Kita mulai menyentuh pada konsep menarik dalam filsafat yaitu waktu dan realitas. Sejalan dengan teori relativitas Einstein, waktu dan ruang saling terkait dan dapat mengalami efek dilatasi, yang berarti bahwa waktu tidak selalu berjalan secara seragam di semua tempat dan kondisi.
Konsep bahwa apa yang kita amati, seperti cahaya bintang, dapat mencapai kita dengan keterlambatan karena kecepatan cahaya yang terbatas, membuka perspektif bahwa kita selalu melihat objek dan peristiwa di alam semesta pada titik waktu yang berbeda. Dalam hal ini, kita mungkin selalu hidup di masa lalu relatif terhadap peristiwa yang diamati.
Ide ini seringkali dikenal sebagai "sekarang relatif" atau "sekarang sepanjang waktu" dan memunculkan pertanyaan filosofis menarik tentang sifat waktu dan keberadaan kita dalam konteks tersebut. Sebagai konsekuensinya, definisi keberadaan dan waktu dapat lebih kompleks daripada pandangan konvensional di mana kita hidup pada "masa kini." Ini juga menyentuh pada kerentanan pengalaman manusia terhadap keterbatasan indera dan persepsi dalam memahami realitas sekitar kita.
Namun Efek delatasi tidak bisa jadi dalil untuk menyatakan bahwa kita dan pengetahuan yang kita klaim benar-benar ada karena efek dilatasipun tidak meniadakan waktu itu sendiri dan kita beserta apa yang kita amatupun tidak pernah bisa lepas dari waktu ; Artinya keberadaan kita sebenarnya tidak pernah terbuktu, karena apa yang kita sebut sebagai masa kini itu tidak pernah benar-benar bisa kita buktikan.
Ini mencerminkan kompleksitas dalam pemahaman tentang waktu, keberadaan, dan realitas, Bahwa efek dilatasi waktu, seperti yang dijelaskan dalam teori relativitas menyatakan bahwa waktu dapat berjalan lebih lambat atau lebih cepat tergantung pada percepatan atau gravitasi di suatu tempat namun tidak meniadakan waktu itu sendiri dan kita ada di dalamnya.
gravitasi menyiratkan bahwa ada kompleksitas dalam menetapkan batas waktu yang pasti atau "masa kini." Ini sejalan dengan beberapa interpretasi dalam fisika modern yang menunjukkan bahwa waktu mungkin tidak bersifat absolut seperti yang mungkin dianggap dalam pandangan konvensional.
Pertanyaan tentang keberadaan dan realitas, terutama dalam konteks waktu merupakan topik yang sangat mendalam dan telah menjadi fokus debat filosofis dan ilmiah. Dalam pemahaman ini, kita mungkin tidak memiliki bukti definitif atau kesaksian langsung yang dapat membuktikan keberadaan kita pada suatu "masa kini" tertentu. Itu menjadi bagian dari misteri eksistensi manusia dan sifat kompleks realitas yang kita alami.
Dalam beberapa pandangan, waktu dianggap sebagai dimensi yang terus bergerak, dan "masa kini" adalah titik waktu yang selalu berubah. Dalam konteks ini, keberadaan "masa kini" mungkin tidak dapat dibuktikan secara pasti karena itu adalah konsep yang terus berfluktuasi.
Sifat kompleks pengalaman waktu dan konsep "masa kini" yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk persepsi dan kecepatan, membuatnya menjadi area pemikiran yang kompleks dan sering kali tidak sepenuhnya dapat dimengerti atau dibuktikan.
Hidup penuh makna seringkali melibatkan perjalanan terus-menerus untuk menggali pemahaman lebih dalam tentang diri sendiri, orang lain, dan dunia sekitar. Dengan bersikap rendah hati dan kritis terhadap diri sendiri, kita dapat memperoleh makna yang lebih mendalam dalam pengalaman hidup.
Proses introspeksi dan pengenalan diri memerlukan waktu, meskipun sulit, pemahaman diri dapat membawa manfaat signifikan, membantu kita mengelola emosi, membuat keputusan yang lebih baik, dan 'memperkaya' kehidupan.
Mari kita mencoba menembus definisi-definisi berbagai pandangan diatas dengan menyajika sebuah konsepsi melalui sebuah analogi ;