Beberapa hari ini saya absen membuka K, apalagi menulis. Kadang saja menulis di kanal fiksi kalau sedang ingin. Saya juga jarang blogwalking. Bukan karena apa, dua minggu kemarin saya sakit kepala berat. Rasanya tidak bertenaga untuk mengunjungi artikel K-ers lain.
Sakit Kepala Seperti Ditiban Meja-Kursi!
Sebelumnya saya pernah menuliskan KIPI vaksin booster yang saya alami hingga hari kelima. Ya, dua hari terakhir saya memang sakit kepala. Dan saya berpikir esoknya tidak lagi.
Baca juga : Begini KIPI Vaksin Booster yang Saya Rasakan
Ternyata esok harinya masih nyeri dan sakit kepala berhari-hari. Masih ditambah mual dan tidak selera makan.
Saya termasuk orang yang jarang sakit kepala, kecuali karena PMS atau demam flu biasa yang bisa mereda dengan parasetamol. Karena itulah ketika kemarin saya sakit kepala, ampun rasanya sulit untuk digambarkan!
Dari sakit kepala berdenyut-denyut, nyeri hingga ke bahu, nyeri di dahi belakang mata (seperti saat sinusitis kambuh) hingga sakit kepala berputar seperti vertigo. Duh, pokoknya lengkap. Kepala serasa berat seperti ditiban meja dan kursi!
Efek Vaksin Booster?
Berhubung sakit kepala ini terjadi semenjak vaksin booster, saya menduga ini efek dari vaksin yang saya terima. Namun, setelah 8-9 hari saya menjadi ragu. Jangan-jangan saya memang sakit. Saya bingung sendiri.
Lalu saya tanya ke teman yang sudah vaksin serupa. Info yang saya dapat dia pun merasa tidak enak badan dan sakit kepala hingga 10 hari. Saya menjadi sedikit tenang.
Namun keesokan harinya, sakit kepala saya makin "tidak sopan". Saya was-was juga takut terjadi hal yang lebih buruk lagi. Akhirnya saya telekonsultasi dengan dokter.
Kemungkinan besar sakit kepala saya karena efek vaksin. Saya diresepkan 3 macam obat. Untuk nyeri kepala saya diberi kombinasi metamizol/antalgin dengan diazepam. Ada juga flunarizine untuk vertigo dan domperidon untuk mual.
Semua dengan catatan jika dalam lima hari tidak membaik, saya disarankan ke RS untuk cek lebih lanjut.
Ternyata Saya Alergi Antalgin
Selama sakit kepala, saya minum obat seperti biasa paracetamol 500 mg. Berhubung tidak "berpengaruh", saya minum parasetamol yang dikombinasi dengan kafein. Awalnya sedikit membantu.
Akan tetapi, saya merasa obat yang saya minum itu kok hanya "numpang lewat" tanpa efek. Padahal biasanya setelah minum langsung mereda. Aneh.
Kemudian saya memutuskan ganti obat. Saya membeli obat dengan kandungan zat aktif utama methampiron (metamizole/antalgin) yang dikombinasi beberapa vitamin dan kafein.
Setelah minum obat, sakit kepala saya lumayan berkurang. Bahkan malamnya saya bisa bertugas sebagai pembawa acara di pertemuan zoom. Tapi setelah itu sakit kembali menyerang, mual, dan sedikit vertigo.
Esoknya masih sama. Hanya saja saya minum parasetamol lagi, karena hanya itu yang ada di mobil.
Duh, rasanya kesal dan putus asa. Seumur-umur saya sakit kepala "awet" seperti ini baru kali itu. Untungnya saya masih bisa jalan dan beraktivitas ringan.
Karena merasa terganggu dan tersiksa, malam-malam saya ngobrol dengan teman. Singkat cerita dia menyarankan coba minum obat merk tertentu, kombinasi metamizole/antalgin dan diazepam (harus dengan resep dokter).
Hmmm... saya ingat suami saya punya obat ini dari dokter (belum sempat diminum). Saya pun mencoba minum pada malam itu juga saking tidak tahan. Sakit kepala tak terlalu berkurang tapi saya bisa tidur.
Pada saat telekonsultasi dengan dokter, saya ceritakan juga obat-obat yang sudah saya konsumsi. Dokter meresepkan obat seperti yang sudah saya sebut diatas. Salah satu obat sama dengan obat suami yang saya minum.
