Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Endoskopi Saluran Cerna, Seberapa Penting?

21 Maret 2023   08:00 Diperbarui: 21 Maret 2023   15:25 1935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penanganan endoskopi untuk memeriksa gangguan saluran pencernaan bagian atas.| Dok Shutterstock via Kompas.com

Dalam keseharian kita, seringkali kita mendengar keluarga, teman, saudara, ataupun siapapun yang mengeluh, "Duh, maag saya kambuh nih!" Hmmm... dulu saya hanya mendengar saja, namun tahun kemarin saya merasakan sendiri apa yang sering dikeluhkan orang tersebut.

Penyakit "maag" atau lambung sepertinya sudah tak asing lagi. Obat-obatan untuk mengatasi keluhan ini pun mudah didapat di apotek atau minimarket sebagai obat bebas. Bahkan mungkin jenama dari obat tersebut sudah banyak dihafal orang.

Namun tahukah ternyata penyakit maag dan gangguan organ pencernaan itu tidak bisa diabaikan. Selain rasa sakit yang mengaduk-aduk perasaan, juga acapkali mengganggu aktivitas sehari-hari.

Memang benar, sistem pencernaan adalah "otak" kedua dari tubuh kita. Jika bermasalah, akan mengakibatkan gangguan fungsi dan menurunkan kualitas hidup.

Maag, Dispepsia, dan GERD

Sebenarnya ada salah kaprah dalam masyarakat, asal sakit perut disebut sebagai sakit maag. Padahal kata "maag" sendiri berarti lambung dan tidak merujuk pada suatu kondisi spesifik suatu penyakit.

Dalam istilah kedokteran, yang dikenal adalah dispepsia. Biasanya gejala yang timbul adalah lambung yang terasa perih, mual, kembung, dan tak jarang mengakibatkan muntah.

Sekilas kalau dibaca gejala-gejala tersebut di atas, tentu bukan gejala yang mengkhawatirkan. Tapi yakinlah, jika kita mengalami dispepsia gejala ini sangat mengganggu dan menyebalkan.

Saya pun merasakan hal serupa. Lambung saya terasa perih disertai mual dan muntah. Sering juga diikuti sakit kepala.

Lama-kelamaan seperti ada yang naik ke kerongkongan dan terasa panas. Kadang menjadi batuk. Ataupun tiba-tiba dada serasa sesak. Sensasi ini mirip dengan GERD.

Berbeda dengan dispepsia, GERD adalah penyakit refluks esofageal. Refluks ini disebabkan ada gangguan fungsi dari klep antara kerongkongan dan lambung. Karenanya, makanan dan asam lambung bisa naik ke atas.

Endoskopi saluran cerna atas (Foto : mayoclinic.org)
Endoskopi saluran cerna atas (Foto : mayoclinic.org)

Pengalaman Sakit "Maag"

Berhubung pertama kali dalam hidup saya merasakan yang namanya penyakit maag itu, saya pun konsultasi ke dokter. Obat antasida sudah tidak mempan lagi.

Oleh dokter spesialis penyakit dalam, saya dikatakan mengalami dispepsia. Saya pun diberi obat golongan penghambat pompa proton jenis lanzoprazole.

Saya minum beberapa hari obat tersebut. Tapi rasanya kok tidak ada perubahan. Saya tidak bisa makan. Padahal sebisa mungkin makan makanan yang tidak pedas, asam, dan yang memicu produksi asam lambung berlebih.

Semua serba salah. Tiap kali makan, cuma ada dua pilihan yaitu muntah atau diare. Duh, saya pun makin stres dibuatnya.

Akhirnya kembali ke dokter lagi. Obat diganti dengan pabrikan lain. Setelah konsumsi beberapa hari, gejala berkurang tapi tidak signifikan.

Hari-hari rasanya lesu sekali. Waktu itu saya tak semangat untuk melakukan apapun. Yang penting anak-anak terurus makan dan sekolah, itu sudah cukup bagi saya.

Semakin hari sensasi dispepsia makin menjadi. Buat saya aneh sekali. Bayangkan, tiap kali makan, rasanya makanan tidak turun. Seperti ada yang "nyangkut" di tenggorokan dan dada.

Sering juga setelah makan, tiba-tiba terasa ada yang naik ke kerongkongan lalu terasa perih sekali. Puncaknya adalah rasa sesak di dada. Ya ampun, saya belum pernah merasakan yang begini!

Berbagai gejala tersebut sangat mengganggu dan menyebalkan. Saya sempat bertanya kepada teman, pernah tidak mengalami seperti saya. Kata teman saya ada kemungkinan itu adalah penyakit yang berkaitan dengan refluks lambung atau GERD (gastroesophageal reflux desease). Dalam hati, oh my God... semoga tidak!

Penegakan Diagnosis

Karena tidak membaik, saya kembali lagi ke dokter. Bisa jadi dokternya bosan sama saya yang bolak-balik. Setelah saya ceritakan keluhan, beliau menyarankan untuk endoskopi.

