Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selendang Mayang

30 Oktober 2018   10:25 Diperbarui: 30 Oktober 2018   19:20 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Si pembawa acara pun tersentak, kaget. Ia telah salah mengambil kesimpulan. Dikiranya, karena diwakilkan, dia pikir ayah calon yang melamar itu telah meninggal dunia. Kesimpulan gegabah. Tapi siapa pun yang tidak tahu bisa menyimpulkan begitu karena orang yang maju ke depan menemani Ibu si calon yang akan meminangnya juga diwakilkan. Lengkap sudah.             

"Saya pesan tiga, Bang." Kata seorang Ibu muda bercelana pendek di atas lutut, berkaos ketat berwajah oriental  sambil menyerahkan uang 20 ribuan. Kata-katanya membuyarkan lamunanku.
"Iya. Sebentar ya."  Kata si Abang sambil menerima uang itu.  
"Itu maksudnya uang dapur?" Kataku penasaran.
"Bukan Mas. Itu beda lagi dengan uang dapur. Kalau uang dapur diserahkan kepada calon mertuanya. Kalau uang sembah ke calon istrinya." Dia mencoba menjelaskan.

"Maksudnya untuk apa Bang? Bukankah calon istri sudah mendapat barang hantaran dan maskawin?"  Kataku sedikit mendebat.     

"Iya emang. Uang sembah itu." Ia membetulkan posisi duduknya.  
"uang sembah itu disebut juga sembah lamaran atau tanda putus."
"Lho kok tanda putus? Maksudnya Bang?"
"Iya karena udah dilamar, jadi si perempuan putus dari pinangan laki-laki lain. Ia sudah terikat dengan laki-laki yang meminangnya. lni berarti perempuan itu tidak lagi dapat diganggu oleh pihak lain walaupun pelaksanaan tande putus dilakukan jauh sebelum pelaksanaan Acara Akad Nikah."    

Aku mangguk-mangguk.
"Saya satu gelas lagi Bang. Esnya sedikit aja." Kataku. Saya teringat istri, barangkali dia juga suka. Karena ini makanan khas Betawi yang jarang ditemukan.

"Uang sembah itu tujuannya untuk apa Bang?" tanyaku ndesel[9].    

"Itu sebagai pembuka hubungan si pemuda dengan gadis yang akan menjadi calon istrinya."

Bukankah cowok cewek zaman sekarang sudah lengket sebelum lamaran. Ngapain juga sebagai pembuka hubungan. Protesku dalam hati.

 

"Selain itu, karena si gadis pada hari perkawinannya nanti akan melakukan "penyembahan" kepada calon suaminya, karena itu hatinya perlu "ditawarkan" dengan uang sembah ini." Katanya melanjutkan.

Mendengar kata menyembah pikiranku langsung melesat ke suatu halaqah[10] tentang Hak-hak Perempuan dalam Islam. Aku terngiang penjelasan seorang narasumber, ia doktor perempuan, Laki-laki perempuan itu setara. Ketika menjadi suami istri pun hubungan yang saling melengkapi. Bukan hubungan juragan dengan kaula.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun