Kami, orang-orang belakang, merasa plong telah berhasil menyampaikan unek-unek kami kepada orang proyek dan Bu Lurah. Meskipun kami tidak yakin mereka akan menanggapi keluhan kami.
Sebelum kami komplain, saya bilang ke mas Budi sebagai orang yang terdampak langsung berisiknya pembangunan kantor kelurahan tersebut. Â "Apa yang akan kita sampaikan ke pihak proyek?" waktu itu saya bertanya. "iya kita merasa terganggu dan komplain." Kata mas Budi. "kalau tidak ditanggapi?"
"Mestinya mereka mengerti. Jika mereka memang dikejar target dan tidak bisa dikurangi jadwal kerjanya harusnya ada kompensasi bagi warga yang terkena dampak negatif dari pembangunan kantor kelurahan itu." Saya mengangguk-angguk tanda mengerti jalan pikiran mas Budi. Â Â
Malam setelah pertemuan kami dengan Bu Lurah, kami sengaja memperhatikan betul apakah ada perubahan. Ternyata kami masih mendengar tak tok itu. Artinya komplain kami tidak digubris sama sekali. Masih tetap berisik, bising dan gaduh. Â
Malam-malam berikutnya kami masih mendengar tak, tok, berisik itu. Kami pun hanya bisa mengurut dada. Dalam hati saya mendumel. Ketika orang besar ada maunya, orang kecil harus menurutinya. Tapi ketika orang kecil meminta sedikit, orang besar menjadi tuli tak mau peduli.
Orang-orang belakang kembali kehidupan sehari-hari. Di waktu senggangnya, kami main ludo, makan-makan bareng, bercanda dan merencanakan silaturahmi sekalian jalan-jalan menghilangkan penat. Â Â
Jakarta, 19 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H