Dari telekonsultasi, saya mendapat obat untuk si Bungsu termasuk untuk persediaan jika gejala lain timbul (demam, diare, pilek, batuk, kejang).
Sore hari, kami beri si Bungsu obat dari dokter termasuk obat untuk mencegah kejang. Suhu tubuhnya masih saja tinggi di atas 38.Â
Jam 20.30, si Bungsu mengantuk. Dengan bermasker, saya peluk sambil memantau suhu tubuhnya.
Alangkah kagetnya, suhu terus naik hingga ke 39 lalu 40.1. Tak lama bibirnya mulai berbeda, tanda akan kejang.Â
Saya langsung beri obat kejangnya. Tapi suhu malah mulai naik. Si Bungsu terkulai lemas. Saya sedih sekali.
Saya segera berkemas memasukkan apa yang bisa dimasukkan ke koper dan membawa obat-obat yang ada. Kami bawa si Bungsu ke IGD.
Akhirnya merasakan menjadi penunggu pasien Covid-19
Sampai di IGD, kami berterus terang dengan status kami dan menceritakan semua kronologi. Di sini suhu si Bungsu masih di 39.8 dan disarankan untuk rawat inap.
Proses skrining tetap dari awal, mulai tes usap antigen, rontgen paru, dan tes darah. Setelah dipasang infus, kami pun menuju lantai 4 tempat perawatan pasien Covid-19. Resmi sudah si Bungsu menjadi pasien Covid-19.
Hmmm... rasanya masih tidak percaya. Belum 24 jam dari si Bungsu demam ternyata semua bisa terjadi dan gawat untuk anak balita.Â
Kejang demam adalah mimpi buruk buat saya. Saya pasrah saja ketika harus menemani di RS, meskipun mengambil risiko tertular karena saya negatif. Bagi saya yang penting si Bungsu tertolong dan tidak terjadi hal yang lebih parah.