Mohon tunggu...
GOOD THINGS
GOOD THINGS Mohon Tunggu... -

♥ Mamak Ketol ♥ PEREMPUAN bersarung yang suka gonta-ganti nama sesuai judul tulisan terbaru ♥ "Nothing shows a man's character more than what he laughs at."(Goethe) ♥

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Starter: A Table For Three

7 Juni 2010   12:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:41 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Di Inggris starter adalah makanan pembuka, sementara di Amerika digunakan kata hors d'oeuvre. Penggunaan kata ini sebenarnya agak rancu, karena kata "hors d'oeuvre" lebih condong ke makanan atau camilan yang lebih ringan daripada makanan pembuka seperti buah zaitun. Dalam tatanan kuliner internasional yang berkiblat ke Prancis, makanan pembuka dinamakan entrée yang secara harafiah berarti “masuk”. Tulisan ini bagian pertama dari three-course meal yang dikemas dalam bentuk cerita.

[caption id="attachment_160885" align="aligncenter" width="480" caption="Seafood platter ©Mamak Ketol™"][/caption]

Will memandangi wajah Kanya lekat-lekat. Aku ingat betul, betapa kepincutnya Will dengan Kanya. Keduanya bekas teman kos ku dulu. Di tahun ketiga aku berada di negara Ketol, aku, Will dan Kanya pernah tinggal satu atap. Selama setahun, kami mengontrak rumah yang tak jauh dari kampus.

Delapan tahun sudah berlalu. Ini adalah reuni kami yang pertama. Sepertinya perasaan kagum dan sayang Will masih tersisa buat Kanya. Kanya masih lajang, Will “sudah menjadi” single lagi. Namun, yang dipandangi berpura-pura tak memperhatikan. Kanya “tersenyum lapar” memandangi starter yang baru saja dihidangkan di meja oleh pramusaji yang mengenakan pakaian tradisonal Thailand itu.

“Oh, iya … , sebelum berdoa, foto dulu makanannya, krek krek krek …” kata Kanya tertawa kecil sambil mengeluarkan kamera sakunya. Aku dan Will tertawa terbahak-bahak. Hampir saja Will menyenggol minumannya.

Kanya tak banyak berubah. Kanya terkenal sangat religious. Namun, berdoa sebelum makan menjadi urutan kedua setelah memotret makanan. Kanya yang doktor filsafat lulusan salah satu universitas lima terbesar di negara Ketol itu hanya bisa menahan senyum, sembari berkonsentrasi memotret.

Sejak di tahun pertama kuliah, Kanya mencari tambahan dengan bekerja sebagai pramusaji di salah restoran yang dikelola oleh sekolahnya. Karena keterusan dengan kerja paruh waktunya di bidang catering, Kanya memilih berkarir di hospitality industry. Kini, Kanya sudah menjabat sebagai salah satu top food and drink manager di Training Center, dan membawahi 11 Unit Manager dari 11 food outlet yang ada di bekas kampusnya itu.

Selain itu, Kanya merupakan kontributor lepas suatu majalah yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Dia sering mengulas restoran di kota tempat nya tinggal, dan tentu saja Kanya sering kecipratan diskon, kalau dia makan di restoran tertentu.

Makan siang bertiga ini kami atur begitu acara reuni akbar kampus kami selesai. Kanya lah yang memesan a table for three sekaligus menanggung segala “kerusakannya”.

[caption id="attachment_160886" align="aligncenter" width="500" caption="Oyster (kiri), lumpia dan perkedel ikan (tengah), udang goreng panir (kanan) ©Mamak Ketol™"][/caption]

Setelah Kanya mempersilahkan kami menyantap seafood platter yang begitu cantik dan menggoda, Kanya membuat tanda salib. Tentu saja aku dan Will tak perlu menirunya. Ada oseng-oseng oyster, ada Poh Piah Tord semacam spring rolls isi seafood, ada Tod Mun Pla – Thai fish cake yang terbuat dari adonan “daging ikan”, buncis, kari merah, daun jeruk purut yang digoreng; ada udang berbalut panir. Setelah membaca “bismilah”, kuangkat makanan kerang-kerangan itu. Kanya mengikutiku.

“Kau tau, oyster mengandung banyak sekali zat besi, dan lebih berkhasiat kalau dimakan mentah”, kata Kanya.

“Ya, aku pernah dengar itu, kabarnya dijadikan aprodisiak juga,” sahutku sambil mengambil udang goreng.

