Mohon tunggu...
Maman Gantra
Maman Gantra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kenapa Saya Menolak Pembangunan RPTRA di Taman Krajaba

7 Oktober 2017   17:42 Diperbarui: 16 Oktober 2017   13:56 1853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Profesionalisme, dedikasi, dan konsistensi pemerintah -- baik di tingkat Dinas atau Gubernur sendiri, maupun di tingkat pelaksana lapangan -- yang masih sangat diragukan.

Benar, seperti dipaparkan di bagian atas, RPTRA itu akan "dilengkapi" petugas. Tapi, petugas itu ya hanya "pelengkap". Mampukah mereka mengatasi kebisingan yang ditimbulkan aktivitas anak-anak, yang karena fitrahnya memang harus begitu? Mampukah mereka mengatur kehadiran para pedagang makanan/minuman? Mampukah mereka membersihkan RPTRA itu secara ajeg? Kalaupun mampu, bagaimana dengan sampah di luar areal RPTRA? Mengingat profesionalitas dan dedikasi (mentalitas) kita, saya pesimis semua itu bisa diatasi. Sehingga, pelaksanaan RPTRA itu tidak saja tak akan optimal dalam mewujudkan tujuannya. Tapi, juga menyisakan masalah. Khususnya, bagi kita -- warga di sekitar RPTRA.

Banyak contoh bagaimana program pemerintah yang pelaksanaannya tak seindah teori dan aneka aturan yang dibikinnya. Mulai dari kebijakan atau program penataan TPU agar tampak rapi, program bagi-bagi ayunan, sampai yang paling gres: Kebijakan terkait PPSU. 

PPSU, sebenarnya bagus. Ia merupakan bagian dari kebijakan Gubernur Ahok untuk memberikan sejenis otonomi lebih luas kepada Lurah, sekaligus memberdayakan warga setempat. Dengan harapan, kebersihan benar-benar terwujud di lingkungan kelurahan -- yang artinya di setiap RW dan RT -- termasuk sejumlah fasilitas umum yang ada di wilayahnya. 

Faktanya? Got di sepanjang jalan Kramat Jaya-Jothet tak pernah benar-benar bersih. Atau, kebersihan di Taman Krajaba itu: Selain sikap dan prilaku pengunjung, juga tak lepas dari profesionalisme dan dedikasi petugas PPSU yang bertugas di sana. Bukan saja tak setiap hari datang bertugas, tapi sekalinya datang pun sudah siang -- dengan alasan harus apel dulu dan mengerjakan taman depan (Taman Sengon) lebih dahulu. Sementara, aktivitas menyapu yang dilakukannya pun asal saja. Asal kelihatan kerja. Banyak sampah/daun yang tidak tersapu, baik di atas rumput maupun yang berada di sela-sela tanaman. Bahkan, seringkali hanya mengerjakan bagian selatan, yang dekat tembok/rumpun bambu. Bagian utara, dibiarkan begitu saja. Sehingga, mempertegas kekumuhan yang ada.

Lapor ke Qlue? Bukan tak pernah saya lakukan. Masalahnya: Haruskah kita mengadukan hal yang sama, yang menyangkut tugas pokok dan rutin, setiap saat? Ada sejumlah kasus terkait laporan saya ke Qlue yang justru konyol dan menjengkelkan. Tapi, ini kita bahas lain kali saja.

Itu soal profesionalisme, dedikasi, dan konsistensi petugas di lapangan. Belum lagi soal konsistensi di level atas, di level Gubernur. Dengan adanya pergantian Gubernur, apakah kebijakan soal RPTRA ini akan diteruskan atau malah disempurnakan? Mengingat pengalaman kita selama ini, yang "ganti pemerintahan ganti kebijakan", saya meragukannya.

Kalaupun tidak dihapuskan, kebijakan RPTRA ini tak mendapat perhatian seserius di masa Ahok ini. Artinya, perhatiannya -- termasuk pengawasannya -- akan berkurang. Ujung-ujungnya hanya menghasilkan kebisingan dan kekumuhan baru di lingkungan kita. 

(Ihwal ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah ini, para sesepuh mungkin bisa memberi kesaksian soal nasib kebijakan "proyek percontohan sistem keamanan lingkungan" yang dulu pernah diterapkan di komplek kita ini). 

5. Bertentangan dengan atau mengabaikan sejarah dan tujuan awal keberadaan Taman Krajaba.

Sebagaimana disampaikan Pak Surya, keberadaan taman tersebut tak lepas dari jerihpayah Pak Surya dan warga-warga senior lainnya. Semula, taman itu diajangkan developer (PT Pembangunan Jaya) tak ubahnya kavling-kavling lainnya. Artinya untuk dibangun sebagai rumah. Adalah Pak Surya CS yang meminta developer agar kedua kavling itu "dihibahkan" kepada warga, sebagai fasilitas sosial, sekaligus nilai tambah komplek. Pak Surya CS pula yang membangun taman itu. Mulai dari meratakan dan merapikan lahan, termasuk membangun lapangan basket bagi warga komplek. Ia baru mendapat sentuhan tangan pemerintah, baik dalam hal penataan maupun pemeliharaannya, ketika Sutiyoso menjabat Gubernur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun