Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kartu Natal Terakhir

9 Desember 2019   06:00 Diperbarui: 9 Desember 2019   06:16 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kartu Natal (diambil dari piknest.com)


Desember 1990

Gadis itu duduk menunggu di depan rumahnya. Berulangkali kakinya disilangkan kemudian diturunkan kembali. Dia terlihat seperti menunggu sesuatu.

Rasa gelisah tergurat jelas di wajah ayunya. Segumpal harapan besar membebani pikirannya. Hatinya tak sabar menanti kapan datangnya. Hingga senja menyapa, dia masih menunggu, kalau saja ibunya tidak menyuruhnya untuk masuk rumah.

"Nduk, sudah mau maghrib, masuk! Nggak elok anak gadis masih duduk diluar. Lagian kamu nunggu apa to?"

Si Gadis hanya mengangguk kemudian mengekor ibunya masuk ke dalam rumah. Langkah gontainya mengisyaratkan sebuah kekecewaan.

"Semoga besok datang..., " gumamnya lirih. Secercah harapan membuat wajah gadis itu tak lagi gelisah.

Esok hari ketika pulang sekolah, mak Yus menghampiri si gadis. Ditangan mak Yus, tetangga depan rumah gadis itu, ada sepucuk surat bersampul merah.

"Taaa... ini ada surat!" kata mak Yus. Si gadis segera mendekat ke mak Yus. Matanya berbinar melihat surat berwarna merah itu. Sepertinya itu yang ditunggunya sejak kemarin.

Si gadis menerimanya dengan girang.

"Dari pacarnya ya?"

"Ah, mak Yus pingin tau ajaaa..." jawabnya tersipu.

"Terimakasih mak Yus... Muachhh... "

Si Gadis cepat-cepat masuk rumah. Langkah riangnya tak tersembunyikan. Mak Yus hanya menggelengkan kepala melihat si gadis. Dia pernah muda. Tentu tahu rasanya jatuh cinta saat remaja.

***

Desember 2000

Angin bulan Desember berhembus bersama mendung yang menggelayut di langit. Seorang perempuan duduk termangu di bangku taman depan rumah kostnya.

Hembusan angin membelai wajah ayunya. Rambutnya yang tersibak secara acak tak mengurangi kecantikannya.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap bulan Desember dia menunggu surat dari pak Pos. Setengah jam berlalu, tak datang juga yang ditunggu.

Ada kotak surat di depan rumah kost-nya. Biasanya pak Pos selalu menaruh segala kiriman surat dan paket disana. Perempuan itu tak pernah menunggu surat atau paket. Hanya di bulan Desember dia menantikan dengan sengaja.

Perempuan itu beranjak dari bangku, kemudian berjalan di sekitar taman. Dia mendekat pada tanaman berbunga kecil-kecil berwarna putih. Bunga kemuning kesayangan ibu kost-nya.

Semerbak harum aroma bunga kemuning menemani penantiannya. Angin sepoi bertiup. Wangi kemuning menguar membelai mesra bulan Desember.

Perempuan itu memejamnya matanya berusaha menghidu wanginya. Sejenak dia lupa dengan apa yang ditunggu.

"Sreeetttt...." suara derit pintu gerbang terbuka. Ada seseorang yang datang.

Perempuan itu terkejut. Dia berlari ke arah pintu depan. "Pak Pos! Semoga kali ini datang..." ucapnya dalam hati.

Pak Pos sibuk memasukkan beberapa surat ke kotak. Perempuan itu tersenyum dan berjalan menuju ke kotak pos.

Tak ada surat bersampul merah. Namun tangannya tetap meneliti tumpukan surat yang masuk. Tak juga ditemukan namanya di bagian depan amplop. Perempuan itu kemudian diam. Rasa kecewanya berlipat-lipat.

"Sudah tanggal segini, masa iya sih lupa nggak kirim? Apa sibuk banget di rig? Mana nggak pernah telepon.. kenapa ya?" tanyanya berulang dalam hati.

Pak Pos yang masih sibuk menata surat untuk dimasukkan kembali ke tas hitam yang ada di motornya. Pak Pos diam-diam memperhatikan perempuan itu.

"Sepertinya Mbak nunggu surat dari seseorang ya? Sabar mbak, besok saya kesini lagi. Semoga suratnya sudah sampai, " katanya ramah.

Perempuan itu terkesiap. "Ah, nggak papa kok Pak... Terimakasih, " sahutnya.

Pak Pos sudah berlalu. Perempuan itu semakin larut dalam kekecewaan. Buru-buru dia menuju ke kamarnya. Akhirnya dia duduk meringkuk memeluk kedua kakinya. Rasa kecewanya berubah perlahan menjadi kesedihan.

***

Dua hari lagi Natal tiba. Perempuan itu semakin kusut masai penampilannya. Keputus-asaan membuatnya kian tak berdaya. Dia ingin menyerah.

Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat. Tapi untuk apa ketika sebuah hubungan hanya fatamorgana? Ketika rasa rindu bertalu-talu namun tak bisa bertemu? Pun ketika cinta tak pernah terungkap lewat kata-kata.

Sudah lima tahun perempuan itu setia dalam kesabarannya. Long distance relationship! Tak semua orang bisa menjalaninya, tapi perempuan itu memilih untuk tetap setia.

Diambilnya buku harian berwarna hijau muda. Dituliskan semua rasa di hatinya. Paragraf terakhir adalah inti dari keseluruhan struktur rasa dihatinya.

"Jika harus berakhir, semoga tak meninggalkan kepahitan abadi... Aku masih berharap ada jawaban dan kepastian... "

Usai menulis kalimat itu, perempuan itu pergi ke taman depan kost. Dia langsung menuju ke deretan bunga kemuning. Didekatkannya hidungnya ke bunga putih kecil itu. Perlahan dia menghirup wangi bunga itu. Sejenak dia lupa dengan segala perkara di hatinya.

Setelah itu dibelai-belainya bunga mungil itu. Perempuan itu terhanyut dalam lamunan panjang. Matanya nanar menatap bunga kesayangan ibu kostnya.

"Peekabooo....." suara laki-laki membuyarkan lamunan perempuan itu. Dia terkejut bukan main.

"Haahh??? " mata perempuan itu terbelalak melihat laki-laki yang mengagetkannya.

"Kamuuu... hmmm... hampir copot jantungku tadi..." katanya sambil mengatur nafasnya.

"Iya.. aku datang, Martha! Tutuplah matamu. Aku ingin memberikan sesuatu, " pinta sang lelaki. 

Perempuan itu menurut. Ditutupnya kedua mata indahnya, sementara sang lelaki mengambil sepucuk surat bersampul merah dari tasnya.

"Sekarang buka matamu!"

"Oke"

Surat dengan amplop merah itu diberikan ke perempuan itu. Sambil tersipu perlahan dia membuka tutup suratnya. Inilah yang ditunggu lebih dari dua minggu lalu. Sebuah kartu Natal.

"Buka dong... baca isinya! Ini edisi istimewa" kata si lelaki.

"Hmmm... karena dianter langsung? Aku kira kamu sudah lupa aku.., " sahut perempuan itu sembari membuka kartu Natal bergambar Santa Claus. Segera ia membaca tulisan tangan di dalam kartu.

Dear Martha-ku,

Selamat hari Natal....

Terimalah kartu Natal terakhir dariku. Setelah ini tak akan ada lagi kartu Natal yang kukirim. Aku ingin bersamamu sepanjang waktu..

Love,
Yosef

"Maksudnya???" tanya perempuan itu lirih dan ragu-ragu.

Si lelaki diam tak menjawab pertanyaannya. Dia hanya menyodorkon sebuah kotak merah berbentuk hati.

"Will you marry me? " tanyanya dengan penuh senyum dan kemantapan hati.

Perempuan itu diam tak bergeming. Air mata mengalir di pipinya. Duka dan nelangsanya terhapus seketika. Si lelaki merengkuh tubuhnya kemudian memeluk erat. Perempuan itu bahagia.

***

Desember 2019

Perempuan itu duduk di bangku teras depan rumahnya. Matanya sayu. Pipinya basah oleh air mata yang jatuh. Sembari tersenyum diusapnya air mata itu.

Sembilan belas tahun sudah berlalu. Perempuan itu mengenang kembali kartu Natal terakhir dari kekasihnya.

Cikarang, Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun