Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Berduka, Boleh atau Tidak?

24 Maret 2023   07:18 Diperbarui: 24 Maret 2023   18:00 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika sampai di rumah orangtua saya di Salatiga dan peti dibuka, sayalah yang pertama dipersilakan untuk melihatnya. Ya, karena saya satu-satunya anak yang tinggal di luar kota (meskipun tiga hari sebelumnya saya menengok dan bertemu Ibunda).

Momen inilah yang mencabik hati saya. Bagaimana tidak, saya harus melihat Ibunda diam terbujur kaku dan harus berada dalam peti kayu sesempit itu. Saya menangis, meskipun semua orang berbisik bahwa saya harus ikhlas. 

Sebagai kata perpisahan terakhir, saya ucapkan terimakasih atas semua yang sudah Ibunda berikan selama hidup. Dan ternyata untuk mengucapkan "selamat jalan" atau "selamat tinggal" adalah hal yang tidak mudah. Tangis saya pun pecah!

Sebagai manusia yang beriman tentu ada pengharapan. Itulah yang menguatkan hati. Bahwasanya Ibunda sudah kembali kepada Sang Empunya Hidup, terbebas dari sakit yang selama ini diderita. Yang terbaik sudah diberikan untuk Ibunda.

Berakhir Namun Belum Selesai

Empat hari di rumah orangtua, tak terlalu terasa dukanya. Saya merasa Ibunda masih ada. Begitu juga dengan adanya kebaktian penghiburan yang diadakan setiap hari.

Berbagai cerita dari jemaat, tetangga, dan kenalan dari Ibunda menjadi penghiburan buat saya dan keluarga. Ibunda memang orang yang supel dan bergaul luas. Pribadi yang sangat ramah dan ringan-tangan membantu siapapun.

Akan tetapi sekembalinya dari Salatiga dan pulang ke rumah, disitulah saya baru merasakan duka, sedih, hampa, dan limbung. Ada waktu-waktu dimana saya merasa sedih yang teramat dalam.

Rasa duka mungkin berakhir, tapi rasa kehilangan dan rindu belum selesai. Bahkan mungkin tak akan pernah selesai.

Diantara hari-hari saya, seringkali saya masih menangis. Ada juga saat dimana saya seolah frustasi dan secara tak sadar melakukan tawar-menawar dengan Tuhan. "Mami kan belum tua-tua amat, mengapa Tuhan ambil secepat ini?"

Ada juga perasaan sedih mendalam membayangkan tubuh Ibunda terkubur di dalam tanah, terkena hujan, dan sendiri. Pokoknya segala perasaan bercampur. Terkadang saya tidak bisa tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun