Mohon tunggu...
Abdurohman Sani
Abdurohman Sani Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dengan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kejujuran: Romantisme Keadilan dan Kompleksitas Mental

16 Mei 2024   10:06 Diperbarui: 16 Mei 2024   10:14 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh karena itu, keadilan akan terus berada di dalam kepala, hanya akan terus bernaung di balik kata-kata, teks, undang-undang, dan objek penelitian yang tak pernah menemukan pangkal ujungnya. Keadilan akan terus dan terus menjadi utopia belaka, selama mental manusia belum benar-benar menerimanya dalam keseluruhan eksistensinya.

Kita terus saja berbicara, berdebat, mengharap, berteriak tentang keadilan, sementara kita masih merasa nyaman dengan apa yang kita sebut sebagai ketidakadilan - kemudahan membuat tulisan sementara yang lain sulit, kemudahan mendapat kesempatan sementara yang lain mengantri, kenyamanan karena memiliki otoritas dalam membuat kebijakan, kenyamanan karena memiliki kekuasaan untuk mengadili, serta kenyamanan karena memiliki koneksi untuk mendapatkan kemudahan.

Seolah-olah, kita telah menjadikan keadilan sebagai sebuah objek yang dapat kita olok-olek, kita bungkus, kita rantai, kita kurung, dan kita belenggu sesuai dengan kepentingan dan kenyamanan kita masing-masing. Kita telah menjadikan keadilan yang sesungguhnya adalah subjek moral universal sebagai sebuah konsep yang dapat kita definisikan, kita perdebatkan, kita teorikan, dan kita implementasikan sesuai dengan kehendak kita, tanpa pernah benar-benar memahami esensi keadilan itu sendiri dengan memberangus materialnya dan mengubur dalam dalam esensinya didalam reruntuhan puing-puing nafsu bejat kita. 

Padahal, keadilan sejatinya adalah sebuah kondisi eksistensial yang harus dihayati dan diwujudkan dalam seluruh aspek kehidupan kita. Keadilan bukanlah sekadar konsep yang dapat kita perdebatkan, melainkan sebuah kesadaran yang harus kita hayati dalam setiap denyut nadi keberadaan kita. Keadilan bukanlah sekadar aturan yang dapat kita buat, melainkan sebuah kebijaksanaan yang harus kita wujudkan dalam setiap tindakan kita.

Selama kita masih merasa nyaman dengan apa yang kita sebut sebagai ketidakadilan, selama kita masih merasa superior dan berhak atas kemudahan-kemudahan tertentu, selama kita masih merasa bahwa keadilan adalah sesuatu yang dapat kita manipulasi, kita bungkus, kita rantai, kita kurung, dan kita belenggu, selama itu pula kita akan terus berpura-pura dengan dalih bahwa kita belum benar-benar memahami esensi keadilan dan pada akhirnya keadilan hanya dimaknai dalam dua kata "Kesempatan dan tidak Mendapat Kesempatan."

Oleh karena itu, untuk mewujudkan keadilan yang sejati, kita harus terlebih dahulu menjadi manusia yang adil dalam diri kita sendiri. Kita harus menghayati keadilan sebagai sebuah kondisi eksistensial yang menyatu dengan seluruh aspek kehidupan kita. Kita harus menjadikan keadilan sebagai sebuah kebijaksanaan yang menuntun setiap tindakan kita. Hanya dengan cara inilah, kita dapat benar-benar mewujudkan keadilan yang sejati di dalam diri kita, di dalam masyarakat, dan di dalam seluruh tatanan kehidupan.

Mari kita renungkan, bukan sekadar dengan akal budi yang terbatas, tetapi dengan jiwa yang terbuka dan tulus. Mari kita jadikan keadilan bukan sekadar topeng yang kita kenakan di hadapan dunia, tetapi cermin yang memantulkan kebenaran dari dalam diri kita sendiri. Dan dalam perjalanan kita mencari makna keadilan, semoga kita dapat menemukan bahwa keadilan sejati bukanlah tujuan yang harus dicapai, melainkan perjalanan yang harus dihayati setiap saat dalam setiap langkah kehidupan kita.

Inilah esensi dari keadilan: sebuah perjalanan spiritual yang membawa kita menuju kesadaran yang lebih dalam tentang hakikat kebenaran dan keadilan dalam diri kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun