penipuan mafia tanah yang dialami oleh Nirina Zubir dan keluarga. Bagi saya, kasus ini sangat menarik. Saya semacam dejavu dengan persoalan yang mirip.
Beberapa hari ini saya sedikit mengikuti kasusBaca kronologi di sini.
Kasus penipuan dan mafia tanah adalah nyata di republik ini. Terkadang berupa penipuan tunggal, namun tak jarang bercampur dengan masalah keluarga. Pokoknya rumit dan melelahkan jiwa dan raga.
Ada orang-orang yang culas, licik, dan serakah. Jangan salah, anggota keluarga sendiri pun bisa seperti itu. Namun, yang menjengkelkan itu seperti mantan asisten ibu Nirina dalam kasus ini. Orang yang diperlakukan baik, ditolong, tapi gelap mata dengan harta yang dimiliki majikan.
Bagaimana dengan "oknum" notaris atau PPAT yang nakal? Hmmm... dari pengalaman saya ada! Sungguh disayangkan bahwa profesi terhormat tapi dilacurkan demi cuan.Â
Saya sampai mengelus dada ketika ada akta jual beli asli tapi palsu alias "aspal" dengan melakukan backdate. Padahal yang bersangkutan sudah meninggal lama. Sebuah persekongkolan yang sangat jahat!
Ketika mencermati akta jual beli aspal tersebut, suami saya tak habis pikir mengapa bisa senekat itu memalsukan tanda tangan orang yang sudah meninggal.Â
Lalu, kami bertanya pada teman notaris. Ternyata benar bahwa ada "oknum" yang melacurkan diri dan profesinya seperti itu.
Begitu juga dengan pihak yang culas. Hmmm... sifat culas, licik, dan serakah tak sedikit hinggap pada orang-orang yang bahkan berpendidikan dan mampu secara finansial! Menyedihkan...
Berangkat dari banyak cerita mengenai kasus penipuan dan mafia tanah, saya dan suami menjadi lebih berhati-hati. Pastinya kita tak ingin tertimpa musibah seperti itu.
Berikut cara-cara yang kami tempuh. Namun, sebagai catatan ini adalah pengalaman kami sesuai kondisi kami. Jadi, bukan harga mati.
1. Memilih pengembang terpercaya
Aset seperti rumah dan tanah sangat rawan dengan kasus penipuan dan mafia tanah. Terlebih di kota-kota besar. Sebagai pendatang, kami harus lebih berhati-hati saat membeli. Banyak kasus terjadi klaim sertifikat ganda.
Oleh karena itu, dari awal kami memilih pengembang yang terpercaya dan sudah punya nama saat membeli rumah. Menurut saya lebih aman dan nyaman. Segala kesepakatan dan perjanjian jual-beli sangat jelas dan tertulis.
Membeli tanah di kampung rawan terjadi sertifikat ganda. Jujur saja, kami takut jika suatu saat ternyata ada penipuan. Memang ada harga yang harus dibayar karena biasanya tanah dan atau rumah yang dikelola oleh pengembang besar dan terpercaya lebih mahal.
2. Menggunakan KPR
Jika membeli rumah atau tanah yang baru dari pengembang langsung dan terpercaya itu bisa dilakukan dengan kredit dan bisa juga tunai. Lalu bagaimana dengan rumah bekas yang akan dibeli dari pemilik langsung?
Pengalaman kami membeli rumah bekas lebih aman dengan KPR. Sekilas tak ada hubungannya. Tapi waktu itu kami membeli langsung dari pemilik tanpa perantara atau agen properti.
Selain uang tidak cukup, ternyata dengan KPR kita terbantu dengan double-check. Logikanya, jika tanah dan bangunan ini bermasalah, sertifikat aspal, atau dokumen lain tidak beres tentu akan diketahui pihak bank saat assesmen.
Bank tak akan menyetujui kredit jika aset yang sebagai jaminan tersebut tidak sah dan bermasalah. Beberapa bank sangat ketat (pastinya punya tim legal yang baik).Â
Jadi, sebuah keuntungan tidak langsung juga bagi kita. Hanya repotnya prosesnya memakan waktu agak lama sehingga kita harus bersabar.
3. Cek dan ricek ke BPN
Karena pernah tertipu membeli tanah bermasalah di Jakarta (akhirnya digusur), ada saudara yang membeli tanah di perkampungan Jakarta dengan terlebih dulu mengecek di BPN.Â
Dia datang langsung ke kantor BPN. Setelah mendapat data valid, barulah mengadakan transaksi jual-beli di depan notaris.
Sekarang ini, BPN juga punya terobosan. Ada aplikasi Sentuh Tanahku. Mungkin bisa dicek di sana (saya belum mencoba).Â
4. Pilih notaris/PPAT yang terpercaya
Dari kasus Nirina Zubir dan ibunya, kita tahu bahwa ada juga notaris/PPAT yang "nakal". Memang tidak semua. Akan tetapi justru dari situlah kita harus berhati-hati dengan cara memilih notaris yang terpercaya.
Pengalaman kami sendiri membuktikan ada "oknum" notaris/PPAT yang nakal. Bayangkan notaris tersebut mau membuat akta jual-beli aspal dengan backdate dan memalsukan tanda tangan orangtua yang sudah meninggal. Sungguh keterlaluan!
Namun itulah kenyataan bahwa ada notaris/PPAT yang mau diajak melakukan persekongkolan jahat. Sama seperti kasus Nirina Zubir, di mana asisten kepercayaan ibunya bersekokol dengan notaris untuk mengalihkan semua aset atas nama asisten.
Ada juga yang lebih tragis, pasutri notaris terlibat pemufakatan jahat bersama istri simpanan dengan merencanakan pembunuhan terhadap suami. Tujuannya untuk mengalihkan dan mendapatkan semua aset properti dan perusahaan yang dimiliki suami.
Pembunuhan berhasil, namun tercium oleh polisi. Kamar berantakan dan dokumen berserakan. Istri ini berusaha mengambil dokumen aset di rumah suami (mereka tidak tinggal satu atap dan istri sah sedang travel). Tak ada kejahatan yang sempurna, gerak-gerik istri simpanan ini "terbaca" polisi saat investigasi.
Terlalu "sinetron" ya? Boleh percaya dan boleh tidak. Tapi ini terjadi dan saya menyaksikan sendiri. Apapun dihalalkan untuk mendapatkan harta.
5. Jangan gegabah
Membeli aset seperti rumah atau tanah memang sedikit ribet dan harus sabar jika tidak mau tertipu. Lebih baik jeli dan teliti daripada menyesal di kemudian hari.
Saya sendiri memilih mengikuti jalan dan cara yang benar. Dengan begitu, meskipun kita awam dengan masalah hukum tapi kita tidak tertipu. Sering-seringlah mencari informasi dan berbagi pengalaman dengan orang lain.
Mafia tanah itu ada dan nyata, kawan! Begitu juga oknum dan orang jahat akan terus ada. Bahkan tak peduli saudara atau orang yang kita percaya.
Sekian dan semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H