"Ini sepertinya ada yang iseng." Kata Mak Arsih sambil mengeluarkan bungkusan plastik berisi kemenyan dari lilitan kain di perutnya.
"Maksud Emak?" Kata Ibu si anak itu.
"Iya, ini ada yang nyantel di badan anak ini." Kata Mak Arsih sambil meremas-remas kemenyan agar hancur menjadi butir-butir kecil seperti biji jeruk.
"Terus gimana Mak?" Kata si Ibu anak itu. Mukanya memperlihatkan kecemasan.
"Ya gak gimana-gimana." Kata Mak Arsih.
Mak Arsih menaburkan butir-butir kemenyan ke arang yang sudah membara. Asap pun membumbung memenuhi ruangan tengah rumah bilik itu. Asapnya memburu hidung siapa pun yang ada di rumah itu.
Bau kemenyan itu mengingatkan siapa pun tentang dunia roh, dunia jin, dunia setan gentayangan. Asap dan bau kemenyan itu seakan undangan resmi bagi para roh, jin, lelembut, setan atau makhluk sejenisnya untuk datang ke tempat itu.
Mulut Mak Arsih komat-kamit seperti sedang merapalkan jampi-jampi pengundang roh. Asap semakin tebal memenuhi rumah itu.
Tak beberapa menit kemudian, Mak Asih badannya bergetar. Jari-jari tangannya mencakar-cakar tikar pandan alas duduk yang disiapkan tuan rumah. Sorot matanya memancar seperti sorot mata harimau lapar. Suaranya mengeram bak suara singa diganggu anaknya. Â Badannya rebah seperti harimau mengintip rusa untuk disergap.
Beberapa tetangga sudah berdatangan ingin menyaksikan Mak Arsih yang sedang bekerja. Â Ayah dan seorang laki-laki tetangga berusaha memegangi tangan Mak Arsih. Mereka khawatir Mak Arsih yang sedang kerasukan akan mengamuk. Meski sudah tua, mak Arsih kalau sedang keraksukan dua orang lelaki bisa tak kuasa menjaganya. Â
Beberapa Ibu-Ibu yang ikut menyaksikan kejadian di rumah itu  mundur beberapa langkah takut terkena amuk Mak Arsih. Â