Jadi, kurang lebih begini sikap yang harus diambil oleh orangtua :
1. Jangan Panik
Saya bersyukur ketika melihat si Bungsu memainkan alat kelaminnya, saya tidak bereaksi berlebihan. Kekagetan saya sebatas pada saat melihat kenyataan ternyata si Bungsu berada di fase ini, bukan pada aktivitas yang dilakukan.
Jika saya tidak tahu bahwa fase phallic itu normal, mungkin saya akan panik, kaget, dan bereaksi berlebihan. Mungkin ini yang menyebabkan ada orangtua yang berteriak dan memarahi balitanya.
Dari obrolan ig live Parentalk bersama psikolog Margareta Triastuti, MPsi, orangtua disarankan bersikap tenang dan tidak bereaksi berlebihan saat menemukan balitanya sedang memainkan alat kelaminnya.
Sikap tenang dan reaksi yang tidak berlebihan ini penting karena saat itu balita sedang mengeksplorasi rasa ingin tahunya. Seperti si Bungsu saya, dia terlihat ingin tahu "isi" di dalamnya dan ternyata dia menemukan bahwa bentuknya seperti bola.
Apa jadinya jika saya berteriak dan memarahinya. Tentu yang ditangkap anak, "kok mama marah, padahal aku cuma ingin tahu bagian tubuhku yang ini?"
Contoh reaksi berlebihan yang sebaiknya dihindari adalah memarahi, mengancam, melabel, dan atau mempermalukan. Misalnya, "Jangan pegang-pegang! Ih jijik! Awas ya kalau pegang-pegang nanti disunat loh!"
2. Alihkan dengan aktivitas lain
Setelah melihat anak balita memainkan alat kelaminnya, selain tenang dan tidak panik maka orangtua perlu mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Misalnya, mengajak untuk kembali bermain, membaca buku, dan seterusnya.
Sampai saat ini, cara pengalihan ini terbukti mampu mencegah si Bungsu untuk berhenti memainkan alat kelaminnya.
Di sini orangtua harus konsisten untuk mencegah. Jangan pernah bosan untuk mengalihkan. Masa phallic hanya sampai umur 5 tahunan. Nanti di usia 6 tahun, anak sudah masuk ke fase silent (6-12 tahun) di mana masa ini tak terlihat aktivitas psikoseksual.
3. Beri Edukasi Seks
Dari beberapa artikel yang saya baca, semua menyarankan untuk orangtua memanfaatkan "momen" ini sebagai waktu yang tepat untuk edukasi seksual anak. Minimal mulai memperkenalkan bagian tubuh dan alat kelaminnya secara benar.