Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Piring Pecah

11 September 2021   06:30 Diperbarui: 11 September 2021   06:29 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Piring pecah (Foto : pixabay.com/BRRT)

Piring Pecah

"Prangggg...." piring kaca bening itu jatuh bak petir di siang bolong. Rania tertegun dan terkaget-kaget.

Rania mengucek mata seolah terheran dengan yang menimpanya. Siang itu dia sedang lahap menikmati sepiring nasi dengan udang goreng mentega kesukaannya. Seolah tanpa disadarinya piring di depannya tergeser ke bibir meja dan terjatuh.

Aneh. Detik teraneh dalam hidupnya. Piring yang jelas di hadapannya dan jelas dalam pegangan terlepas begitu saja. Otak Rania sulit memproses kejadian itu.

Rania berjongkok mengumpulkan puing beling yang tajam kemudian menyapunya. Pikirannya masih bertanya-tanya, "Kok bisa ya?" Aneh.

Rania mengambil piring baru untuk melanjutkan makan siangnya. "Hanya piring hadiah beli sabun, sudahlah!" hiburnya berulang-ulang dalam kelebat pikiran.

Sore harinya, Rania masih memikirkan kejadian piring pecah. Dia merasa ada sesuatu yang berbeda. Seolah itu adalah pertanda buruk akan terjadi sesuatu.

"Sudahlah... sudahlah... sudahlah... " berulangkali Rania mengusir paksa segala pikiran yang mendera. Ia pun segera lupa.

***

Jam dinding menunjukkan pukul 10.00 malam. Rania masih menunggu suaminya yang belum pulang. Seperti biasa, pasti banyak kerjaan karena ada proyek besar yang sedang berjalan.

Rania sibuk membaca buku. Biasanya dia akan tidur jika memang mengantuk. Suaminya bukan tipe yang harus dibukakan pintu. Rania bebas tidur kapan saja tanpa perlu menunggu.

Jarum jam kini berpindah ke angka 11. Terdengar derit pintu depan dibuka. Suami Rania sudah pulang.

Rania tetap di kamar. Biasanya suami Rania akan mandi dulu baru bertemu dengannya. Semua sesuai protokol kesehatan di masa pandemi.

(Ah, betapa rindunya Rania akan masa-masa bebas memeluk suami setelah pulang kerja. Anak-anaknya pun tak kalah menghambur dan saling bergelayut di tangan papanya.)

Kurang dari 30 menit, suami Rania masuk kamar. Rania menyambutnya dengan senyum.

"Malam banget? Banyak kerjaan ya? Anak-anak sudah tidur, " tanyanya berbasa-basi.

Suami Rania mengangguk kemudian duduk di sofa dekat ranjang. Hela nafas terdengar beberapa kali. Rania mendekat.

"Ada masalah di kantor?" tanya Rania. Suaminya menyandarkan kepala dengan mata terpejam.

Rania terdiam menunggu suaminya menjawab. Tak biasanya, suaminya pulang dengan kondisi begini. 

Bagi Rania, suaminya seperti Gatotkaca yang gagah perkasa jarang sakit karena kelelahan. Tak sekalipun juga mengeluhkan pekerjaan di kantor. Sungguh pribadi yang penuh daya energi.

"Aku tadi mampir ke Bukit Raya, " kata suami Rania memecah hening.

Alis Rania terangkat. "Jadi?"

"Ya, Arnold sudah pergi dengan "pacar"nya. Rumah kosong. Nia dan anak-anaknya pulang ke rumah orangtuanya, " sahut suami Rania lemah.

Mendengar ucapan suaminya, Rania tak percaya. Rangkaian kalimat itu membuat jantung Rania seakan meloncat keluar dari dadanya. Badannya gemetar. Arnold adalah adik suaminya, sementara Nia adalah anak sahabat ibu Rania.

Bersamaan dengan itu, kejadian piring pecah tadi siang menyeruduk dalam ingatan Rania. Rania duduk mematung tak berdaya. Hatinya seperti piring yang jatuh, berderai menjadi kepingan kesedihan.

Cikarang, September 2021


*Cerita ini fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, kejadian, dan waktu hanya kebetulan semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun