbarui: 29 November 2018   10:35 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pemerintah ini serius gak sih mau memberi makan orang miskin. Masa masyarakatnya dikasih beras menir!" Teriaknya berapi-api. Ia pun menulis kemarahannya itu di blognya dan dishare kemana-mana: ke FB, group Whatsapp dan Intagram. Usahanya tidak sia-sia. Banyak masyarakat yang tahu tentang tulisannya itu. Tidak sedikit warga yang mendukung tapi juga ada yang tidak sependapat. Beberapa orang mengingatkannya agar hati-hati mengkritik pemerintah. Bisa-bisa ada yang sakit hati dan jadi urusan yang ribet.

Kritik yang paling menggemparkan sejagat Desa Kebun Sawah itu ketika dia menulis sebuah tulisan yang mengkrtitik kehidupan pribadi kepala desa. Ia membuat tulisan yang panjang dan mendalam tentang kehidupan birahi kepala desanya itu.

Sebelum tulisan Jamil beredar di masyarakat, sudah terdengar desas desus bahwa Pak Kades bermain api dengan seorang janda muda yang rumahnya dekat sawah. Itu di RT 3 RW 2. Sekitar 200 meter dari perempatan masjid. Pak Kades biasa menyelinap di rumah itu. Sementara mobilnya di parkir di Masjid.

Awalnya warga tidak percaya Pak Kades bermain serong dengan janda itu. Masyarakat tahu, Ibu lurah itu orangnya cantik dan baik hati. Jadi mana mungkin Pak Kades pindah ke lain hati. Kalau dalamnya laut bisa diukur tetapi dalamnya hati siapa yang tahu? Pribahasa itu sepertinya cocok dengan keadan Kades itu.   

Jamil dalam tulisannya mengatakan bahwa korupsi seringkali berawal dari sikap pemimpinnya yang suka bermain perempuan. Kalau pemimpin sudah bermain perempuan mana mungkin ia punya waktu untuk mengurus desanya. Waktunya akan habis mengurus perempuannya itu. Ia akan tak segan-segan memeras rakyatnya untuk mendapatkan uang untuk membiayai gacoannya itu.

Tentu saja tulisan Jamil ini membuat gempar masyarakat. Warga akhirnya tahu kelakuan serong Kadesnya itu. Awalnya satu orang membaca. Kemudian ia share ke group dan menyebar begitu cepat di media sosial dan dari mulut ke mulut berita melesat bagai api yang membakar ilalang di musim kemarau.        

Dalam waktu sekejap desa Kebun Sawah gempar. Berita Kepala desanya serong viral di media sosial. Tentu saja ini membuat malu sekaligus marah kepala desa itu. Ia langsung menebak ini pasti ulah Jamil yang selama ini memang seringkali mengungkit kehidupan dirinya. Ia pun berpikir bagaimana caranya menyingkirkan kecoa yang satu ini. Ia harus berpikir jernih agar ikannya dapat, airnya tetap bening.

Akhirnya ia menemukan ide. Ia mengundang Jamil ke kantornya.
"Saudara Jamil, saya kagum dengan bakat dan talenta Anda. Saya ingin sekali punya orang yang mampu menuliskan kegiatan dan prestasi-prestasi yang sudah diraih desa kita. Saya sangat senang jika Saudara menjadi bagian dari proyek ini." Demikian Pak Lurah itu menawarkan gagasannya.  

Jamil diam memendam seribu bahasa. Lalu ia membuka mulutnya. Kata-kata pun meluncur. "Ma'af Pak Kades, bukannya saya tidak mau menerima tawaran ini. Saya ini sukanya mengkritik bukannya memuji. Apa jadinya kalau saya diminta menulis tentang pemerintah desa ini? yang ada isinya hanya kritikan." Kata Jamil terus terang.  

"Sekali-kali mengkritik gak apa-apa. Asal proporsional." Kata Pak Kades berusaha tenang. Ia berusaha menyembunyikan bisikan hatinya. Awas saja kalau masih berani mengkritik.Saya tendang!. 
"Kalau Pak Kades percaya, dengan senang hati saya menerima tawaran ini."
Dasar aktifis karbitan! Baru ditawarin jabatan ecek-ecek saja sudah mau! Kata Pak Kades dalam hatinya.

"Baik kalau begitu. Saya sangat senang sekali. Kapan bisa datang ke kantor kelurahan?" Kata Pak Kades dengan mimiek yang cerah.           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun