Mohon tunggu...
Abdurohman Sani
Abdurohman Sani Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dengan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kejujuran: Romantisme Keadilan dan Kompleksitas Mental

16 Mei 2024   10:06 Diperbarui: 16 Mei 2024   10:14 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Para cendekiawan yang meneliti dan menawarkan solusi keadilan, para aktivis yang menggaungkan tuntutan keadilan dan mengkritik ketidakadilan, para eksekutor yang membuat kebijakan tentang keadilan, para legislator yang mengonseptualisasikan keadilan, para yudikatif yang mengimplementasikan keadilan, serta masyarakat yang menangis memohon keadilan - semuanya seakan belum pernah benar-benar menerima keadilan dalam diri mereka.

Para cendekiawan 'menulis tentang keadilan' dengan nyaman dalam kemudahan birokrasi akademis dan regulasi intelektual, memperoleh konsensus dengan relatif mudah, sementara yang lain bahkan tak pernah mendapat kesempatan untuk dipublikasikan. Pada hakikatnya, mereka tidak sedang menulis tentang keadilan, melainkan mengurung keadilan dalam teks, sehingga teori-teori keadilan yang mereka bangun pun runtuh pada dirinya sendiri.

Para aktivis yang berteriak menuntut keadilan hanyalah karena mereka atau kelompoknya tidak memiliki kesempatan dan kemudahan yang diberikan oleh lingkungan yang tidak adil. Sebenarnya, mereka tidak berteriak demi keadilan, melainkan mengurung keadilan dalam tuntutan mereka.

Seorang eksekutor yang memberikan kebijakan tentang keadilan untuk masyarakat, namun tidak berlaku pada diri atau kelompoknya sendiri, sebenarnya tidak sedang memberikan kebijakan yang adil, melainkan merantai keadilan dalam kebijakan tersebut.

Seorang legislator yang membuat aturan tentang keadilan berdasarkan konsensus kepentingan dan kelompok terkuat, pada hakikatnya tidak sedang membuat aturan tentang keadilan, tetapi membelenggu keadilan dalam kebijakan.

Para yudikatif yang melaksanakan konsep keadilan dengan kendali kelompok dan golongan, sebenarnya tidak pernah menegakkan keadilan, melainkan mengurungnya di balik jeruji.

Ironinya, masyarakat yang menangis ingin mengharap keadilan, sementara mereka terus merasa nyaman dengan kesempatan-kesempatan tertentu, seperti menyalip antrian atau mendapat kemudahan dari koneksi yang dimiliki. Mereka sebenarnya tidak sedang mengharap keadilan, melainkan mengikat keadilan di balik kelemahan mereka sendiri sehingga keadilan akan terus melemah.

Kita, serta apa-apa yang kita pertahankan, kita lepaskan demi keadilan.

Kita, serta apa-apa yang kita sediakan dan kita layani demi keadilan.

Kita, serta apa-apa yang kita bela dan yang dibela demi keadilan.

Semua tersusun diatas konstruksi mental yang tidak pernah benar-benar siap menerima keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun