Tidak, aturan larangan pornografi ini menurut saya disusun untuk melindungi seseorang dari dirinya sendiri. Pornografi sebagai market itu menghindarinya gampang koq, jangan mengaksesnya. Di Indonesia ini kan pornografi diperoleh dengan suka cita mengaksesnya, tidak ada yang diperoleh serta merta di jalanan. Orang buka internet, nonton bokep, dateng ke tempat-tempat yang nyediain layanan pornografi, dll. Tapi ya itu tadi, selama sudah ditetapkan dalam perundang-undangan, kami bisa menerima koq.
Menurut saya, ini soal prioritas saja. Saya lebih setuju kalo prioritas isu pornografi ini lebih ke arah perlindungan anak-anak: tidak tersedianya konten pornografi anak-anak (pedofilia), atau pun pemberantasan praktik pedofilia. Kalo orang-orang dewasa mah, mau dilarang kayak gimana juga kayaknya tetep aja bakal nemu solusinya.
Jadi, bagaimana dengan DKJ?
Jadinya, saya cuma mau menyampaikan bahwa contoh-contoh DKJ mengenai liberal:
- jika melihat gang motor melintas yang membuat saya ngeri,
- video porno remaja yang terbit seminggu sekali,
- anak-anak SD di warnet yang saling memaki sambil mendownload lagu “selinting ganja di tangaaan…”,
- remaja yang membentak ibunya,
- siswa SMP menjual diri demi beli handphone, dan
- penjual narkoba yang jauh lebih banyak daripada indomaret.
Sama sekali tidak sesuai dengan bayangan saya mengenai liberal/liberalism/kebebasan.
Terima kasih dan wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H