Dari sini yang saya tangkap adalah dokter tidak akan mengatakan kita sakit ini atau itu, misalnya gastritis atau bahkan GERD jika tidak dilakukan endoskopi. 

Penegakan diagnosis kasus pencernaan lebih valid dan presisi dengan prosedur pemeriksaan endoskopi.

Bagi saya (meskipun takut), endoskopi penting. Setidaknya saya tahu apa yang terjadi di pencernaan saya, dalam hal ini esofagus dan lambung. Harapannya tentu pengobatan lebih spesifik dan sesuai target yaitu cepat sembuh.

Ternyata benar, dari hasil endoskopi tidak ditemukan masalah besar di esofagus, lambung, dan usus dua belas jari. Hanya ada sedikit gastritis. Pun dengan katup esofagus yang normal. Jadi, saya tidak mengalami GERD.

Setelah endoskopi, dokter memberi saya obat yang lebih tepat (masih dari golongan penghambat pompa proton). Kurang-lebih dua bulan pengobatan, akhirnya saya sembuh.

Lalu, darimana gejala-gejala seperti GERD tersebut muncul? 

Hmmm... ternyata bukan hanya dari lambung. Setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterohepatologi, saya dijelaskan bahwa gejala tersebut juga dikarenakan adanya peradangan di usus besar saya.

Pentingnya Endoskopi

Menurut saya, endoskopi merupakan salah satu cara untuk penegakan diagnosis penyakit pencernaan. Dengan dilakukan endoskopi, semua bisa terlihat jelas kondisi bagian dalam saluran pencernaan kita. Misalnya, apakah terjadi peradangan, luka, tukak, perdarahan, polip atau mungkin tumor atau kanker.

Endoskopi yang saya jalani adalah gastroskopi yang meneropong saluran cerna mulai esofagus, lambung, hingga usus dua belas jari.

Saat endoskopi bisa sekalian dilakukan biopsi jaringan. Hasil pemeriksaan sampel biopsi bisa untuk mengetahui apakah ada radang, sel tumor, adanya keganasan atau tidak. Pun dengan adanya infeksi bakteri, utamanya oleh bakteri Helicobacter pylori.

Nah, inilah pentingnya endoskopi. Pertama, daripada sakit tidak sembuh-sembuh lebih baik dilakukan endoskopi supaya diagnosis tegak.

Dari hasil endoskopi, diagnosis bukan lagi penyakit maag atau dispepsia. Bisa jadi sakit lambung kita disebabkan karena radang (gastritis), tukak lambung, polip, infeksi bakteri, dan atau adanya tumor atau kanker.

Kedua, pengobatan lebih terarah. Jika diagnosis sudah tegak, maka rencana pengobatan dan pilihan terapi akan tepat dan menjadi tuntas.

Misalnya, jika sakit maag ternyata karena ada infeksi Helicobacter pylori tentunya akan membutuhkan antibiotika. Atau jika kasus polip atau tumor, pastinya perlu tindakan medis non-obat.

Ketiga, penyebab sakit bisa diketahui apakah karena gangguan organik atau fungsional. Seringkali orang sakit maag ternyata karena masalah fungsional akibat psikis yang terganggu. Kalau sudah begitu, biasanya tidak akan ditemukan kelainan atau masalah pada organ cernanya.

Tak jarang orang menyebut dirinya mengalami GERD padahal belum pernah endoskopi. Sensasi GERD bisa juga disebabkan karena gangguan kecemasan atau panik loh.

Saya sendiri merasakan gejala seperti GERD. Namun hasil endoskopi tidak menunjukkan ada masalah di katup gastroesofageal. Saya menjadi tenang dong.

Pengalaman Endoskopi

Awalnya endoskopi terkesan menakutkan bagi saya karena sejak pandemi dilakukan di ruang operasi. Siapa sih yang tidak jeri dengan ruangan itu? Hehe

Sebenarnya ada dua pilihan, pasien bisa ikut melihat (anestesi lokal) atau tidur (anestesi sedasi).

Endoskopi pada dasarnya memasukkan selang atau scope berkamera ke dalam saluran pencernaan, mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, hingga usus dua belas jari. Kamera terhubung dengan monitor sehingga kondisi organ di dalam bisa terlihat jelas.

Berhubung saya memilih dengan anestesi sedasi, jadi tidak merasakan apa-apa. Kata susternya, "Santai saja, bobo cantik." Proses endoskopi juga cepat. Setelahnya, saya juga tidak merasa sakit atau tidak nyaman.

Ah, lega rasanya. Sekarang bisa dikatakan saya bebas dari sakit lambung. Hikmah dari sakit maag adalah harus makan teratur, mengurangi diet asam dan pedas, dan mengusahakan untuk tidak telat atau malas makan.

Teman-teman, adakah yang punya sakit maag? Jika tak kunjung sembuh, sebaiknya dipertimbangkan untuk endoskopi ya. Tentunya sembari mengubah pola makan teratur dan diet yang sehat. Salam sehat selalu!

Disclaimer : Artikel ini hanya sepenggal cerita dan pengalaman sebagai pasien.

Sumber 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun