Dalam hal menunda kehamilan tentu harus kesepakatan bulat antara suami-istri. Jika sudah begitu, kita akan santai alias tidak sewot menghadapi orang-orang yang bertanya. Dulu sih saya selalu menjawab diplomatis saja.
Saya menunda untuk punya anak selama hampir setahun. Namun, di sini tetap dengan catatan bahwa jika memang Tuhan akan memberi saat itu ya tidak masalah. Kami berserah pada kehendakNya.
Setelah hampir setahun usia pernikahan, kami merasa siap dan puji Tuhan langsung dikasih sama Yang di Atas.
Begitu juga anak kedua, setelah setahun memantapkan hati kami. Tuhan begitu baik pada kami, kami juga langsung dikasih. Anugerah besar dalam hidup yang tak pernah terpikirkan oleh kami hingga sekarang.
Tentunya tidak semua orang mengalami apa yang kami alami. Namun, menunda untuk punya anak adalah sebuah pilihan sesuai kondisi dan kesiapan masing-masing pasangan.
Jika sudah siap, pasti tak perlu menunda. Akan tetapi jika memang masih ada yang perlu dipersiapkan, tak ada salahnya menunda untuk punya anak.
Mempunyai anak bukan hanya sekadar "punya" kemudian selesai. Ada tanggung jawab dan konsekuensi yang lebih ketika kita menyandang status sebagai orangtua. Tanggung-jawab kita tidak berhenti ketika dipanggil "mama" atau "papa".
Nah, berikut adalah beberapa hal yang saya persiapkan sebelum memutuskan untuk hamil dan punya anak:
1. Kesiapan hati dan mental
Bagi seorang perempuan, menjalani kehamilan dan proses melahirkan bukanlah hal sederhana. Begitu juga setelah menjadi seorang ibu, banyak persoalan kompleks yang menghadang. Tentu hal ini butuh sikap hati dan mental yang tangguh.
Pun bagi laki-laki, harus siap menghadapi naik-turun hormonal istrinya hingga siap siaga selama kehamilan istrinya hingga jelang kelahiran sang anak.
Bagi saya, setiap pasangan harus kompak. Memang istri yang hamil, tapi mempunyai anak adalah tanggung jawab berdua dan bukan hanya istri saja.