1979
Di sebuah Kampung di pesisir Pantai Utara Jawa Barat.Sore itu, seorang perempuan tua dengan badan sedikit bongkok, selembar kain putih menutupi kepalanya berjalan tergesa-gesa menuju sebuah rumah.  Di rumah berdinding bilik bambu itu terdengar suara tangis anak  umur sekitar delapan tahun.
"Sejak semalam badannya panas, menggigil. Mulutmya ngigau, ngomong ora karuan." Ibu si anak itu menceritakan kondisi anaknya.
"Sudah dikasih obat?" Mak Arsih, demikian orang-orang kampung itu memanggilnya, Â bertanya dengan logat jawa pesisir Utara Jawa Barat.
"Belum Mak."
"Coba saya periksa." Kata Mak Arsih sambil badannya mendekat anak itu dan tangannya menempelkannya di kening anak itu.
"Panas." Katanya dengan mimik yang datar.
"Tolong ambilkan tempat untuk kemenyan." Katanya lagi sambil muka dan matanya menoleh ke perempuan muda di sebelahnya.
Mak Arsih adalah orang yang terkenal di kampung itu dan di sekitar kampung tetangga. Ketika ada orang melahirkan biasanya Mak Arsihlah orang pertama yang dimintai tolong. Ia membantu Ibu-Ibu melahirkan  dan bahkan memandikan bayi itu sampai si Ibu bayi itu bisa memandikan dan mengurus anaknya sendiri.
Tidak hanya itu, Mak Arsih juga seorang yang pintar menyembuhkan anak yang sakit. Â Tidak aneh jika warga kampung itu selalu meminta tolong Mak Arsih untuk mengobati anak-anak mereka yang sakit.
Terkadang, Mak Arsih hanya memegang bayi yang katanya sakit itu dan sedikit mengurutnya lembut dengan olesan minyak kelapa, si anak itu perlahan ceria kembali. Waktu itu belum ada mantri atau bidan yang mengobati masyarakat. Kalau pun ada harus pergi jauh ke kota kabupaten. Â