Setelah minum selama 2 hari, saya merasa muka saya memerah seperti habis liburan ke pantai. Tapi saya abaikan, saya pikir saya jelek karena sedang tidak fit. Hahaha (Yakinlah sakit kepala berkepanjangan bisa membuat orang sedikit error).
Lalu pada hari setelahnya, saya lihat muncul bintik merah. Saya belum menyadari jika itu gejala alergi obat.
Nyeri di kepala mulai berkurang dari yang rasanya ditiban meja dan kursi menjadi hanya seperti ditiban kursi. Oke sip. Jadi, saya lanjut minum obatnya.
Nah, esoknya saat bangun tidur saya merasa ringan sekali. Saya tidak lagi sakit kepala dan hanya lemas saja. Duh, rasanya enak sekali hidup tanpa sakit kepala yang bandel itu!
Setelah menemani sekolah online, saya tidur lagi sampai siang karena merasa lemas. Siang hari baru mandi.
Setelah mandi, saya bercermin dan mendapati muka saya ruam dan bentol merah. Pada beberapa tempat muncul seperti jerawat kecil. Rasanya sedikit gatal dan panas.
Saya pun panik. Yang ada di pikiran saya bukan alergi tapi jangan-jangan saya terpapar covid-19! Apalagi pagi itu hidung saya seolah mampet meski tidak ada ingus. (Kalau ingat ini, saya malu sepertinya saya benar-benar too much worry dengan covid-19).
Saya sudah tidak minum obat sama sekali karena memang sudah tidak sakit kepala. Tapi sampai sore masih ruam. Saya ingin swab antigen. Dalam benak saya, saya harus pastikan bahwa saya negatif covid-19.
Malam itu juga saya swab antigen dan hasilnya negatif. Suami sempat ngeprank bilang saya postif. Hadeh. Saya ditertawakan katanya terlalu lebay kenapa swab padahal di rumah terus.
Esok hari berikutnya, saya ke rumah sakit untuk konsultasi dengan dokter. Sebenarnya agak was-was secara rumah sakit sedang banyak pasien rawat inap covid-19. Tapi daripada saya galau dengan ruam merah tersebut, saya beranikan ke rumah sakit.
Ketika saya ceritakan keluhan saya mengenai ruam di muka dan sebagian leher, dokter langsung mengatakan kemungkinan karena alergi metamizole dari obat yang diresepkan sebelumnya.
Saya juga cek darah rutin sekalian supaya yakin semua aman. Jadi, kesimpulannya jelas bahwa saya alergi metamizole/methampyron atau orang awam biasa mengenal dengan nama antalgin ini.Â
Antalgin dan "Awareness" tentang Alergi Obat
Antalgin disebut juga metamizole atau methampyron. Nama dagangnya ada banyak sekali. Ada yang dalam bentuk obat tunggal, ada juga yang dalam bentuk kombinasi dengan obat dan atau vitamin. Ada Analsik, Novalgin, Neuralgin, dan seterusnya.
Antalgin bisa menyebabkan alergi pada beberapa orang. Alergi yang timbul biasanya berupa :
- ruam kulit
- gatal-gatal atau biduran
- pembengkakan pada beberapa bagian tubuh, seperti wajah, bibir, atau tenggorokan
- hidung tersumbat
- kesulitan bernafas
- mengi
- tubuh melemah
Dalam hal menimbulkan alergi, tentu tidak semua orang alergi terhadap antalgin. Tak perlu jauh-jauh, suami saya tidak alergi terhadap obat ini. Sedangkan saya alergi. Begitu juga waktu munculnya juga bisa berbeda, bisa saat itu juga atau beberapa hari setelahnya.
Dalam hal ini, pengertian alergi berbeda dengan efek samping. Dikutip dari Alodokter, alergi obat merupakan reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh terhadap obat yang digunakan. Reaksi ini muncul karena sistem kekebalan tubuh menganggap bahwa zat  dalam obat tersebut berbahaya bagi tubuhnya.
Karenanya, kita perlu aware mengenai alergi obat. Sangat penting untuk menginformasikan kepada dokter, apoteker, dan tenaga medis yang merawat kita tentang alergi obat.
Alergi obat bisa bersifat ringan. Tapi jangan salah, bisa juga mengakibatkan reaksi fatal seperti syok anafilaksis.
Sebab itu jika terlihat tanda alergi obat, sebaiknya hentikan pemakaian. Atau jika perlu konsultasi ke dokter untuk penanganan lebih lanjut.
Sekian dan semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H