“Banyak orang mempercayainya karena mereka tau oyster mengandung zat besi yang mengontrol hormon progesterone yang punya dampak positif terhadap libido orang yang mengkonsumsinya. Tapi, tak ada penelitian yang berhasilkan membuktikan hal tersebut. Oyster ternyata mengandung banyak mineral saja, bukan zat besi,” timpal Will.

“Jadi tentang aprodisiak itu tidak benar?” tanya Kanya.

“Beberapa orang mempercayainya, karena secara psikologis, dorongan seksual itu muncul dari alam pikiran manusia ketimbang dari tubuh. Sementara orang sudah membayangkan bentuk oyster yang mirip dengan bentuk organ intim wanita. Jadi kalaulah ada orang yang merasa “hot” setelah makan oyster itu lebih kepada pengaruh psikologis, bukan karena meningkatnya hormon progesterone," jawab Will.

"Hahaha ...," aku dan Kanya tertawa berbarengan.

“Sebenarnya, ada beberapa mitos tentang oyster ini. Aku pernah baca bahwa oyster mentah sudah terkontaminasi Vibrio vulnificus yang sangat berbahaya, terutama bagi para pengidap diabetes, liver atau orang-orang yang kekebalan tubuhnya lemah," tambah Will sambil mengambil oyster "jatahnya".

Hm … tidak bisakah kita mengkonsumsi oyster yang tidak terkontaminasi?” tanyaku.

“Tak ada pengaruhnya. Ada yang mengatakan supaya aman, makanlah oyster pada bulan-bulan tanpa huruf “R”, seperti Juni. Tapi ini adalah pandangan yang sama kelirunya,” papar Will.

[caption id="attachment_160889" align="aligncenter" width="480" caption="Plum sauce and sweet chilli sauce ©Mamak Ketol™"][/caption]

“Saus apa ini?” tanya Will sambil mengambil lumpia.

“This is sweet plum sauce,” kata Kanya sambil menunjuk saus yang berwarna kuning kecoklatan.

“Terbuat dari buah prem dan biasa dipakai sebagai cocolan lumpia dan udang goreng,” sambung Kanya sambil menunjuk lumpia isi udang dan udang gulung tepung.

“How about this one?” tanyaku sambil menunjuk saus yang satunya lagi.

“Oh itu sweet chilli sauce untuk perkedel ikan,”jawab Kanya sambil memanggil pramusaji dan meminta saus tambahan. Mereka berbicara dalam bahasa Thailand.

Dalam sekejap hidangan pembuka ludes. Di atas meja, masih tersisa beberapa garnish dari wortel dan lobak bulat. Aku mengambil wortel yang berbentuk kupu-kupu, mencelupkannya dalam saus pedas manis, dan memakannya.

"I love raw vegs," kataku seperti berbicara kepada diriku sendiri.

(Tiba-tiba saja aku teringat kampungku di Cibereum, aku sangat terbiasa memakan sayuran mentah. Bapakku adalah petani sayuran. Semua orang kenal dengan bapaknya Euis Dahlia, Haji Didin Mahidin. Aku teringat dengan Teh Ika yang suka membuat chutney. Anehnya, saus itu tiba-tiba saja terasa seperti mango chutney dilidahku.)

"Dahlia, have the last one," kata-kata Will tiba-tiba saja membuyarkan lamunanku. Aku menggelengkan kepalaku. Will akhirnya mencomot radish terakhir. Sebelum memakannya, dia mencocolkannya dengan plum sauce.

Tak lama kemudian, pelayan yang sama datang untuk mengambil piring “kotor” kami, dan membawa pergi wadah starter yang sudah “bersih”.

“Kalian tau, di Mexiko ada festival lobak yang dikenal dengan Noche de los Rábanos (malam lobak). Festival itu diselenggarakan setiap tanggal 23 Desember. Perayaan yang merupakan bagian dari Hari Natal. Pada malam itu penduduk setempat mengukir wajah tokoh agama dan publik figur pada radish,” kata Will yang mantan istrinya orang Mexiko.

Wow, menarik sekali, Will. Asal tau aja, Bapakku bilang, sayuran ini adalah obat alternatif untuk penyakit seperti kanker, batuk, batu ginjal, liver, sembelit serta gangguan kandung kemih," kataku.

Pembicaraan kami terputus, ketika pramusaji datang membawa menu utama.
(Bersambung ... mudah-mudahan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun