Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Jodoh

24 Mei 2021   06:00 Diperbarui: 24 Mei 2021   07:22 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ARITA HS

Mei 2021

"BRUKKK..."

Sebuah kotak jatuh tepat di hadapanku. Aku sedang beres-beres di gudang  rumah orangtuaku. Gudang yang sudah lama berdebu. Sebenarnya ibu menyuruhku mencari foto almarhum nenek. Namun, tak jua kutemukan.

Justru kutemukan kotak tua di sudut lemari tua. Kubuka kotak berwarna coklat tua ini. Banyak buku dan agenda tua. "Jangan-jangan punya Bapak!" kataku.

Kurapatkan maskerku. Butiran debu tua ini sungguh menyesakkan. Aku tak tahan. Kalau saja bukan karena permintaan ibu, rasanya sudah mau keluar saja dari ruang ini.

Kubuka satu per satu isi kotak. Tapi ada yang menarik hatiku. Sebuah agenda biru tua dengan lembaran kertas menguning. Ada inisial YHS.

"Wah, punya kakakku! Mendiang Mbak Yulita!" Aku tercekat. Ada rasa rindu yang menjalar di seluruh tubuhku.

Kuberanikan membuka lembaran agenda kakakku satu-satunya. Orang yang kukagumi dan sangat cerdas. Dia sudah berpulang kembali ke rumah Bapa yang baka.

Mataku terhenti di halaman pertama. Tulisan yang lugas dan berani. Sepertinya mbak Yulita sedang menuliskan sebuah cerita pendek. Ini bukan tentang dia sendiri.

Baiklah, biarkan cerita pendek mendiang kakakku kuceritakan padamu. Kini kutuliskan ulang di blogku supaya tetap abadi. Karya akan selalu mewangi meski hari terus berganti.

***

YULITA HS

Desember 2012

Cerpen : Jodoh oleh YHS

"Orangnya baik loh... Kamu pasti suka! Dokter pula..." kata mbak Menuk padaku.

"Hmmm... " Aku bingung mau menjawab apa.

"Dokter tapi nggak jaminan cocok dan baik?" kata batinku. Aku tak mau frontal menanggapi maksud baik mbak Menuk.

Pikiranku melayang. Kubayangkan jangan-jangan orangnya nggak nyambung kalau diajak ngobrol, jangan-jangan kaku, dan seterusnya.

"Ah, kamu kelamaan mikir? Milih jodoh
yang penting seiman! Cari yang cocok nggak ada, Indri! Yang ada kita harus saling mencocokkan diri, " kata mbak Menuk membuyarkan lamunanku.

Ya, aku memang picky. Umur menjelang 30 tahun tapi belum menikah. Semua orang sibuk mencarikanku jodoh. Tapi aku merasa aneh dengan perjodohan. Aku mau cari sendiri.

Namun di sisi lain, aku bingung juga cari dimana. Pening pokoknya. Biarlah kalau memang takdirku ketemu jodoh, aku akan menikah. Namun, jika tidak aku tetap tak mau dijodohkan dengan siapapun juga.

Aku memang gengsi. Lebih baik "tidak laku" daripada mengemis dijodoh-jodohkan. Atau semacam "ditawar-tawarkan" ke orang. Iya kalau cocok, kalau tidak? Suami itu tak bisa ditukar tambah!

Kulihat mbak Menuk, teman kerjaku itu bingung dengan sikapku. Sebenarnya tak masalah jika cuma berkenalan saja tanpa target nikah dan "rembug tua". Tapi kalau perjodohan yang terburu-buru harus nikah disertai optimisme palsu? Ah tidak... lebih baik mundur.

"Menikah bukan soal umur, tapi soal kesamaan visi hidup dan komitmen, " itu prinsipku.

Mbak Menuk dan beberapa orang akhirnya tahu aku perempuan "alergi perjodohan".

Baiklah, biarlah kuceritakan kenapa aku tak mau dijodohkan. Tapi simpan saja untukmu ya... Aku malas nanti mereka datang lagi dan membujukku lagi. Aku tak enak hati menolak, tapi aku lebih tak nyaman lagi dengan perjodohan.

---

Pada masa kecilku, ada drama berseri yang tayang di TVRI. Aku rajin menontonnya. Salah satunya adalah Siti Nurbaya. Mungkin ada yang ingat? Berarti kita satu frekuensi, eh satu angkatan ya? Jadul banget...

Dalam ingatanku, drama yang dibuat berdasarkan cerita novel Marah Rusli ini sangat apik. Tokoh Siti Nurbaya diperankan oleh Novia Kolopaking, sedangkan Syamsul Bahri diperankan oleh Gusti Randa. Peran antagonis yang waktu itu membuat kesal adalah Datuk Maringgih yang diperankan oleh Him Damsyik.

Semua yang pernah menonton drama ini, pasti sangat benci dengan perjodohan disini. Bayangkan, Siti Nurbaya yang cantik sangat serasi dengan Syamsul Bahri yang ganteng. Mereka sama-sama muda dan saling mencintai.

Roman antara Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri sangat menarik. Sayangnya, penonton harus menahan sabar dengan kelakuan Datuk Maringgih dan orangtua Siti Nurbaya. Perjodohan yang teramat dipaksakan!

Aku masih ingat, akupun ikut sedih dan tersedu waktu itu. Kasih tak sampai antara Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri. Itu yang membuatku kesal, mengapa tidak ada pilihan untuk Siti Nurbaya.

Emosiku ikut naik-turun. Masa sih harus menikah tanpa cinta? Dengan orang yang sudah tua lagi? Ohhh.... sangat tidak adil. Aku yang masih remaja saja bisa ikut merasakan.

Mungkin dari situ, aku sangat tidak menyukai perjodohan. Aku ingin bebas menentukan pilihan tentang pasangan hidupku. Untungnya, orangtuaku juga bukan yang suka memaksa.

Lalu apa hubungannya denganku? Begini, aku tidak fokus melihat pemaksaan perjodohan dan perkawinan Siti Nurbaya itu. Tak relevan, wong aku tak dipaksa. Tapi aku cuma berpikir seperti ini, bahwa setiap perempuan berhak menentukan pilihannya sendiri, mencari cintanya, dan bukan sengaja dijodohkan.

Entahlah, mungkin aku memang sinting. Aku percaya jodoh akan datang dengan sendirinya. Semesta pasti mempertemukan dengan caranya.

Namun, dalam kehidupan nyata, perjodohan ini masih sering dilakukan oleh orangtua di kampung. Pernah suatu kali ada teman jauh yang seusiaku dijodohkan. Waktu itu masih di bangku SMA, dia sudah dilamar dengan laki-laki berumur matang dan mapan.

Setelah dilamar, dia banyak memakai perhiasan emas. Mungkin karena pada dasarnya aku menyukai kebebasan, aku biasa saja. Tak ada rasa iri ataupun ingin bernasib sepertinya. Tapi aku tetap menghormati pilihannya.

Bayanganku waktu itu, apa enaknya dijodohin? Meskipun lakinya kaya, tapi setelah itu harus punya anak, masak, dan cuci baju. Darah mudaku masih menginginkan petualangan. Aku ingin sekolah setinggi mungkin dan melihat dunia luar.

Waktu adalah anugerah Tuhan untukku. Aku ingin memiliki dan menikmatinya dengan caraku. Tak mau waktuku dirampas oleh perjodohan di usia muda. 

Ah, lagi-lagi aku memang berbeda. Tetanggaku mengatakan aku sebagai perempuan keblinger. Kututup kedua telingaku.

Ohya, perjodohan selalu tak jauh-jauh antara orang daerah situ. Artinya mereka sekampung dan akan hidup disitu juga. Ah, aku tidak mau hidup "nguplek" di kampung terus. Bukan berarti aku ingin ke kota, tapi aku tak ingin menjadi katak dalam tempurung. Dunia ini luas, yang Mulia!

Bagaimana setelah itu? Hidup telah mengajarkanku banyak hal, termasuk urusan jodoh. Aku tak mau dijodohkan. Waktu itu masih idealis : ingin dijodohkan saja sama Tuhan.

Aku juga membuat rencana dan target kapan lulus kuliah, kerja, dan menikah di usia 26 tahun. Lulus kuliah atau mencari kerja masih bisa diusahakan, tapi bagaimana dengan jodoh?

Kesombonganku yang penuh target akhirnya runtuh ketika dihadapkan dengan yang namanya : jodoh! Jodoh tak bisa kukontrol, kuprediksi, atau kupastikan kapan datang.

Kini aku pening. Tapi aku tetap tak mau dengan perjodohan. Aku memang keras kepala. Tapi aku juga bukan Siti Nurbaya yang pasrah tak berdaya untuk memperjuangkan cintanya.

Kota Hujan, penghujung tahun 2012

***

ARITA HS

Mei 2021

Aku selesai menuliskan cerpen mbak Yulita di blogku. Rasanya lega bisa mengabadikan tulisan mendiang yang sangat kucintai.

Rasa rindu yang teramat dalam kian menggelora di hatiku. Aku rindu senyumnya. Ketulusannya mengajariku banyak hal.

"Keindahan itu datang bagi orang yang sabar, berserah, dan percaya. Termasuk dalam jodoh, " katanya padaku waktu itu.

Tersenyumlah dari sana, my lovely sister! Kamu pasti bahagia disana. Doakan aku yang masih dalam peziarahan di dunia ini.

Cikarang, Mei 2021

Catatan : Semua cerita, nama tokoh, dan tempat adalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan hanya kebetulan semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun