“This is sweet plum sauce,” kata Kanya sambil menunjuk saus yang berwarna kuning kecoklatan.
“Terbuat dari buah prem dan biasa dipakai sebagai cocolan lumpia dan udang goreng,” sambung Kanya sambil menunjuk lumpia isi udang dan udang gulung tepung.
“How about this one?” tanyaku sambil menunjuk saus yang satunya lagi.
“Oh itu sweet chilli sauce untuk perkedel ikan,”jawab Kanya sambil memanggil pramusaji dan meminta saus tambahan. Mereka berbicara dalam bahasa Thailand.
Dalam sekejap hidangan pembuka ludes. Di atas meja, masih tersisa beberapa garnish dari wortel dan lobak bulat. Aku mengambil wortel yang berbentuk kupu-kupu, mencelupkannya dalam saus pedas manis, dan memakannya.
"I love raw vegs," kataku seperti berbicara kepada diriku sendiri.
(Tiba-tiba saja aku teringat kampungku di Cibereum, aku sangat terbiasa memakan sayuran mentah. Bapakku adalah petani sayuran. Semua orang kenal dengan bapaknya Euis Dahlia, Haji Didin Mahidin. Aku teringat dengan Teh Ika yang suka membuat chutney. Anehnya, saus itu tiba-tiba saja terasa seperti mango chutney dilidahku.)
"Dahlia, have the last one," kata-kata Will tiba-tiba saja membuyarkan lamunanku. Aku menggelengkan kepalaku. Will akhirnya mencomot radish terakhir. Sebelum memakannya, dia mencocolkannya dengan plum sauce.
Tak lama kemudian, pelayan yang sama datang untuk mengambil piring “kotor” kami, dan membawa pergi wadah starter yang sudah “bersih”.
“Kalian tau, di Mexiko ada festival lobak yang dikenal dengan Noche de los Rábanos (malam lobak). Festival itu diselenggarakan setiap tanggal 23 Desember. Perayaan yang merupakan bagian dari Hari Natal. Pada malam itu penduduk setempat mengukir wajah tokoh agama dan publik figur pada radish,” kata Will yang mantan istrinya orang Mexiko.
“Wow, menarik sekali, Will. Asal tau aja, Bapakku bilang, sayuran ini adalah obat alternatif untuk penyakit seperti kanker, batuk, batu ginjal, liver, sembelit serta gangguan kandung kemih," kataku.