Setelah itu, saya langsung "lepas" dan santai. Kenapa juga liburan tapi bersungut-sungut. Toh, apa yang terjadi tak bisa diubah dan dihindari. Akhirnya, saya berusaha menikmati. Saya teringat ada kisah dan kutipan "dancing in the rain". Mungkinkah ini arti sebenarnya dari kutipan itu?
"Hujan" yang Menari Sepanjang Tahun 2020
Sepulang dari Jatim Park 3, kami menikmati malam tahun baru 2020. Tak ada yang istimewa karena kami sangat lelah seharian di JP 3.
Esoknya, tanggal 1 Januari adalah hari terakhir kami di kota Batu. Kami mengunjungi Museum Angkut sebelum bertolak menuju Semarang.
Di Museum Angkut itulah, kami dikagetkan berita banjir Jakarta dan sekitarnya. Kali ini banjir menggenang dimana-mana, bahkan di kompleks yang sebelumnya bebas banjir. Rumah kami di Cikarang aman. Namun, rumah beberapa teman di kota Bekasi dan Jakarta ada yang terkena.
Banjir telah mengawali tahun 2020. Tentu bukan awal yang baik. Setelah itu berbagai rentetan peristiwa terjadi. Akhir Januari mulai menggaung berita Covid-19. Simpang-siur berita mengacaukan hati dan pikiran.
Puncaknya adalah PSBB, sekolah diliburkan, anak sekolah mulai PJJ hingga akhirnya kita lebih banyak di rumah saja. Berbagai pergumulan yang tak mudah di depan mata.
Saya pun merasakan bahwa hidup di tahun 2020 tak sama lagi. Semua berubah secara ekstrim dan mendadak. Rasanya campur aduk dan susah dijelaskan. Terlebih ketika suami memutuskan untuk tidak menggunakan jasa ART pulang-pergi dengan alasan yang logis.
Di tengah kegalauan dan kekuatiran yang menggelayut, lagi-lagi saya teringat momen liburan itu dimana anak-anak saya menikmati hujan. Saya melihat ada sukacita surgawi yang turun ketika tetes hujan membasahi tubuhnya. Sukacita sejati yang tidak tergantung pada keadaan.
Jujur saja, saya malu terhadap diri-sendiri. Itu yang meneguhkan hati saya untuk tetap semangat menjalani hidup yang tak mudah di tahun 2020. Saya bertekad untuk bisa "menari" dalam hujan.
Memaknai Hujan