Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selendang Mayang

30 Oktober 2018   10:25 Diperbarui: 30 Oktober 2018   19:20 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

"Sudah lama ya." Kataku sambil mataku tak lepas dari tangan si Abang yang seakan menari-nari.
"Dulu di sini masih banyak puun [2] salak, puun dukuh. Sampai-sampai jalan ini tertutupi daon [3] salak." Katanya bersemangat.  

 "Oh, ya?" kataku.

 "Kalau sore menjelang, monyet-monyet masih banyak berkeliaran."  Si Abang sambil menuang santan ke gelas plastik. Terlihat selendang mayang seperti berenang. "Sekarang pada kemana ya Bang?" tanyaku iseng.
"Entah lah. Ditembakin orang gila kali." Kata si Abang seakan jawabannya asal ngejeplak.[4]

 "Sekarang banyaknya asrama penampungan buruh migran ya Bang?" Kataku mengalihkan pembicaraan.
"Apaan ntuh Buruh Migran?" Katanya menunjukan mimik penasaran.

 "itu Bang Tenaga Kerja Indonesia." Kataku. "Oh TKW? Kalo entu sih di sini bejibun[5], bang. Hampir setiap berapa meter ada."  

 "Romanye[6] Mas bukan orang sini." Kata si Abang menebak. "betul. Saya kelahiran Subang." Aku terus terang. "Sejak tahun 2006 saya pindah ke sini." Kataku menjelaskan.  

 "Kalau Abang Asli sini?" Tanyaku.
"Iya. Dulu tinggal di Jakarta Barat. Sekarang tinggal di Pasar Minggu."
"Di sini adat Betawi masih dilestarikan ya Bang" Tanyaku menyelidik.
"Iya masih ada sedikit. Yang lainnya udehkentir[7] di kali ciliwung." Katanya sambil mesem.[8]
"Kalau uang sembah itu apa sih Bang?" Tanyaku seketika seperti supir bajaj berbelok.
"Saya punya teman orang Betawi Bekasi yang sebentar lagi akan menikah, katanya dia sedang menyiapkan uang sembah buat calon istrinya."    

 "Itu uang dari calon suami yang diberikan kepada calon istrinya. Biasanya diberikan setelah acara tunangan sebelum acara pernikahan." Kata si Abang, menjelaskan sembari menyeka keringatnya yang mengembun dengan handuk kecilnya. Mendengar kata tunangan, pikiranku langsung melayang pada kejadian beberapa hari yang lalu pada acara tunangan anaknya tetangga. 

Waktu itu, Ayah anak yang akan bertunangan sudah mengatur siapa yang akan mewakili dirinya menyampaikan maksud dan tujuan mendatangi rumah orang tua si perempuan pacar anaknya.
Ketika acara pinangan dimulai. Suatu hal tidak diperkirakan terjadi. Seorang pembawa acara menyampaikan.

"Acara selanjutnya adalah penyampaian maksud dan tujuan kedatangan keluarga ini ke sini. Untuk itu kepada perwakilan keluarga almarhum Bapak Rahmat dipersilahkan."

Sontak Pak Rahmat kaget dan langsung berteriak "Bagus...bagus...Bagus...." dan orang-orang yang hadir pun kaget dan berteriak Mbak, Bapaknya masih hidup. Itu Bapaknya." Orang yang hadir menunjuk  muka Pak Rahmat yang salah tingkah dibilang almarhum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun